Al Muraja’at | Dialog No.9 s.d No.10 (3/4)

Al Muraja'at
Oleh : Sayyid Syarafuddin Al-Musawi
Penerjemah : Pedar Haidar
Penerbit : Busyra, Kaliurang

(lanjutan)

Rasulullah saw telah bersabda, “Seandainya seseorang merapatkan kedua kakinya di antara Rukun (sebuah sudut di Ka’bah) dan Maqam (tempat Nabi Ibrahim as berdiri salat di hadapan Ka’bah), lalu dia salat dan puasa, sedangkan dia adalah pembenci keluarga Muhammad, pasti dia masuk neraka!1

Rasulullah saw telah bersabda, “Barang siapa yang meninggal dunia dalam keadaan ia mencintai keluarga Muhammad, dia meninggal sebagai seorang syahid. Dan barang siapa meninggal dunia dalam keadaan dia mencintai keluarga Muhammad, dia akan meninggal dalam keadaan terampuni segala dosa-dosanya. Barang siapa meninggal dunia sedang dia mencintai keluarga Muhammad, dia meninggal sebagai orang telah diterima tobatnya. Barang siapa meninggal dunia dalam keadaan mencintai keluarga Muhammad, dia meninggal dalam keadaan sempurna imannya. Barang siapa meninggal dunia dalam keadaan mencintai keluarga Muhammad, dia akan digembirakan dengan surga oleh Malaikat Maut serta Malaikat Munkar dan Nakir. Barang siapa meninggal dunia sebagai pencinta keluarga Muhammad, dia akan diantar ke dalam surga, seperti pengantin wanita diantar ke rumah suaminya. Barang siapa meninggal dunia sebagai seorang pencinta keluarga Muhammad, akan dibukakan baginya dua pintu di kuburnya menuju surga. Barang siapa meninggal dunia sebagai pencinta keluarga Muhammad, maka Allah akan menjadikan kuburnya sebagai tempat yang diziarahi selalu oleh Malaikat Rahmat. Barang siapa yang meninggal dunia sebagai seorang pencinta keluarga Muhammad, ia wafat sebagai seorang pengikut sunah (Rasul) dan sebagai anggota keluarga besar jamaah kaum muslim.

Adapun orang yang meninggal dunia dalam keadaan dia membenci keluarga Muhammad, dia akan dihadirkan pada hari kiamat-tertulis di antara keduanya matanya, “Orang ini telah putus asa dari rahmat Allah. dan seterusnya.2 Sampai akhir khotbah beliau yang amat indah susunan kata-katanya, yang dimaksudkan oleh beliau untuk membendung ambisi sebagian orang yang telah menyeleweng. Dan semua yang tersebut dalam hadis-hadis ini isi dan temanya adalah mutawatir (meyakinkan kebenarannya sesuai syarat-syarat yang ditetapkan oleh ahli-ahli hadis) terutama yang datang lewat itrah suci Rasulullah saw.

(bersambung)

Catatan:

  1. Disebutkan oleh Thabrani dan Hakim seperti tersebut dalam Al-Arba’in karya Nabhani, Al-Ihya karya Suyuthi dan lain-lainnya. Hadis ini hampir sama isinya seperti yang baru saja Anda ikuti, yaitu, “Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya! Tidak akan berfaedah amal seorang bagi dirinya sendiri, kecuali dengan mengenal hak kami (atasnya).” Tentu saja seandainya perbuatan benci mereka itu tidak sama seperti membenci Allah dan Rasul- Nya, niscaya amal-amal para pembenci mereka itu tidak akan menjadi sia-sia, sekalipun merapatkan kakinya di antara Rukun dan Maqam, sambil bersalat dan berpuasa.” (Baca kembali hadis tersebut di atas).

    Sekiranya mereka itu bukan sebagai pengganti-pengganti Rasulullah saw, niscaya mereka tidak akan menempati kedudukan yang sedemikian mulia! Dan telah dibenarkan pula oleh Hakim dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya seperti juga dalam Al-Arba’in Nabhani dan Ihya Suyuthi seperti diriwayatkan oleh Abu Sa’id, bahwa Rasulullah saw telah bersabda, “Demi Allah yang diriku berada di tangan-Nya! Tiada seorang pembenci kami Ahlulbait kecuali ia pasti masuk neraka.” Dan telah disebutkan oleh Thabrani seperti tersebut dalam Al-Arba’in Nabhani dan Al-Ihya karya Suyuthi bahwa Imam Hasan (cucu Rasulullah saw) berkata pada Muawiyah bin Khudaij, “Awas! Jangan sekali-kali engkau membenci Ahlulbait, karena Rasulullah saw telah bersabda, Tiada seorang pembenci kami atau dengki terhadap kami, kecuali dia akan dihalau dari mencapai Telaga Haudh pada hari kiamat kelak dan akan didera dengan cambuk-cambuk terbuat dari api.” Nabi saw telah berkhotbah antara lain, “Wahai manusia! Barang siapa yang membenci kami, dia akan dibangkitkan pada hari kiamat sebagai seorang Yahudi.” Hadis ini dibenarkan oleh Thabrani dalam kitabnya Al-Awsath, sebagaimana tersebut dalam Al-Arba’în karya Nabhani, Al-Ihya karya Suyuthi dan lain-lain.

  2. Hadis ini disebutkan oleh Imam Tsa’labi dalam tafsirnya Al-Kabir ketika menafsirkan ayat Mawaddah (QS. al-Syura [42]:23) yang diriwayatkan dari Jarir bin Abdillah al-Bajali, dari Rasulullah saw. Demikian pula Zamakhsyari, dalam tafsirnya Al-Kasysyaf, mengutipnya sebagat hadis yang tidak diragukan.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *