Al Muraja’at | Dialog No.7 s.d No.8 (1/2)

Al Muraja'at
Oleh : Sayyid Syarafuddin Al-Musawi
Penerjemah : Pedar Haidar
Penerbit : Busyra, Kaliurang

DIALOG NOMOR 7

13 Zulkaidah 1329 H

  1. Permintaan dalil dari firman Allah dan sabda Rasul-Nya.
  2. Pembuktian dengan ucapan-ucapan para Imam Ahlulbait, akan mengundang Ahlusunnah menggunakan ucapan-ucapan pemuka-pemuka mereka sebagai bahan pembuktian juga.
  1.  Sebutkanlah dalil-dalil yang terang dari firman Allah dan sabda Rasul-Nya, yang membuktikan tentang keharusan mengikuti para Imam dari Ahlulbait saja, dan bukan pemimpin-pemimpin lainnya.
  2. Hendaknya Anda dalam hal ini tidak membawakan dalil selain firman Allah dan sabda Rasul-Nya. Karena seperti yang Anda tentu ketahui, ucapan ucapan para Imam (kaum Syi’ah) tidak bisa dijadikan pegangan bagi kelompok selain mereka. Sekalipun ini disampaikan, pasti Ahlusunnah juga akan mengemukakan ucapan para pemimpin mereka sendiri sebagai pedoman yang harus diikuti!

    Wassalam,

    (S)

    DIALOG NOMOR 8

    15 Zulkaidah 1329 H

    1. Kealpaan penanya sekitar apa yang telah kami isyaratkan.

    2. Kekeliruan pernyataannya tentang ucapan-ucapan yang dapat dijadikan pegangan.

    3. Tentang hadis Tsaqalain.

    4. Sifat mutawatir hadis tersebut

    5. Kesesatan orang yang tidak berpegang teguh pada keluarga suci Nabi saw.

    6. Perumpamaan Rasulullah bahwa Ahlulbait seperti Bahtera Nuh, pintu pengampunan serta keselamatan daripada pertengkaran.

    7. Apa yang dimaksud dengan Ahlulbait di sini.

    8. Arti menyamakan mereka dengan Bahtera Nuh dan Pintu Pengampun.


    1. Sejatinya, kami tidak melalaikan pembuktian dengan ucapan-ucapan Rasulullah saw. Pada awal dialog ini kami telah menunjuk pada hadis-hadis beliau tentang keharusan mengikuti para Imam dari Ahlulbait saja dan bukan dari lainnya. Yaitu ketika kami menyatakan bahwa Rasulullah saw telah menyejajarkan mereka itu dengan ayat-ayat Alquran yang jelas maknanya. Menetapkan mereka sebagai panutan orang-orang yang mau menggunakan akalnya. Diumpamakan mereka seperti bahtera-bahtera penyelamat. Keselamatan bagi umat. Pintu pengampun bagi mereka. Semuanya itu sesuai apa yang tersurat dan tersirat dalam ungkapan-ungkapan Rasululllah yang tercatat dalam kitab-kitab kumpulan hadis yang sahih dan nash-nash yang gamblang.

    Kami pun telah menyatakan bahwa sesungguhnya Anda tergolong sebagai orang arif yang tidak memerlukan penjelasan panjang lebar. Baginya sebuah isyarat pun telah mencukupi sebagai pengganti keterangan yang mendetail.

    2. Maka berdasarkan apa yang telah kami sebutkan dari ucapan- ucapan Rasulullah saw-kami dapat menyatakan bahwa ucapan- ucapan para Imam kami sudah cukup bagi lawan. Hal ini sama sekali tidak berarti kemungkinan pembuktian timbal balik. Yaitu dengan menjadikan ucapan-ucapan ulama di luar kalangan Ahlulbait sebagai pegangan yang pasti dalam pembuktikan suatu keharusan dalam urusan agama.

    3. Sekarang terimalah penjabaran bagi apa yang telah kami isyaratkan dari ucapan-ucapan Rasulullah saw, yaitu ketika beliau memperingatkan orang-orang yang belum mengerti dan membangkitkan kembali (kesadaran) orang-orang yang lupa. Beliau berseru, “Wahai manusia! Aku tinggalkan apa yang akan menghindarkan kalian dari kesesatan, selama kalian berpegang erat kepadanya, yaitu kitab Allah dan itrahku, Ahlulbaitku.”1

    Juga sabda beliau, “Aku tinggalkan pada kalian apa yang mencegah kalian dari kesesatan setelah kepergianku selama kalian berpegang teguh pada keduanya, yaitu kitab Allah, sebagai tali penghubung yang terentang dari langit ke bumi, dan itrahku, Ahlulbaitku. Keduanya tidak akan berpisah sampai berjumpa denganku di Telaga Haudh.2 Hati-hatilah dengan perlakuan kalian atas keduanya, sepeninggalku nanti.”3

    Beliau juga telah bersabda, “Kutinggalkan pada kalian kedua penggantiku, yaitu kitab Allah, tali penghubung yang terentang antara langit dan bumi, dan itrahku, Ahlulbaitku. Keduanya tak akan berpisah sehingga keduanya berjumpa denganku di Telaga Haudh.”4

    Sabda beliau lagi,

    إِنِّي تَارِكٌ فِيكُمُ الثَّقَلَيْنِ: كِتَابَ اللهِ وَأَهْلَ بَيْتِي، وَ إِنَّهُمَا لَنْ يَفْتَرِقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيّ الحوض.

    Kutinggalkan pada kalian Tsaqalain5, yaitu kitab Allah dan Ahlulbaitku. Sungguh keduanya tak akan berpisah, sampai keduanya bersama-sama mendatangiku di Telaga Haudh.6

    Dan bersabda beliau lagi,

    إني أوشك أن أدعى فأجيب، و إني تارك فيم الثقلين، كتاب الله عز وجل، وعترتي. كتاب الله حبل ممدود من السماء إلى الأرض، وعترتي أهل بيتي، وإن اللطيف الخبير أخبرني أنهما لن يفترقا حتى يردا على الحوض، فانظروني بم تخلفوني فيهما .

    Aku merasa segera akan dipanggil (oleh Allah) dan aku akan memenuhi panggilan itu. Kutinggalkan pada kalian Tsagalain, yaitu kitab Allah Azza wa Jalla serta itrahku. Kitab Allah, tali (penghubung) antara langit dan bumi. Dan itrahku, Ahlulbait. Sesungguhnya (Allah) Yang Maha Mengetahui telah berfirman kepadaku bahwa keduanya tak akan berpisah, sehingga berjumpa kembali denganku di Telaga Haudh. Oleh karena itu, jagalah baik-baik, bagaimana kalian memperlakukan kedua peninggalanku itu.7

    Ketika Rasulullah saw pulang dari Haji Wada, dan beristirahat di tempat yang bernama Ghadir Khum, beliau memerintahkan didirikannya beberapa tenda besar, lalu beliau berseru,

    كَأَنِّي دُعِيْتُ فَأَجِبْتُ إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمُ الثَّقَلَيْنِ، أَحَدَهُمَا أَكْبَرَ مِنَ الْآخَرِ : كِتَابَ اللهِ تَعَالَى وَعِتْرَتِي، فَانْظُرُ وَ كَيْفَ تَخْلُفُوْنِي فِيهِمَا، فَإِنَّهُمَا لَنْ يَفْتَرِقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَيَّ الْحَوْضَ ثُمَّ قَالَ: إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ مَوْلايَ، وَأَنَا مَوْلَى كُلِّ مُؤْمِنٍ ثُمَّ أَخَذَ بِيَدِ عَلِي فَقَالَ : مَنْ كُنْتُ مَوْلاهُ فَهَذَا وَلِيُّهُ اللَّهُمَّ وَالِ مَنْ وَالاهُ، وَعَادِ مَنْ عَادَاهُ .

    Kurasa seakan-akan aku segera akan dipanggil (Allah), dan segera pula memenuhi panggilan itu. Maka sesungguhnya aku meninggalkan pada kalian, al-Tsaqalain. Yang satu lebih besar (lebih agung) dari yang kedua, yaitu kitab Allah dan itrahku. Jagalah baik-baik kedua peninggalanku itu, karena keduanya tak akan berpisah sehingga berkumpul kembali denganku di Telaga Haudh.” Kemudian beliau berkata lagi, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla adalah maulaku (pemimpinku), dan aku adalah maula (pemimpin) bagi setiap mukmin.” Lalu beliau mengangkat tangan Ali bin Abi Thalib sambil bersabda, “Barang siapa yang menganggap aku sebagai pemimpinnya, maka dia ini (Ali) adalah juga pemimpin baginya. Ya Allah! Cintailah siapa yang mencintainya, dan musuhilah siapa yang memusuhinya!..“,8

     

    Diriwayatkan dari Abdullah bin Hantab bahwa dia berkata, “Rasulullah saw berkhotbah di hadapan kami di Juhfah, (antara lain) beliau berkata, Bukankah diriku ini lebih kalian utamakan sebagai pemimpin atas kalian daripada diri kalian sendiri? Jawab mereka, ‘Benar, ya Rasulullah!’

    Beliau melanjutkan, ‘Kalau begitu, aku meminta pertanggungjawaban kalian tentang dua hal: kitab Allah dan itrahku.”9

    4. Hadis-hadis sahih yang menetapkan kewajiban berpegang kuat pada Tsagalain (kitab Allah dan kerabat Nabi) termasuk dalam hadis yang …

    (bersambung)

Catatan:

  1. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Nasai, dari Jabir. Dan telah dikutip dari keduanya oleh Muttaqi Hindi dalam, jilid 1, kitab Kanz al-Ummal, halaman 44, Bab “Berpegang Teguh Pada Alquran dan Sunah”.
  2. Telaga Haudh adalah tempat yang mulia yang disediakan bagi Nabi Muhammad saw di surga (penerj).
  3. Diriwayatkan oleh Tirmidzi, dari Zaid bin Arqam. Dan merupakan hadis yang ke-874 di antara hadis-hadis kitab Kanz al-Ummal, jil.1, halaman 44. Juga diriwayatkan oleh Muslim. Lihat Riyadh al-Shalihin, halaman 157-penerj.
  4. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Zaid bin Tsabit lewat dua sanad yang sahih. Pertama pada halaman 182, dan yang kedua pada halaman 189, jil.5. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Syaibah, Abu Yala dan Ibnu Sa ad dari Abu Sa’id. Tersebut dalam kitab Kanz al-Ummal, jil. 1, halaman 47, hadis ke-945.
  5. Tsaqal, yaitu sesuatu yang amat berharga yang dimiliki seseorang
  6. Diriwayatkan oleh Hakim dalam kitabnya, Al-Mustadrak
  7. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Sa’id Khudri lewat dua sanad, yang pertama pada halaman 17, dan yang kedua pada halaman 26, jilid 111, dari kitab Musnad-nya. Tersebut pula sebagai hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Abu Yala dan Ibnu Sa’ad dari Abu Said.
  8. Diriwayatkan oleh Hakim dari Zaid bin Arqam sebagai hadis marfu pada, jilid 3, halamanı 109, dari kitabnya Al-Mustadrak, dengan keterangan hadis ini sahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim, tapi keduanya tidak meriwayatkannya. Juga Hakim meriwayatkan hadis ini darı Zaid bin Arqam melalui jalur (sanad) yang lain, dan menerangkan bahwa hadis ini sanad sanadnya sahih sesuai persyaratan Bukhari dan Muslim, tapi keduanya tidak meriwayatkannya.Hadis inı disebutkan pula oleh Dzahabi dalam Talkhish-nya dan dia mengakuinya sebagai hadis yang sahih.

    *Dalam bahasa Arab, kata (wali) dan (mawla) mempunyai banyak arti, yaitu pendukung, penolong, kawan karib, pencinta, pemimpin (yang diikuti dan dicintai), yang memiliki kekuasaan atas diri orang lain dan sebagainya. Hal ini antara lain-telah menjadi pangkal perbedaan paham antara Ahlusunnah dan kaum Syi’ah dalam soal imamah dan kepemimpinan umum atas umat. Ahlusunnah-setelah mengakui kesahihan hadis-hadis seperti di atas- mengartikan wali atau maula sebagai yang dicintai. Seperti dalam kata wali Allah yang berarti orang yang mencintai Allah dan dicintai oleh Allah. Sedangkan kaum Syi’ah mengartikannya sebagai yang memiliki kekuasaan dan harus diikuti kepemimpinannya. Perhatikan kata-kata dalam bahasa Indonesia-yang berasal dari bahasa Arab: walikota, wali murid, wali mempelai wanita dan sebagainya. Dalam Dialog No.37 dan 38 (bagian ke-2) buku ini akan dijumpai diskusi menarik mengenai hal ini, (penerj.).

  9. Diriwayatkan oleh Thabrani sebagaimana yang tersebut dalam kitab Al-Arba’in karya Nabhani, dan kitab Ihya al-Mayyit karya Suyuthi.

    Tentunya Anda maklum bahwa khotbah Rasulullah saw pada hari itu tidak hanya sekadar yang disebutkan di atas saja. Karena sekiranya hanya kalimat di atas itu saja, tentu perawi hadis itu tidak akan berkata Rasulullah berkhotbah di hadapan kami… dan seterusnya. Namun, itu semua adalah ulah politik di masa itu. Betapa ia telah membungkam mulut para ahli hadis dan mengekang pena para penulis! Betapa pun, setetes dari lautan keterangan Rasulullah saw ini, sudah cukup kiranya untuk menjelaskan duduk persoalan yang sebenarnya! Dan segala puji bagi Allah untuk itu! (SY).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *