Al Muraja’at | Dialog No.9 s.d No.10 (2/4)

Al Muraja'at
Oleh : Sayyid Syarafuddin Al-Musawi
Penerjemah : Pedar Haidar
Penerbit : Busyra, Kaliurang

(lanjutan)

Begitu pula hadis Ammar bin Yasir bahwa Rasulullah saw bersabda, “Aku berpesan pada siapa saja yang beriman kepadaku dan membenarkan (kerasulanku) agar dia menjadikan Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpinnya. Barang siapa yang menjadikannya sebagai pemimpinnya, maka dia telah menjadikan aku sebagai pemimpinnya. Barang siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka dia telah menjadikan Allah sebagai pemimpinnya. Barang siapa yang mencintaiku, sesungguhnya dia telah mencintai Allah. Barang siapa yang membenci Ali, maka dia telah membenciku. Dan barang siapa yang membenciku, sesungguhnya dia telah membenci Allah Azza wa Jalla.”1

Diriwayatkan pula dari Ammar, dari Rasulullah saw yang bersabda, “Barang siapa yang beriman kepadaku dan membenarkanku, hendaklah dia menjadikan Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpinnya. Karena hal itu sama dengan menjadikan aku sebagai pemimpinnya. Dan itu sama pula dengan menjadikan Allah sebagai pemimpinnya.2

Dan Rasulullah saw pernah berkhotbah antara lain, “Hai manusia! Sesungguhnya keutamaan, kemuliaan, kedudukan yang tinggi dan kepemimpinan itu kembali kepada Rasulullah dan keturunannya, maka janganlah kalian diombang-ambingkan oleh kebohongan-kebohongan.”3

Rasulullah saw bersabda pula, “Pada setiap generasi dari umatku akan dijumpai orang-orang dari Ahlulbaitku yang adil (pandai dan jujur), yang akan membersihkan agama ini dari penyelewengan-penyelewengan kaum yang sesat, pemalsuan-pemalsuan kaum yang batil, serta takwil (penafsiran yang keliru) dari kaum yang jahil. Ketahuilah! Para Imam (pemuka-pemuka) kalian adalah utusan-utusan kalian dalam menghadap Allah. Karenanya, perhatikan sungguh-sungguh siapa yang kalian angkat sebagai utusan-utusan kalian.4

Rasulullah saw telah bersabda pula, “… Maka janganlah kalian mendahului mereka (Ahlulbait), agar kalian tidak binasa. Dan jangan ketinggalan dari mereka, agar kalian (juga) tidak binasa. Jangan mengajari mereka, karena mereka itu lebih mengerti dari kalian.5

Rasulullah saw bersabda, “Tempatkanlah kedudukan Ahlulbait pada posisi-posisi terpenting, seperti halnya kedudukan kepala bagi tubuh. Atau kedudukan mata atas atas kepala. Dan sesungguhnya kepala tidak akan bisa melihat sesuatu ‘kecuali dengan perantaraan mata’.”6

Rasulullah saw bersabda, “Mantapkanlah diri kalian pada kecintaan kepada kami, Ahlulbait. karena barang siapa yang menghadap Allah, sementara dia mencintai kami, niscaya dia akan masuk ke dalam surga dengan syafaat kami. Demi Allah, yang jiwaku berada di tangan-Nya! Tidak akan berguna amal seseorang bagi dirinya sendiri, kecuali bila dia mengetahui (mengakui) hak kami (atasnya).7

Rasulullah saw bersabda, “Mengenal keluarga Muhammad, berarti melepaskan diri dari api neraka. Kecintaan pada keluarga Muhammad adalah surat jalan untuk melewati shirath. Mendukung kepemimpinan keluarga Muhammad, berarti aman dari siksaan.8

Rasulullah saw telah bersabda, “Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba Allah-pada hari kiamat-sebelum dia menjawab empat pertanyaan: Tentang usianya, di mana dia menghabiskannya; tentang tubuhnya, bagaimana dia telah menggunakan tenaganya; tentang hartanya, untuk apa telah dibelanjakan dan darimana dia mendapatkannya; serta tentang kecintaannya kepada kami, Ahlulbait.9

(bersambung)

Catatan:

  1. Disebutkan oleh Thabrani dalam Al-Kabir dan Ibnu Asakir dalam Tarikh-nya. Dan ini adalah hadis ke-2571, dalam kitab Kanz al-Ummal, jil.6, halaman 154.
  2. Disebutkan oleh Thabrani dalam Al-Kabir, dari Muhammad bin Abu Ubaidah bin Umar bin Yasir, dari ayahnya, yang mendengarnya dari datuknya, Ammar, Dan ini adalah hadis ke-2576, dari hadis-hadis yang tersebut dalam Kanz al-Ummal, jil.6, halaman 155, juga disebut dalam Muntakhab al-Kanz
  3. Disebut oleh Abu Syekh dari hadis yang panjang. Dan dikutip pula oleh Ibnu Hajar pada akhir bagian ke-4, ketika dia menafsirkan ayat (Qul la asalukum alaihi ajran illa al mawaddata fi al-qurba), yaitu pada halaman 105 dari kitabnya Al-Shawaiq. Renungkanlah baik-baik apa yang dikemukakannya, dan jangan lupa ucapan yang di situ: “Maka jangan sekali-kali Anda diombang-ambingkan oleh kebatilan-kebatilan itu.”
  4. Disebutkan oleh Mu’alla dalam Sirah-nya. Demikian, pula oleh kitab al-Shawaiq al-Muhriqah ketika menafsirkan ayat (QS. al-Shaffat [37]:24, wa qifuuhum innahum mas uuluun, hal (90).
  5. Disebutkan oleh Thabrani pada hadis Tsaqalain, dan dikutip oleh Ibnu Hajar, ketika menafsirkan ayat tersebut pada catatan kaki No.38 di atas, pada Bab 11, halaman 89, dari kitabnya Al-Shawaiq.
  6. Disebutkan oleh banyak ahli hadis dengan sanad marfu’ dari Abu Dzar. Telah dikutip pula oleh Imam Sabban pada pasal tentang keutamaan Ahlulbait di dalam kitabnya Is’af al-Raghibin. Juga Syekh Yusuf Nabhani pada halaman 31 dalam kitabnya Al-Syaraf al- Mu’abbad. Serta banyak lagi di antara para penulis yang dapat dipercaya. (Hadis) ini merupakan nas tentang kewajiban mengangkat Ahlulbait sebagai pemimpın; dan bahwa petunjuk ke arah yang hak, tidak akan terwujud kecuali dengan perantara mereka.
  7. Disebutkan oleh Thabrani dalam Al-Awsath, dan dikutip oleh Suyuthi dalam Ihya al- Mayyit. Dan juga oleh Syeikh Yusuf Nabhani dalam Al-Arbain, dan Ibnu Hajar pada Bab “Anjuran Mencintai Ahlulbait”, dalam kitabnya Al Shawaiq, dan dikutip pula oleh banyak tokoh lainnya.

    Maka renungkanlah kata-kata beliau, Tidak ada berguna amal seseorang bagi dirinya sendiri, kecuali bila dia mengetahui (mengakui) hak kami atasnya! Kemudian, jelaskan apa itu “hak mereka yang dijadikan Allah sebagai syarat yang diterimanya segala amal?” Bukankah itu berupa ketaatan dan ketundukan pada kepemimpinan mereka, serta usaha mengikuti jalan mereka dalam menuju keridaan Allah? Dan hak apakah kiranya selain “kenabian dan khilafah” yang memiliki pengaruh yang sedemikian besarnya? Namun sayangnya kita diuji oleh Allah dengan kaum seperti ini, yang tidak mau merenungkan dengan saksama! Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un!!

  8. Disebutkan oleh Qadhi lyadh dalam kitabnya Al-Syifa, halaman 40, bagian kedua (cetakan Astanah tahun 1328 H) dalam pasal yang membahas tentang “Keharusan Berbuat Baik Terhadap Keluarga Dan Keturunan Rasulullah saw Dalam Rangka Menghormati Beliau Dan Membalas Jasa-Jasa Beliau Terhadap Umatnya.

    Anda tentu maklum, bahwa yang dimaksud dengan perkataan Rasulullah saw tentang keharusan mengenal Ahlulbait, bukannya mengenal nama-nama dan pribadi-pribadi mereka atau mengakui kenyataan bahwa mereka itu adalah kerabat beliau, karena hal-hal seperti itu sudah diketahui pula oleh orang-orang semacam Abu Jahal dan Abu Lahab! Tentunya yang dimaksud adalah pengakuan bahwa mereka (Ahlulbait) itu adalah ulil amri setelah meninggalnya Rasulullah saw, sesuai dengan sabda beliau, “Barang siapa meninggal dunia tanpa mengenal Imam zamannya itu, maka ia mati dengan kematian secara jahiliah.” Jadi, yang dimaksudkan tentunya dia mencintai mereka dan mengakui kepemimpinan mereka, seperti yang tersebut di atas. Cinta dan kesetiaan kaum yang benar terhadap para Imam yang benar pula. Dan hal seperti itu sudah amat jelas!

  9. Sekiranya kedudukan mulia mereka ini bukan datang dari Allah, yang mengharuskan kesetiaan dan kepatuhan seperti ini, niscaya kecintaan terhadap mereka tidak akan sepenting ini! Hadis ini disebut oleh Thabrani, dari Ibnu Abbas, dan dikutip oleh Suyuthi dalam Pasal “Ihya al-Mayyit.” Dan juga Nabhani dalam Arbain-nya, dan tokoh-tokoh penting lainnya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *