002 Pahala Menunjukkan Kebaikan – Terapi Nabi Mengikis Terorisme

40 HADITS SHAHIH
Terapi Nabi Mengikis Terorisme
Teladan Menebar Kedamaian dan Toleransi di Muka Bumi

Oleh: Khotimatul Husna

Tim Penyusun:
Ust. Imam Ghozali, Ustzh. Khoiro Ummatin,
Ust. M. Faishol, Ustzh. Khotimatul Husna,
Ust. Ahmad Shidqi, Ust. Didik L. Hariri,
Ust. Irfan Afandi, Ust. Ahmad Lutfi,
Ust. Syarwani, Ust. Alaik S., Ust. Bintus Sami‘,
Ust. Ahmad Shams Madyan, Lc.
Ust. Syaikhul Hadi, Ust. Ainurrahim.

Penerbit: Pustaka Pesantren

Hadits ke-2

Pahala Menunjukkan Kebaikan

 

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيْرٍ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنِ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِيْ عَمْرٍ و الشَّيْبَانِيِّ عَنْ أَبِيْ مَسْعُوْدٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ (ص) فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنِّيْ أُبْدِعَ بِيْ فَأَحْمِلْنِيْ قَالَ: لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكَ عَلَيْهِ وَ لكِنْ ائْتِ فُلَانًا فَلَعَلَّهُ أَنْ يَحْمِلَكَ فَأَتَاهُ فَحَمَلَهُ فَأَتَى رَسُوْلَ الله (ص) فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ (ص): مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ.

Muḥammad Ibnu Katsīr menceritakan kepada kami, dari Sufyān, dari A‘masy, dari Abū ‘Amr dan asy-Syaibānī, dari Abū Mas‘ūd al-Anshārī, ia berkata: Seorang lelaki datang menghadap Rasūl dan berkata: Ya Rasūl, saya telah disuguhi hal baru, dan itu membebaniku. Rasūl menjawab: “Aku tak melihat kamu terbebani melakukan hal itu. Tetapi sebaiknya kau datang ke Fulan semoga bisa memudahkan kamu.” Orang tadi pun datang ke seseorang yang dimaksud, lalu kembali menghadap Rasūl. Rasūl bersabda: “Siapa menunjukkan kebaikan, baginya pahala sebanyak pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Abū Dāwūd). (21)

 

Keterangan:

Islam mewajibkan seluruh penganutnya menyeru kebaikan dan mencegah kemunkaran. Kewajiban ini disebut dengan perintah untuk berdakwah. Islam bersifat universal sehingga dakwahnya juga ditujukan kepada seluruh manusia. Kewajiban berdakwah tidak hanya khusus bagi kalangan tertentu, melainkan menjadi kewajiban bagi setiap muslim, baik yang bodoh maupun yang pandai. Akan tetapi, tanggunjawab lebih besar diberikan kepada para pemimpin dan ulama karena kekuasaan dan pengetahuan yang dimilikinya. Orang-orang yang menyerukan kebaikan inilah yang disebut sebagai orang-orang yang indah perkataannya. Allah berfirman: “Siapakah lebih indah ucapannya melebihi orang yang menyeru ke jalan Allah, mengerjakan baik, dan berkata: Aku tergolong orang yang berserah diri.” (QS. Fushilat: 33).

Agama adalah petunjuk menyerukan kebaikan, sehingga manusia yang menunjukkan pada jalan agama baginya pahala di sisi Tuhan. Bila seseorang mengetahui sebuah jalan kebaikan, hendaknya dilakukan dengan jalan yang ḥaqq (baik) dan istiqamah (terus-menerus), baik kepada dirinya maupun masyarakatnya.

Dakwah adalah proses seumur hidup untuk terus-menerus menjadi muslim, yakni berada pada jalan Islam. Dengan demikian, dakwah bukan hanya ditujukan kepada non-muslim, tapi justru orang Islam sendiri agar bisa mencapai kesempurnaan Iman, Islam, dan Ihsan. Firman Allah: “Masuklah ke dalam Islam secara sempurna.” (QS. al-Baqarah: 208). Dengan mengefektifkan dakwah pada kaum Muslim sendiri maka akan bisa memperkuat pengetahuan tentang esensi ajaran Islam di kalangan umat Islam sendiri. Dengan cara demikianlah, umat Islam akan terhindar dari ekstremisme dan fanatisme beragama yang diakibatkan oleh kedangkalan pengetahuan agama (Islam).

Dalam berdakwa kita harus memulainya dari diri sendiri, keluarga, kemudian menyeru masyarakat lebih luas. Sebagai da‘i, kita mesti dapat menjadi teladan bagi orang lain. Untuk itu, tugas dakwah menjadi tidak ringan, ia memerlukan adanya kekuatan mental, spiritual, dan bahkan material.

Dakwah bukan semata proses mengislamkan dengan kata-kata, melainkan juga mengamalkan Islam dalam perbuatan sehari-hari. Dengan mengamalkan perintah Tuhan dalam kehidupan maka secara tidak langsung kita telah berdakwah dengan teladan berupa perbuatan (akhlak). Sayangnya, umat Islam sebagai “umat terbaik” (khaira ummah) sering tidak bisa menunjukkan indikasi adanya predikat itu kepada masyarakat. Umat Islam masih mengalami ketertinggalan di berbagai bidang, terutama ilmu pengetahuan. Untuk itu, ketertinggalan ini seharusnya menjadi salah satu materi dakwah yang lebih diutamakan. Bukankah misi dan tujuan dakwah adalah mencapai kemaslahatan dan kesejahteraan manusia?

Catatan:


  1. 2). Sunan Abū Dāwūd, Bab Adab, hlm. 553. 

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *