Mengenai hal ini, maka al-Imām Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī telah merumuskan dalam Kalam Hikmah yang ke-7 sebagai berikut:
7. لَا يُشَكِّكَنَّكَ فِي الْوَعْدِ عَدَمُ وُقُوْعِ الْمَوْعُوْدِ وَ إِنْ تَعَيَّنَ زَمَنُهُ لِئَلَّا يَكُوْنَ ذلِكَ قَدْحًا فِيْ بَصِيْرَتِكَ وَ إِخْمَادًا لِنُوْرِ سَرِيْرَتِكَ.
“Janganlah engkau diragukan pada janji Allah oleh (sebab) tidak (belum) terjadi sesuatu yang dijanjikan, meskipun zamannya telah tertentu. Hal ini supaya jangan ada keraguan itu (menimbulkan) kerusakan pada mata hati engkau dan memadamkan nur-cahaya rahasia hati engkau.”
Kalam Hikmah ini menerangkan kepada kita pelajaran-pelajaran yang terkandung di dalamnya yang apabila kita dalani maka dapat kita terangkan sebagai berikut:
Tentang belum Allah menyampaikan janji-Nya kemungkinan salah satu dari tiga hal:
Kalau dalam contoh di atas dapat kita ambil misalnya, bahwa kita tidak di idzinkan Allah kawin dengan perempuan “A”, tetapi Allah merialisasikan janjinya bahwa kita akan kawin dengan perempuan “B”.
Misalnya, contoh di atas ya‘ni dilambatkan oleh Tuhan perkawinan kita itu karena Allah menghendaki agar persiapan-persiapan kita telah begitu lengkap sebelum menghadapi perkawinan.
Allah s.w.t. tidak memperlihatkan syarat-syarat untuk terlaksana janji Allah itu, tidak lain selain hikmah yang dikehendaki oleh-Nya. Dan apabila kita menoleh kepada hikmah tersebut, maka tentu saja dalam hati kita tidak timbul keraguan apa-apa tentang Allah melaksanakan janji-Nya.
Apabila pendirian kita seperti ini, maka berarti ‘aqīdah kita terhadap Allah telah begitu mendalam dan pasti tidak akan tergoyang oleh apa pun.
Maka barang siapa yang telah diberi hikmah oleh Allah seperti ‘aqīdah ini, niscaya orang tersebut telah dapat disebutkan dengan ‘Ārif Billāh (yang betul-betul mengetahui Allah), Salīm-ul-Bashīrah (yang sejahtera mata hatinya), Munawwir-us-Sarīrah (yang bercahaya hatinya).
Tetapi apabila pada hamba Allah itu tidak ada dalam keyakinannya seperti yang telah kita sebutkan tadi, maka tentu saja orang tersebut adalah tidak mengetahui Allah, mata hatinya rusak dan hatinya penuh dengan kegelapan yang bermacam-macam adanya.
Demikian arti Kalam Hikmah di atas, dan mudah-mudahan dengan keterangan ini dapat kita jadikan petunjuk buat kita dalam mengatasi sebagian masalah-masalah yang timbul dalam masa hidup kita di dunia yang fanā’ ini. In syā’ Allāh.