Wajib Berbakti Kepada Kedua Orang-Tua Sekalipun Keduanya Musyrik – Bakti Kepada Kedua Orangtua

BAKTI KEPADA KEDUA ORANGTUA
Hak Ibu-Bapak, Anak dan Keluarga

Judul asli: BIRR-UL-WĀLIDAIN WA-ḤUQŪQ-UL-ABĀ’ WAL-ABNĀ’ WAL-ARḤĀM
Oleh: Aḥmad ‘Īsā ‘Asyūr
 
Penerjemah: Ustadz H. YUSUF
Penerbit: HAZANAH ILMU

WAJIB BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG-TUA SEKALIPUN KEDUANYA MUSYRIK

 

Allah s.w.t. berfirman:

وَ إِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَ صَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا

Dan jika kedua orang-tuamu memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak memiliki pengetahuan tentangnya, maka janganlah kamu taati perintah keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik….” (QS. Luqmān [31]: 15)

Sebab turunnya ayat ini ialah bahwa Sa‘ad bin Abī Waqqāsh berkata: “Ayat tersebut di atas turun sebab keadaan saya.”

وَ إِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ

Ada pun ceritanya demikian: Dahulu saya seorang laki-laki yang berbakti kepada ibuku. Setelah saya memeluk Islam ibuku itu berkata: Hai Sa‘ad! Agama apa yang kamu peluk itu? Sungguh kamu harus mau meninggalkannya atau aku tidak akan makan dan tidak akan minum sampai mati, sehingga kamu akan tercela karenanya? dan dikatakan kepadamu: Hai si pembunuh ibunya! Saya berkata: Aduhai ibu! Janganlah berbuat demikian, karena aku tidak akan meninggalkan agamaku ini hanya karena persoalan itu. Kemudian saya tetap diam selama satu hari satu malam, sedang ibuku telah kepayahan. Setelah benar-benar aku melihatnya demikian, maka saya berkata: Wahai ibuku! Engkau mengetahui keyakinanku. Demi Allah! Seandainya engkau mempunyai seratus nyawa, kemudian nyawa itu satu persatu keluar, maka aku tidak akan meninggalkan agamaku ini. Jika ibu mau, aku persilahkan ibu makan, kalau tidak terserah ibu tidak makan. Setelah ibu mengetahui kekuatan keyakinanku, maka segera ibu makan dan turunlah ayat tersebut di atas.

Kewajiban berbakti kepada kedua orang-tua disebutkan dalam beberapa riwayat:

وَ عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبْيْ بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَتْ: قَدِمَتْ عَلَيَّ أُمِّيْ وَ هِيَ مُشْرَكَةٌ فِيْ عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَاسْتَفْتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قُلْتُ: إِنَّ أُمِّيْ قَدِمَتْ رَاغِبَةً (أَيْ طَامِعَةً فِيْمَا عِنْدِيْ مِنْ بِرٍّ) أَفَأَصِلُ أُمِّيْ؟ قَالَ: نَعَمْ، صِلِيْ أَمَّكِ. فَأَنْزَلَ اللهُ: لاَ يَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِي الدِّيْنِ وَ لَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَ تُقْسِطُوْا إِلَيْهِمْ، إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ
رواه البخاري و مسلم و أبو داود و البيهقي

“Dan dari Asmā’ binti Abī Bakar r.a. ia berkata: Ibuku datang kepadaku sedang dia itu masih musyrik pada masa Nabi masih hidup. Lalu saya meminta pertimbangan atau fatwa kepada Rasūlullāh s.a.w., saya berkata: Sesungguhnya ibuku mendatangi aku dengan harapan kebaktianku kepadanya. Maka apakah aku boleh berbuat baik kepadanya? Beliau bersabda: “Ya, tetaplah menghubungi dan berbuat baik kepadanya.” Kemudian Allah menurunkan ayat: “Allah tidak melarang kepadamu untuk berbuat baik dan berlaku adil dengan orang-orang yang tidak memerangi kamu sebab agama, dan tidak mengusir kamu dari kampungmu. Sesungguhnya Allah itu senang kepada orang yang berlaku adil.” (al-Mumtaḥanah: 8)
(Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhārī, Muslim, Abū Dāūd dan Baihaqī)

وَ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: مَرَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَلَى ابْنِ أُبَيِّ بْنِ سَلُوْلٍ وَ هُوَ فِيْ ضِلٍّ فَقَالَ: قَدْ غَبَّرَ عَلَيْنَا ابْنُ أَبِيْ كَبْشَةَ – يَعْنِيْ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ. فَقَالَ ابْنُهُ عَبْدُ اللهِ: وَ الَّذِيْ أَكْرَمَكَ وَ أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ لِئِنْ شِئْتَ لآتِيَنَّكَ بِرَأْسِهِ فَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ: لاَ وَ لكِنْ بِرَّ أَبَاكَ وَ أَحْسِنْ صُحْبَتَهُ.
رواه الطبراني في الأوسط

“Dan dari Abū Hurairah r.a. ia berkata: Rasūlullāh s.a.w. berjalan di depan ‘Abdullāh bin Ubai bin Salūl yang waktu itu berada dalam perlindungan sedang bercakap-cakap, lalu menghina Nabi dengan kata-kata: Ibnu Abī Kabsyah (yang dimaksudkan Rasūlullāh) telah merusak kehidupan di kota ini… Maka putranya yang bernama ‘Abdullāh mengadukan kepada Nabi dan berkata: Demi Dzāt yang memuliakan engkau dan yang menurunkan kitab kepada engkau! Sungguh kalau engkau berkenan, aku akan datang menghadapmu nanti dengan membawa tengkoraknya. Maka beliau menjawab: “Jangan kau lakukan itu! Akan tetapi berbaktilah kepada ayahmu dan pergaulilah dia dengan baik!
(Riwayat ath-Thabrānī di dalam al-Ausath)