Apabila seorang hamba Allah telah dibukakan jalan untuk mengetahui Allah, maka apakah sesuatu yang harus dihadapinya sebagai ‘aqidah dan pegangan? Al-Imām Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī telah merumuskan tentang hal ini dalam Kalam Hikmahnya yang ke-8 sebagai berikut:
8. إِذَا فَتَحَ لَكَ وِجْهَةً مِنَ التَّعَرُّفِ فَلَا تُبَالِ مَعَهَا إِنْ قَلَّ عَمَلُكَ فَإِنَّهُ مَا فَتَحَهَا لَكَ إِلَّا وَ هُوَ يُرِيْدُ أَنْ يَتَعَرَّفَ إِلَيْكَ أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ التَّعَرُّفَ هُوَ مُوْرِدُهُ عَلَيْكَ وَ الْأَعْمَالُ أَنْتَ مُهْدِيْهَا إِلَيْهِ وَ أَيْنَ مَا تُهْدِيْهِ إِلَيْهِ مِمَّا هُوَ مُوْرِدُهُ عَلَيْكَ.
“Apabila Allah membukakan bagi engkau jalan untuk mengenal-Nya, maka janganlah engkau ambil perduli tentang sedikit amalan engkau, karena Allah s.w.t. tidak membukakan jalan tadi bagi engkau selain Ia-Nya Allah berkehendak memperkenalkan (dzāt-Nya atau sifat-Nya) kepada engkau.”
Tidaklah engkau ketahui bahwa “memperkenalkan” itu adalah pemberian Allah atas engkau. Sedangkan ‘amal-‘amal (yang engkau kerjakan) engkau berikan ‘amal-‘amal itu untuk Allah dan di manakah fungsi pemberian engkau kepada Allah apabila dibandingkan pada apa yang didatangkan Allah atas engkau.”
Kalam Hikmah ini mengandung pengertian yang dalam sekali tentang tujuan kita selaku hamba Allah dalam perjalanan kepada Allah dengan mengerjakan ‘amal ‘ibādah sebagai yang dikehendaki dalam ajaran-ajaran agama kita, agama Islam. Untuk menjelaskan ini Kalam Hikmah ini adalah sebagai berikut:
Ma‘rifat kepada Allah ialah kita merasakan bahwa Allah “ADA” di mana saja kita berada. Allah melihat hal keadaan kita, dan pula perasaan kita yang bercampur dengan ‘aqīdah yang mendalam bahwa tidak ada yang berbuat dan berkuasa selain hanya Allah s.w.t.
Di mana saja ia berada, Allah selalu besertanya. Segala perbuatannya dan tindak-tanduknya dilihat oleh Allah. Apa saja yang ia kerjakan adalah Allah yang menciptakannya.
Oleh sebab itu, meskipun sedikit ‘amal ‘ibādah yang kita kerjakan, tetapi hati kita terus mendekat kepada Allah sehingga terbukalah ma‘rifat kita kepada dzāt-Nya dan sifat-Nya dalam kita melihat alam makhlūq dunia ini.
Hamba Allah yang shāliḥ mempunyai pendirian, bahwa pemberian si hamba kepada majikan adalah dianggap kecil, apabila dibandingkan dengan pemberian majikan kepada hamba-Nya, meskipun pemberian si hamba jauh lebih besar dan lebih banyak daripada pemberian majikan kepada hambanya. Sebab pemberian si hamba pada hakekatnya tidak kembali kepada tuannya (majikannya), tetapi kembali kepada si hamba juga.
Kesimpulannya, bahwa kita selaku hamba Allah, biarlah ‘amal ‘ibādah kita sedikit, asal saja ma‘rifat kita kepada Allah bersemayam di dalam diri kita. Ini adalah lebih bagus daripada ‘amal ‘ibādah yang banyak tetapi hati kita lalai kepada Allah, tidak sejalan antara ‘ibādah yang kita kerjakan dengan hati kita sendiri. Sebab itu maka Allah mencela dan memandangg rendah orang-orang yang mengerjakan sembahyang tetapi hatinya tidak kepada Allah, sebagaimana firman-Nya dalam Surat al-Mā‘ūn juz 30, ayat 4, 5, dan 6 sebagai berikut:
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْنَ. الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُوْنَ. الَّذِيْنَ هُمْ يُرَاؤُوْنَ
“Sebab itu celakalah orang-orang yang sembahyang. Di mana mereka lalai dari sembahyangnya. Mereka mengerjakan kebaikan supaya dilihat orang.”
Apabila kita diberikan oleh Allah sebagian nikmat ma‘rifat kepada-Nya, maka hendaklah selalu kita hadapkan hati kita kepada Allah dalam arti yang luas sebab Dialah Yang Maha Berkehendak. Maha Berkuasa, Maha Pengasih, Maha Penyayang dan lain-lain sebagainya dari sifat-sifat Allah Yang Maha Agung dan tidak terhingga jumlahnya.
Dengan demikian Allah akan menambah hampir kita kepada-Nya dan mementingkan kita dalam segala hal yang kita hadapi. Oleh karena itu maka hamba-hamba Allah yang ‘Ārif kepada-Nya, kadang-kadang kita lihat ‘amal lahiriyyah mereka sedikit, tetapi rupanya yang sedikit sedangkan nilainya yang lebih besar di sisi Allah s.w.t.
Inilah yang menyebabkan hamba-hamba Allah yang shāliḥ tidak putus-putus dari mulut mereka apabila mereka mengingat Allah, dengan kalimat dialog:
إِلهِيْ أَنْتَ مَقْصُوْدِيْ وَ رِضَاكَ مَطْلُوْبِيْ.
“Wahai Tuhanku! Engkaulah yang aku tuju dan keridhaan Engkaulah yang aku cari!”
Mudah-mudahan Allah s.w.t., memberikan kepada kita nikmat ma‘rifat kepada-Nya. Āmīn.