Huuh… Bila mau menarik napas, silakan saja. Nasihat-nasihat Ibnu ‘Athā’illāh memang sering kali mengoyak hati – menyadarkan diri yang sudah lama terbuai dan lalai. Sekarang sudah jelas bagi kita mana yang perlu kita cemaskan dan mana yang tidak dalam hidup ini. Kita akan menjadi tenang melakoni setiap keadaan bila kita bersandar penuh kepada Allah – bila kita bertawakkal kepada-Nya. Oleh karena itu, mari simak uraian Syaikh al-Ḥārits al-Muḥāsibī dalam sebuah tulisan di kitab Ᾱdāb al-Nufūs tentang pentingnya tawakkal (at-tawakkal ‘alā Allāh) dan bagaimana tawakkal lebih membantu hidup kita.
2
Al-Ḥārits al-Muḥāsibī (165-243 H).
Aku memuji Allah di hadapan kalian semua dengan pujian orang yang mengenali bahwa kebaikan hanyalah berasal dari-Nya, dan tidak mengenal sesembahan selain-Nya. Aku memohon kepada-Nya sikap tawakkalnya kaum yang mengabdi dengan tulus kepada-Nya.
Sesungguhnya Allah mengistimewakan hamba-hambaNya yang bersaing secara sehat dalam berdedikasi kepada-Nya, untuk mengenalkan nikmat-Nya yang banyak dan kebaikan-Nya yang berkesinambungan kepada mereka, sehingga duka lara dunia sirna dari hati mereka dan kesibukan akhirat semakin memenuhi dada mereka karena diisi dengan wibawa Tuhan. Mereka pun membiasakan hati dengan ketundukan ubudiah dan mengecimpungkan diri di jalan tawakal kepada Allah.
Saudaraku, engkau hanya dapat dianggap bertawakal kepada Allah jika memutus segala harapan kepada selain-Nya. Bagaimana dirimu tidak dipandang pemurah jika memutus setiap ketergantungan pada dunia dari hatimu, dan hatimu berkonsentrasi penuh menghadap Allah, serta engkau secara tulus bertawakkal kepada-Nya, Allah mencukupi orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Orang yang bertawakkal secara teguh adalah orang yang tidak menundukkan qalbunya pada makhluk karena qalbunya dipenuhi keyakinan terhadap jaminan Allah.
ORANG YANG BERTAWAKKAL SECARA PENUH ADALAH ORANG YANG MENGANGGAP SEBAGIAN KECIL DARI PEMBERIAN ALLAH SEBAGAI SUATU PEMBERIAN YANG BESAR DIBANDING NILAI DIRINYA YANG KECIL, karena ia menyadari keagungan nilai Allah. Ia merasa tenang lantaran telah meraih inti keyakinan, suatu kedudukan yang sebetulnya membuat iri kaum yang rakus akan dunia.
Siapa yang hatinya beranggapan bahwa nikmat di langit dan bumi hanya milik Allah, maka hatinya akan merasa tenang dari siksaan ambisi. Tidakkah engkau mendengar firman Allah:
هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللهِ يَرْزُقُكُمْ مِّنَ السَّمَاءِ وَ الْأَرْضِ
“Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kalian dari langit dan bumi?” (Fāthir [35]: 3). Dia juga berfirman:
أَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَ الْأَمْرُ تَبَارَكَ اللهُ رَبُّ الْعَالَمِيْنَ
“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (al-A‘rāf [7]: 54).
Jika keyakinan selalu bersemayam dalam qalbumu, maka engkaulah orang yang menyadari Allah, karena kekuasaan itu hanya milik Allah – tak ada makhluk-Nya yang ikut serta menggenggam kuasa. Dan, ambisimu atas dunia akan semakin membesar bila keyakinan itu engkau tinggalkan.
Karena itu, tentanglah ambisi duniawi dengan rasa puas dengan jatah rezekimu. Engkau perlu bersegera memusuhi ambisimu pada dunia sebab ambisi itu tidak pernah memberi dan tidak pernah pula mencegah rezeki.
Orang yang bertawakkal kepada Allah tidak membutuhkan pemberi dan pencegah selain Allah. Sebab, ia membutuhkan Allah dan tidak membutuhkan orang lain. Hatinya merasa tenang dari keresahan sehingga tidak ada bahaya makhluk yang dapat mengancam hatinya.
Siapa percaya kepada selain Allah, hal itu tak akan mencukupinya. ORANG YANG BERTAWAKKAL MEMBIASAKAN KETAQWAAN SEHINGGA ALLAH MEMBERINYA JALAN KELUAR DAN REZEKI YANG TIDAK PERNAH DISANGKA-SANGKA DAN TIDAK PERNAH MENGURANGI YANG DISANGKA. Allah berfirman:
وَ مَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“Siapa bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi segala sesuatu.” (ath-Thalaq [65]: 3)
Seorang mutawakkil selalu bertawakkal kepada Allah dalam seluruh kebutuhannya, entah itu persoalan duniawi ataupun ukhrawi, dan ia memutus asa-kepada-selain- Allah. Ia tidak pernah melihat dirinya sebagai sarana ikhtiar bagi dirinya sendiri, karena Allah cukup baginya. Siapa seperti itu, berarti ia telah meraih inti keyakinan.
Inilah derajat yang tidak ada derajat lain yang lebih tinggi darinya dalam hal ketenangan hati kepada Allah dan janji-Nya, karena sang hamba telah menjadikan Allah sebagai pelindung yang mencukupinya. Siapa menjadikan Allah sebagai pelindung yang mencukupinya, ia tidak akan merasa kehilangan apa pun karena Allah telah menjamin dirinya.
Seluruh makhluk sangat membutuhkan Allah di tiap keadaan, di tiap gerak maupun diam. Sebab, Dia Maha Kaya. Siapa percaya kepada selain Allah, berarti ia telah merasa melihat sebuah kekuasaan yang lebih besar dari kekuasaan Allah. Siapa percaya kepada Allah, maka ia tidak membutuhkan kekuasaan lain, karena Allah cukup baginya. Pada Allah terkumpul kekayaan seluruh makhluk, dan tak ada makhluk mana pun yang padanya terkumpul kekayaan Allah, karena Allah-lah Yang Maha Kaya.
Jika engkau sadar bahwa Allah cukup bagi siapa yang bertawakkal kepada-Nya, bagaimana engkau tidak meminta kecukupan dengan bertawakkal kepada Allah?
Bukankah engkau tahu bahwa Dzāt Pemberi rezeki telah membagi-bagi penghidupan kepada makhluk-makhlukNya? Dia juga telah melebihkan rezeki sebagian makhluk atas yang lain. Dia telah memberikan dan memperhitungkan apa yang Dia putuskan. Lalu, bagaimana bisa engkau berusaha keras mencari apa yang tidak diberikan-Nya kepadamu?
Tidakkah engkau mendengar firman Allah:
وَ إِنْ يَمْسَسْكَ اللهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَ إِنْ يَمْسَسْكَ بِخَيْرٍ فَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Jika Allah menimpakan suatu kemudaratan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya kecuali Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (al-An‘ām [6]: 17). Lantas, bagaimana mungkin engkau memohon kepada selain Allah agar dihindarkan dari bahaya atau diberi manfaat?
Bagaimana engkau takut kehilangan kebaikan yang diinginkan Allah padamu? Jika Dia tidak menginginkan kebaikan padamu, lalu siapa lagi yang akan memberikan kebaikan itu kepadamu?
ORANG YANG BERTAWAKKAL KEPADA ALLAH TIDAK PERNAH MEMINATI DUNIA. IA TIDAK MELIHAT DUNIA SEBAGAI KEHORMATAN DIRINYA, DAN TIDAK PULA IA MELIHAT DUNIA KECUALI UNTUK ALLAH. Sama saja baginya, apakah mengarungi laut, berjalan di darat, bersikap mesra atau bersikap galak, bekerja atau duduk. Karena, Allah cukup bagi orang yang bertawakkal kepada-Nya. Tidakkah engkau mendengar firman Allah:
أَلَيْسَ اللهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ وَ يُخَوِّفُوْنَكَ بِالَّذِيْنَ مِنْ دُوْنِهِ
“Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba-hambaNya. Dan mereka menakut-nakuti kamu dengan (sembahan-sembahan) yang selain Allah.” (az-Zumar [39]: 36).