Hati Senang

Syafa‘at Dalam al-Qur’an al-Karim – Mengetuk Pintu Syafa’at

Mengetuk Pintu Syafā‘at Oleh: Syafiqul Anam al-Jaziriy   Penerbit: Pustaka Group

Syafā‘at Dalam al-Qur’ān al-Karīm

 

Dalam kitab suci al-Qur’ān al-Karīm, kata syafā‘at dipergunakan untuk menunjukkan beberapa arti yang berlainan. Jumlah seluruh ayat yang secara langsung menyebut masalah syafā‘at ini adalah 25 ayat yang tersebar di delapan belas surat al-Qur’ān. Semua ayat tadi menunjukkan arti permohonan ampun atas dosa-dosa seperti yang disebutkan dalam arti istilah syafā‘at yang pertama dan tidak mengacu pada permohonan akan kedudukan yang tinggi di sisi Allah s.w.t.

Tema syafā‘at dalam al-Qur’ān al-Karīm dapat kita bagi ke dalam dua permasalahan, yaitu sebagai berikut:

Pertama, permasalahan mengenai pemberi syafā‘at.

Kedua, permasalahan mengenai kelompok yang berhak menerima syafā‘at dan mereka yang tidak berhak mendapatkannya.

Perlu dicatat, ketika al-Qur’ān menjelaskan sebuah kriteria tertentu, berarti ia menerangkan sebuah sifat tertentu yang dimiliki oleh sekelompok orang pada kehidupan mereka di dunia.

Selain kedua permasalahan di atas, sebagian orang berpendapat bahwa ada permasalahan ketiga dalam al-Qur’ān mengenai syafā‘at, yaitu bahwa al-Qur’ān menafikan adanya syafā‘at sama sekali.

Menurut kami, dalam kitab suci al-Qur’ān tidak ada satu ayat pun yang menunjukkan penafian syafā‘at secara mutlak. Pe-nafi-an yang ada hanya menunjuk kepada sekelompok orang yang disebut oleh Allah sebagai kelompok yang memiliki sifat kekafiran. Sifat inilah yang menyebabkan mereka tidak berhak mendapatkan syafā‘at. Dengan kata lain, syafā‘at yang dinafikan oleh al-Qur’ān adalah yang berhubungan dengan kaum kafir.

Di saat al-Qur’ān menafikan syafā‘at bagi sekelompok orang dengan kriteria tertentu, pada saat yang sama, ia menegaskan realitas syafā‘at bagi kelompok yang menyandang gelar kaum mu’minīn.

Allah s.w.t. berfirman:

وَ ذَرِ الَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا دِيْنَهُمْ لَعِبًا وَ لَهْوًا وَ غَرَّتْهُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَ ذَكِّرْ بِهِ أَنْ تُبْسَلَ نَفْسٌ بِمَا كَسَبَتْ لَيْسَ لَهَا مِنْ دُوْنِ اللهِ وَلِيٌّ وَ لَا شَفِيْعٌ وَ إِنْ تَعْدِلْ كُلَّ عَدْلٍ لَّا يُؤْخَذْ مِنْهَا أُوْلئِكَ الَّذِيْنَ أُبْسِلُوْا بِمَا كَسَبُوْا لَهُمْ شَرَابٌ مِّنْ حَمِيْمٍ وَ عَذَابٌ أَلِيْمٌ بِمَا كَانُوْا يَكْفُرُوْنَ

Dan tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agama (141) mereka sebagai main-main dan senda-gurau, (152) dan mereka telah ditipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan al-Qur’ān itu agar masing-masing diri tidak dijerumuskan ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak akan ada baginya pelindung dan tidak (pula) pemberi syafā‘at (163) selain daripada Allah. Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusan pun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka, disebabkan perbuatan mereka sendiri. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan ‘adzāb yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.” (QS. al-An‘ām: 70).

Kita bisa saksikan bahwa ayat ini mengecualikan syafā‘at bagi orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan senda-gurau dan bagi mereka yang telah ditipu oleh kehidupan dunia.

Dalam ayat lain, juga disebutkan:

Wahai orang-orang yang beriman, belanjakanlah di jalan Allah sebagian dari rezeki yang telah Kami anugerahkan kepada kalian sebelum datangnya hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual-beli, persahabatan dan syafā‘at. Sedangkan kaum kafir, mereka adalah orang-orang yang zhālim.” (QS. al-Baqarah: 254).

Meskipun ayat ini diawali dengan panggilan kepada kaum Mu’minīn, tetapi itu tidak berarti bahwa ayat ini menafikan syafā‘at sama sekali. Akhir ayat yang menyebutkan bahwa kaum kafir adalah orang-orang yang zhālim menunjukkan bahwa ayat ini menafikan syafā‘at bagi mereka. Jadi, ayat ini menganjurkan kepada kaum mu’minīn untuk menginfāqkan sebagian dari harta mereka di jalan Allah s.w.t. seraya memperingatkan mereka bahwa keengganan berinfāq di jalan Allah sama dengan kekufuran. Dengan demikian, orang yang tidak mau berinfāq termasuk kelompok kaum kafir dan tidak berhak mendapatkan syafā‘at di hari kiamat kelak. Demikianlah ‘Allāmah Thabāthaba’ī menafsirkan ayat di atas. (174)

Perlu kami jelaskan di sini, ayat ini adalah salah satu argumen yang sering digunakan untuk menafikan syafā‘at. Menurut kami, berargumen dengan ayat ini benar jika saja ayat tersebut tidak diakhiri dengan kalimat yang artinya berbunyi:

Sedangkan kaum kafir, mereka adalah orang-orang yang zhālim”.

Kalimat terakhir ini berarti bahwa mereka yang tidak menginfāqkan sebagian dari harta mereka di jalan Allah tidak akan menerima syafā‘at karena mereka masuk ke dalam kelompok kaum kafir, sebagaimana yang telah disinggung di atas.

Dari sinilah kita katakan bahwa al-Qur’ān al-Karīm tidak pernah menafikan syafā‘at secara mutlak. Penafian yang kita dapatkan adalah berkenaan dengan syafā‘at bagi sekelompok umat manusia yang memiliki kriteria tertentu, yang jika kriteria itu hilang maka hilanglah penafian tersebut.

Sebaliknya, banyak sekali kita temukan ayat-ayat suci al-Qur’ān yang menunjukkan adanya syafā‘at, seperti ayat di bawah ini:

Tiadalah mereka menunggu-nunggu kecuali (terlaksananya kebenaran) al-Qur’ān itu. Pada hari datangnya kebenaran pemberitaan al-Qur’ān itu, berkatalah orang-orang yang sebelum itu melupakannya: “Sesungguhnya telah datang utusan-utusan Tuhan kami dengan membawa kebenaran. Adakah pemberi syafā‘at bagi kami atau dapatkah kami kembali (ke dunia) sehingga kami dapat melakukan perbuatan yang lain dari apa yang pernah kami perbuat?” Sungguhnya mereka telah merugikan diri sendiri dan lenyaplah tuhan-tuhan yang mereka ada-adakan.” (QS. al-A‘rāf: 53).

Ayat ini menceritakan tentang keadaan yang dialami oleh mereka yang telah mendustakan Allah. Pada hari kiamat, mereka tidak mendapatkan syafā‘at karena mereka adalah orang-orang yang telah merugikan diri sendiri. Artinya, pada saat yang sama, ayat ini menjelaskan akan adanya syafā‘at yang tidak bakal mereka terima.

Allah s.w.t. berfirman:

Tidak ada orang yang mendapat syafā‘at kecuali mereka yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah.” (QS. Maryam: 87).

Pada ayat lain, Allah berfirman:

Di hari itu, syafā‘at tidak akan berguna kecuali bagi orang yang telah diberi idzin oleh Allah dan diridhāi perkataannya.” (QS. Thāhā: 109).

Simak pula ayat berikut ini:

Dan sesembahan yang mereka sembah tidak dapat memberi syafā‘at. Akan tetapi (yang dapat memberi syafā‘at adalah) orang yang menyaksikan kebenaran dan mereka yang mengetahuinya.” (QS. Zukhruf: 86)

Semua ayat di atas (dan masih banyak ayat lainnya) menunjukkan akan adanya syafā‘at di hari kiamat nanti. Hanya saja, pemberi syafā‘at haruslah memiliki beberapa kriteria seperti di bawah ini:

Mereka yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah.”

orang yang telah diberi idzin oleh Allah”.

Orang yang menyaksikan kebenaran dan mereka yang mengetahuinya”.

Mereka yang memiliki tiga sifat tersebut adalah hamba-hamba Allah yang berhasil mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi-Nya sehingga bisa memberi syafā‘at kepada orang-orang yang mereka kehendaki, tentunya setelah mendapat idzin dari Allah s.w.t.

Kesimpulannya adalah bahwa syafā‘at merupakan fakta yang benar-benar ada di hari kiamat nanti. Hanya saja, baik pemberi syafā‘at maupun yang menerimanya haruslah memiliki kriteria-kriteria tertentu dan syafā‘at ini tidak akan didapatkan oleh sebagian orang.

Catatan:

  1. 14). Ya‘ni agama Islam yang disuruh mereka mematuhinya dengan sungguh-sungguh.
  2. 15). Arti menjadikan agama sebagai main-main dan senda gurau ialah memperolokkan agama itu mengerjakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-Nya dengan dasar main-main dan tidak sungguh-sungguh.
  3. 16). Syafā‘at usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain Syafā‘at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafā‘at bagi orang-orang kafir.
  4. 17). Sayyid Muḥammad Ḥusain Thabāthaba’ī, al-Mīzānu fī Tafsīr-il-Qur’ān, 2 hal. 323.
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.