Kebanyakan ahli sejarah mengatakan bahwa Isrā’ dan Mi‘rāj itu terjadi ketika Rasūl tidak berapa lama lagi berhijrah ke Madīnah, kira-kira satu setengah tahun lagi (pertengahan tahun 12 dari kenabian). Menurut itu maka peristiwa ini terjadi pada tahun 622 Masehi, dengan tidak melupakan ada juga beberapa keterangan lain yang mengatakan lain pula. Akan tetapi di samping dua tiga catatan sejarah tentang tarikh terjadinya Isrā’ dan Mi‘rāj, tentang peristiwa kejadian itu adalah sama jalan riwayatnya serta sama pula tendensinya.
Apabila sejarah itu kita perhatikan, tampaklah kepada kita tentang maksud yang tinggi sekali dari peristiwa ini. Sungguhpun hikmah Isrā’ dan Mi‘rāj itu tidak terbatas untuk Rasūl dengan sahabat-sahabatnya saja, bahkan seluruh kaum Muslimin di sepanjang zaman, akan tetapi tidak menjadi halangan manakala kita perhatikan sebab-sebab yang menjadi dasar kejadian di atas. Karena dasar-dasar itu baik pula menjadi dasar-dasar untuk mendatangkan perubahan semangat dan kemajuan agama bagi seluruh umat Islam di sepanjang zaman.
Ketika peristiwa Isrā’ dan Mi‘rāj itu terjadi, agama Islam sudah berumur 11 tahun lebih dan pengikutnya pun sudah beratus jumlahnya. Ada yang tinggal menetap di Makkah, ada yang di Ethiopia dan ada juga di tempat yang lain.
Masa sepanjang itu sudah dilalui Nabi s.a.w. dengan penuh kesungguhan dan kesabaran, sehingga suara agama Islam sudah tersiar sampai di sekeliling negeri Makkah, bahkan sudah menyeberang ke tanah Abbesinia, walaupun demikian belum seberapa hasil yang dicapainya. Dan adalah satu-satunya hal yang tidak dapat diabaikan yaitu reaksi kaum musyrikin sendiri luar biasa keras dan ganasnya.
Di samping itu Nabi baru saja ditimpa musibah kewafatan paman dan istrinya. Seruannya di Thā’if, di tempat kediaman berbagai suku ‘Arab dan di musim-musim mereka, semuanya belum membawa hasil serta disakiti orang pula di sebagian tempat.
Sungguhpun demikian halangan dan reaksi yang sudah-sudah itu disambut Nabi bersama sekalian sahabatnya dengan tenang dan tabah, sehingga kemenangan dan kebenaran tetap berdiri di pihak Islam. Akan tetapi tidaklah pada tempatnya apabila sekalian percobaan itu dibiarkan saja Nabi dan kaum Muslimin mengalaminya dengan tidak memberikan bantuan semangat. Untuk itulah Tuhan semesta alam mengadakan Isrā’ dan Mi‘rāj dalam tahun itu atas diri Nabi Muḥammad s.a.w. untuk menambah semangat mereka, dan untuk memberikan kenyataan kepada kaum Muslimin, bagaimana kebenaran itu, juga akhirnya yang mendapat kemenangan seluas-luasnya dalam alam, serta membukakan pengetahuan tentang alam-alam Tuhan yang maha luas dan maha indah selain daripada dunai yang kasar ini, agar pikiran manusia janganlah tersuntuk di dalam alam yang sempit ini saja. Perlu sekali kaum Muslimin diberitahu Tuhan bagaimana surga tempat kediaman orang-orang yang baik dan berbakti, dan bagaimana pula neraka tempat sekalian orang yang ingkar dan senantiasa melakukan kejahatan. Demikian juga keadaan-keadaan di dalam alam langit yang maha luas yang penuh dengan malaikat-malaikat dan lain-lainnya.
Dengan perantaraan wahyu semuanya itu dapat dijelaskan kepada kaum Muslimin, akan tetapi keterangan yang dipersaksikan Rasūl dengan sendirinya tentu lebih berbekas daripada yang lainnya. Ringkasnya kepergian Rasūl dalam Isrā’ dan Mi‘rāj itu sangat penting untuk membantu semangat dan rohani kaum Muslimin umumnya, untuk menambah semangat mereka mengembangkan agama Tuhan ini. Juga untuk menghadapi berbagai reaksi dan perlawanan yang bagaimana juga dari segala pihak, sebagaimana berguna sekali untuk menambah pengetahuan kaum Muslimin tentang hakikat-hakikat agama ini, tentang sejarah perkembangan agama-agama yang besar sekali faedahnya untuk memperkokoh keimanan mereka terhadap agama ini, terutama karena di dalam agama Islam terdapat satu bagian yang harus dipercayai dengan sungguh-sungguh, yaitu mempercayai hal-hal yang ada di dalam alam ghaib. Karena kedatangan Nabi-nabi itu bukan sekadar akan memberikan pimpinan dalam urusan keduniaan saja, tetapi juga yang terutama sekali memberitahukan dari hal alam-alam Tuhan yang lain daripada alam kasar ini yaitu dunia. Itulah yang disebut orang dalam ‘ilmu pengetahuan dengan “Mā warā ath-thabī‘āt”, artinya alam-alam yang di sebalik natur ini atau alam metafisika, yaitu alam-alam dan pengetahuan-pengetahuan yang tidak akan dapat diketahui manusia dengan positif karena akalnya, jika tidak diberitahukan Allah dengan perantaraan Nabi-nabi ataupun Rasūl-rasūl.
Tegasnya baik dari pihak propaganda Islam, maupun dari pihak rukun-rukun agama ini, demikian juga dari sudut ‘ilmu pengetahuan, semuanya meminta Isrā’ dan Mi‘rāj itu diadakan. Bagaimana besar hasilnya Isrā’ ini, tidak lama lagi sejarah akan menyatakannya kepada kita adanya. Coba kita tunggu saja perkembangan teknologi sekarang ini.