Orang Pertama Yang Memperoleh Syafa‘at & Cara Memperoleh Syafa‘at Nabi – Mengetuk Pintu Syafa’at

Mengetuk Pintu Syafā‘at
Oleh: Syafiqul Anam al-Jaziriy
 
Penerbit: Pustaka Group

4. Orang Pertama Yang Memperoleh Syafā‘at

 

Syafā‘at adalah hak khusus bagi Allah.
Dia-lah yang menguasainya. Syafā‘at tidak diberikan kepada
seseorang tanpa idzin dari-Nya. Syafā‘at diberikan
oleh orang yang diridhai Allah dan dengan idzin
dari-Nya, dengan demikian syafā‘at
adalah mutlak (milik) Allah s.w.t.

Sesungguhnya tak ada yang lebih berhak dan berkuasa daripada Allah s.w.t. Dialah pemberi syafā‘at dan syafā‘at tersebut ia berikan atas kehendak-Nya. Rasūlullāh s.a.w. adalah orang yang pertama kali memperoleh syafā‘at dari Allah s.w.t.

Tatkala ujian semakin dahsyat terhadap manusia di tempat yang agung, maka para hamba mencari-cari para rasūl yang memiliki kedudukan tinggi supaya dapat memberikan syafā‘at (pertolongan) mereka di sisi Tuhan mereka. Hal itu dimaksudkan agar rasūl dapat membebaskan manusia dari beban dan kesengsaraan Hari Kiamat.

Mulanya mereka memohon kepada ayah mereka, Ādam, untuk melaksanakan tugas besar ini, mengingatkan kepadanya tentang kelebihan dan pemuliaan yang diberikan Allah kepadanya, namun ia menolak dan memohon maaf (karena tak mampu melakukannya), dan menyebutkan kemaksiatan yang pernah dilakukannya terhadap Tuhannya tatkala ia memakan pohon yang diharamkan Allah.

Kemudian, Ādam menganjurkan mereka untuk menemui Nūḥ yang merupakan rasūl yang pertama kali diutus Allah kepada manusia, dan ia telah diberi nama oleh Allah sebagai hamba yang banyak bersyukur, tetapi ia menolak dan menyebutkan kekurangan yang dilakukannya dalam mengerjakan sebagian hak Tuhannya.

Nūḥ pun memberikan isyarat untuk menemui rasūl-rasūl yang termasuk dalam kategori ulul-azmi. Namun, pada akhirnya, sampai kepada Rasūl terakhir, Muḥammad s.a.w. yang telah diampuni dosanya oleh Allah, baik dosa yang terdahulu ataupun dosa yang terakhir, sehingga ia menduduki tingkatan yang disanjung oleh generasi yang terdahulu dan terakhir, serta tampak kedudukan agung dan derajat tinggi beliau. (221)

Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Jika telah datang Hari Kiamat, maka saya menjadi pemimpin para nabi, juru bicara mereka, dan pemilih syafā‘at tanpa bermaksud berbangga diri.” (232).

Biasanya, ketika seseorang menyebutkan kedudukan dirinya, ia menyebutkannya dengan maksud untuk membanggakan diri. Namun, Nabi s.a.w. ingin menampik pemahaman orang yang berpikiran bahwa beliau menyebutkan kedudukan diri beliau itu dengan maksud untuk berbangga diri. Karena itulah, beliau mengatakan: “Bukan untuk berbangga diri.”

Demikianlah sifat Rasūlullāh s.a.w. yang selalu merendahkan diri dari sesuatu yang bisa mengotori hatinya. Karena itulah sudah sepatutnya Beliau adalah orang yang pertama kali mendapatkan syafā‘at di antara nabi-nabi yang lainnya.

Cara Memperoleh Syafā‘at Nabi.

Syafā‘at ma‘nanya adalah perantaraan, atau lebih jelasnya “bantuan untuk memohonkan pertolongan kepada Allah.” Syafā‘at Nabi maksudnya mengharapkan Nabi Muḥammad untuk menjadi perantara kita untuk memohonkan kebaikan (atau memohonkan untuk meringankan dosa-dosa kita) bagi kita kepada Allah di hari pengadilan nanti.

Tak semua orang bisa dengan mudahnya mendapatkan syafā‘at Nabi sebab untuk mendapatkan syafā‘at tersebut, seseorang harus mengetahui beberapa caranya sebagaimana berikut ini:

  • – Membaca Shalawat Nabi.

Syafā‘at Nabi Muḥammad s.a.w. merupakan sesuatu yang diimpikan oleh setiap Muslim. Sebab seorang Muslim tidak dapat mengandalkan ‘amalan ‘amilyyahnya semata di hari kiamat. Kita sangat memerlukan syafā‘at dari Rasūlullāh. Mengingat begitu pentingnya syafā‘at, maka mencarinya merupakan sesuatu yang wajib dilakukan oleh setiap Muslim, jika dirinya ingin selamat di hadapan Allah s.w.t. kelak.

Adapun cara yang paling efektif untuk memperoleh syafā‘at-nya adalah dengan cara membaca shalawat kepada beliau sebanyak-banyaknya. Dengan perantara shalawat inilah, in syā’ Allāh, seseorang akan selamat dari berbagai fitnah di dunia maupun di akhirat. Sehingga kita bisa menghadapi segala kesulitan di alam barzakh maupun di padang mahsyar.

Zaid bin Ḥabbāb meriwayatkan Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Barang siapa membaca shalawat kepadaku, maka dirinya wajib memperoleh syafā‘at-ku.

‘Ā’isyah r.a. berkata: “Barang siapa mencintai Allah pasti banyak menyebut-Nya (dengan banyak berdzikir kepada-Nya), buahnya ia akan diingat oleh Allah dengan pemberian rahmat dan ampunan-Nya. Ia dimasukkan surga bersama para nabi dan para wali-Nya, serta dimuliakan dengan memandang keindahan Dzāt-Nya.”

Barang siapa mencintai Nabi s.a.w., maka pasti ia banyak membaca shalawat kepadanya. Buahnya ia akan memperoleh syafā‘at dan akan dekat dengan beliau di surga. Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Perbanyaklah membaca shalawat kepadaku, sebab shalawat kalian menjadi ampunan dosa-dosa kalian, dan tuntutlah wasīlah bagiku serta tingginya derajat, sebab wasilahku merupakan syafā‘at bagi kalian di hadapan Tuhanku.

Maka bisa dikatakan takabbur bagi orang yang menyepelekan shalawat, yang hanya mengandalkan ‘amal ‘ibādahnya dan ia yakin bisa masuk surga. Menyepelekan shalawat berarti merendahkan Nabi. Karena itu, jangan sekali-kali kita menyepelekan shalawat, sebab efeknya besar sekali, terutama terhadap keselamatan ‘aqīdah, tingkah laku dan perkataan yang tidak terkontrol.

Syafā‘at Rasūlullāh s.a.w. tak hanya untuk orang-orang yang berdosa, tapi juga untuk mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan semacamnya, yaitu, karamah-karamah Allah s.w.t. yang istimewa, seperti bernaung di bawah ‘Arasy, tanpa menjalani pemeriksaan (ḥisāb) dan masuk surga dengan kecepatan tertentu, orang yang memohonkan wasilah akan mendapatkan itu semua atau hanya sebagiannya.

Membaca shalawat selain sebagai bukti rasa cinta kepada Rasūlullāh s.a.w. juga sebagai jembatan tali-kasih antara Nabi dan umatnya. Bahkan tak sedikit, para ‘ālim ‘ulamā’ yang mengakui keberhasilan dalam membaca shalawat, terlebih-lebih syafā‘at yang harus diterima.

Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Barang siapa yang membaca shalawat untukku pada waktu Shubuḥ sebanyak 10 kali dan pada waktu sore sebanyak 10 kali, maka ia akan memperoleh syafā‘at-ku pada Hari Kiamat.”

Barang siapa yang bisa meninggal dunia di Madīnah, maka hendaknya ia meninggal dunia di sana, karena sayat memberikan syafā‘at kepada orang yang meninggal dunia di sana.”

Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Saya menyembunyikan doaku sebagai bentuk pertolongan (syafā‘at) kepada umatku. Syafā‘at itu in syā’ Allāh akan diperoleh setiap umatku yang meninggal dunia dan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun.” (243).

Jika engkau mendengar mu’adzdzin (mengumandangkan adzan), maka katakanlah seperti yang ia katakan, lalu bershalawatlah untukku, karena barang siapa yang membacakan satu shalawat, lalu mohonlah kepada Allah dengan wasīlah (perantara)ku, karena sesungguhnya shalawat itu memiliki kedudukan di surga yang hanya dapat diperoleh oleh hamba Allah, dan saya berharap sayalah yang menjadi dia, maka barang siapa yang menjadikanku wasīlah dalam permohonannya, maka baginya syafā‘at (pertolongan) itu.” (254).

Barang siapa yang ketika mendengar seruan (adzan) membaca:

 

اللهُمَّ رَبَّ هذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَ الصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَ الْفَضِيْلَةَ وَ ابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِيْ وَعَدْتَهُ.

 

“Ya Allah, Tuhan Pemilik seruan yang sempurna ini, dan shalat ditegakkan, berikanlah Muḥammad wasīlah dan fadhīlah (keutamaan), dan limpahkanlah kepadanya tingkatan terpuji yang telah Engkau janjikan kepadanya.” Maka baginya syafā‘at-ku pada Hari Kiamat.” (265).

  • – Mengikuti Sunnah Rasūlullāh s.a.w.

Salah satu lagi cara dalam mendapatkan syafā‘at Rasūl adalah mengikuti sunnahnya dan menjauhi segala larangannya. Sebagai umat-Nya kita tentu tak terlepas dari segala apa yang disunnahkan oleh Rasūlullāh s.a.w.

Salah satu di antaranya adalah memotong kuku setiap hari senin dan kamis, puasa senin-kamis, dan lain sebagainya. Dengan mengikuti sunnahnya in syā’ Allāh kita akan mendapatkan syafā‘at-nya baik di dunia maupun di akhirat.

Rasūlullāh Muḥammad s.a.w. bersabda: “Barang siapa di antara umatku yang menghafal empat puluh hadits dari sunnahku, aku pasti akan memasukkannya ke dalam syafā‘at-ku pada Hari Kiamat.” (H.R. Ibn Abī-n-Najjār).

Berikut adalah petikan hadits-hadits yang dimaksud, in syā’ Allāh:

  1. Dua kalimat yang ringan di lidah namun berat dalam timbangan ‘amal dan disukai oleh Allah s.w.t. adalah mengucap: (سُبْحَانَ اللهِ وَ بِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ).
  2. Lebih baik seseorang menginjak bara api daripada menginjak kuburan.” (H.R. Ibn ‘Asākir).
  3. Aku bukanlah golongan yang menyukai permainan dan hiburan; keduanya bukan dari aku.” (H.R. Bukhārī).
  4. Allah melaknat orang-orang yang memakan riba, perantaranya, saksinya dan penulisnya.” (H.R. Aḥmad).
  5. Segala sesuatu itu mempunyai inti dan inti dari shalat adalah takbīr pertama.” (H.R. Baihaqī).
  6. Tidak dihalalkan bagi seorang Muslim untuk memutuskan hubungan dengan saudaranya lebih dari 3 hari.” (BM = Bukhārī-Muslim)
  7. Barang siapa yang diuji oleh Allah dengan dikarunia anak wanita lalu ia bersabar atasnya, maka anak wanita itu akan menjadi penghalang baginya dari api neraka.” (BM = Bukhārī-Muslim)
  8. Barang siapa yang meninggalkan shalat ‘Ashar terhapuslah ‘amalnya.” (HR. Bukhārī).
  9. Barang siapa yang melakukan shalat ‘Isyā’ berjamā‘ah seolah-olah ia telah melakukan shalat sepanjang malam dan barang siapa yang melakukan shalat Shubuḥ berjama‘ah seolah-olah ia telah melakukan shalat semalam penuh.” (HR. Muslim).
  10. Orang yang suka mengolok-olok, mencaci-maki dan bersikap sombong akan masuk neraka, semua sifat itu tidak akan berkumpul pada diri seorang mu’min.” (HR. ath-Thabrānī).
  11. Jamban (WC) adalah tempat berkumpulnya syaithan, karena itu, jika seorang di antara kalian memasuki WC, hendaklah mengucap: (بِسْمِ اللهِ).” (HR. Ibn-us-Sunnī).
  12. Semangat orang yang ber‘ilmu adalah dalam meneliti dan memahami, sementara semangat orang yang bodoh adalah menghafal tanpa mengerti.” (HR. Ibn ‘Asākir).
  13. Janganlah engkau bersahabat kecuali dengan orang mu’min dan jangan engkau biarkan orang memasakkan makananmu kecuali orang yang bertaqwā.” (HR. Aḥmad).
  14. Janganlah seorang wanita berpuasa (sunnah) kecuali seidzin suaminya.” (HR. al-Ḥākim).
  15. (لَا حَوْلَ وَ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ) “Tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah) adalah obat bagi 99 penyakit, yang paling ringan di antaranya adalah kesusahan”.” (HR. Ibn Abī-d-Dunyā).
  16. Yang pantas menjadi imam shalat atas manusia adalah yang paling fasih membaca al-Qur’ān.” (HR. Aḥmad).
  17. Gembiralah mereka yang berjalan dalam kegelapan menuju masjid bahwa mereka akan diterangi dengan cahaya yang amat terang pada hari kiamat.” (HR. Abū Dāwūd).
  18. Dinginkanlah makanan, karena sesungguhnya berkah tidak terdapat pada makanan yang panas.” (HR. al-Ḥākim).
  19. Empat perkataan yang paling disukai Allah adalah (سُبْحَانَ اللهِ، الْحَمْدُ للهِ، لَا إلهَ إِلَّا اللهُ، اللهُ أَكْبَرُ), tidak menjadi persoalan kalimat yang mana yang engkau dahulukan.” (HR. Muslim).
  20. Pintu-pintu surga dibuka setiap hari Senin dan Khamis, pada kedua hari itu Allah menghapus dosa-dosa setiap hamba-Nya yang tidak menyekutukan Allah kecuali bagi dua orang yang saling bermusuhan, maka dikatakan: “tangguhkan sampai mereka berdua berbaikan kembali”.”
  21. Sucikanlah dirimu dari air kencing, karena sesungguhnya sebagian besar siksa kubur itu diakibatkan olehnya.” (HR. ad-Dāruquthnī).
  22. Perlahan-lahan itu dari Allah dan tergesa-gesa itu dari syaithān.” (HR. al-Bayhaqī).
  23. Orang yang tobat dari perbuatan dosa itu laksana orang yang tidak pernah melakukannya.” (Shaḥīḥ-ul-Jāmi‘ oleh al-Albānī, dll.).
  24. Ada 3 hal yang jika seseorang melakukannya Allah akan menempatkannya dalam nauangan-Nya, mencurahkan rahmat-Nya dan memasukkannya ke dalam surga-Nya yaitu jika diberi rezeki dia bersyukur, jika mampu membalas ia bisa memberi maaf dan jika marah dia menahannya.” (Hadits shaḥīḥ al-Ḥākim).
  25. Ada 3 hal yang jika dilakukan seseorang berarti dia adalah munāfiq sekalipun ia berpuasa, melakukan shalat, menunaikan haji dan ‘umrah serta bersaksi bahwa “aku adalah Muslim” yaitu: jika berkata ia berdusta, jika berjanji dia ingkar dan jika dipercaya ia berkhianat.” (HR. Abū-sy-Syaikh).
  26. Dua hal yang tidak akan ditolak oleh Allah s.w.t. yaitu: doa ketika adzan dan doa di bawah curahan hujan.” (HR. al-Ḥākim).
  27. Doa tidak akan sampai kepada Allah hingga dibacakan shalawat kepada Muḥammad s.a.w. dan keluarganya.” (HR. Abū-sy-Syaikh).
  28. Doa yang dipanjatkan antara adzan dan iqamat pasti dikabulkan, karena itu berdoalah kalian.” (HR. Abū Ya‘lā).
  29. Adakalanya orang gembel (pengemis) yang ditolak untuk masuk rumah itu, kalau ia bersumpah kepada Allah niscaya Allah akan mengabulkannya.” (HR. Muslim).
  30. Allah akan merahmati orang yang shalat 4 raka‘āt sebelum ‘Ashar.” (HR. Abū Dāwūd).
  31. Dua raka‘at shalat sunnat Fajar lebih utama dibandingkan dengan dunia dan isinya.” (HR. Tirmidzī).
  32. Surat “Tabārak” dapat mencegah siksa kubur.” (HR. Ibnu Mardawaih),
  33. Orang yang berutang terbelenggu dalam kuburnya, tidak ada yang dapat melepaskannya kecuali setelah utang itu dilunasi.” (HR. ad-Daylamī).
  34. Tertawa-tawa dalam masjid akan menyebabkan kegelapan di dalam kuburnya.” (HR. ad-Daylamī).
  35. Seorang tamu itu datang bersama rezekinya, pergi membawa dosa-dosa tuan rumah dan membersihkan dosa-dosa mereka.” (HR. Abū-sy-Syaikh).
  36. Orang yang memyembunyikan ‘ilmunya dilaknat oleh segala sesuatu, bahkan oleh ikan di laut dan burung di angkasa.” (HR. Ibn-ul-Jauzī).
  37. Setiap jasad yang tumbuh dari yang haram adalah layak dibakar dengan api neraka.” (HR. ath-Thabrānī).
  38. Bukankah orang yang berjalan di air itu pasti basah kedua kakinya? Demikian pula orang yang mencari dunia ia tak akan luput dari dosa.” (HR. al-Bayhaqī).
  39. Himpitan kubur menjadi tebusan bagi setiap mu’min untuk setiap dosa yang melekat padanya dan belum diampuni.” (HR. ar-Rāfi‘ī).
  40. Orang yang makan dan bersyukur sama kedudukannya dengan orang yang berpuasa (karena tak punya makanan) lalu bersabar atasnya.” (HR. at-Tirmidzī).

Semoga kita termasuk golongan yang menerima syafā‘at dari Rasūlullāh Muḥammad s.a.w. Āmīn.

Catatan:

  1. 22). Dr. ‘Umar al-Asyqar, al-Qiyāmat-ul-Kubrā, hlm. 173.
  2. 23). HR. Aḥmad, at-Tirmidzī, dan Ibnu Mājah, dan al-Albānī menetapkan statusnya sebagai hadits ḥasan dalam Shaḥīḥ-ul-Jāmi‘, 781.
  3. 24). HR. Muslim, at-Tirmidzī dan Ibnu Mājah dari Abū Hurairah.
  4. 25). HR. Muslim, Aḥmad, dan an-Nasā’ī dari Ibnu ‘Amr.
  5. 26). HR. Aḥmad, al-Bukhārī, an-Nasā’ī, dan at-Tirmidzī dari Jābir.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *