Hati Senang

Miftah-ul-Falah: Tahapan Zikir Bagi Seorang Salik

Zikir Penenteram Hati - Terapi Makrifat | Ibnu 'Athaillah as-Sakandari

Dari Buku:
Zikir Penenteram Hati
(Judul Asli: Miftah-ul-Falah)
Oleh: Ibnu ‘Atha’illah as-Sakandari
Penerjemah: Fauzi Faishal Bahresy
Penerbit: Zaman.

BAGIAN SATU
MAKNA ZIKIR
Mengapa Perlu Mengingat Allah (Berzikir).
1

Orang yang menjaga zikir akan terpenuhi cahaya dan akan bisa menyaksikan berbagai hal gaib. Karena itu, siapa yang berkeinginan kuat untuk memperoleh petunjuk dan mendaki jalan makrifat, ia perlu mencari seorang syekh (pembimbing spiritual) yang telah mencapai hakikat, yang sedang meniti jalan, meninggalkan hawa nafsunya, serta teguh mengabdi kepada Tuhannya. Sungguh tepat ungkapan syair:

Tak mungkin al-Haqq bisa disaksikan,
Oleh musafir yang hawa nafsunya menjadi teman.

Apabila syekh yang mempunyai kriteria tadi sudah ditemukan, hendaknya ia mengerjakan semua perintah dan menjauhi semua larangan-Nya. Caranya adalah dengan berzikir menyebut nama-namaNya, menghiasi diri dengan perbuatan-perbuatan mulia, serta membersihkan diri dari semua yang tercela, entah berupa akhlak, amal perbuatan, ataupun hawa nafsu. Selain itu, ia juga harus selalu bertakwa, meminta tambahan karunia, melakukan amal-amal ibadah, dan mengikhlaskan tekad kepada Allah dalam setiap doa. Dalam suluk ada beragam jalan yang semuanya lurus.

Saya akan memulai menyebutkan sebuah jalan dari awal hingga akhir. Yaitu, jalan yang ditempuh oleh Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. yang saya terima dari beberapa orang yang telah mencapai tingkat hakikat. Pertama-tama, seorang salik membaca shalawat kepada Nabi s.a.w., bukan zikir-zikir yang lain. Sebab, Nabi s.a.w. merupakan sarana perantara antara kita dan Allah. Beliau adalah dalil yang menunjukkan kita atas keberadaan Allah serta orang yang memperkenalkan kita kepada-Nya. Bergantung kepada perantara lebih didahulukan sebelum kita bergantung kepada Dzat yang menjadi tujuan perantara. Selain itu, tempatnya ikhlas – yaitu qalbu – mempunyai potensi berpaling kepada sesuatu selain Allah. Sementara nafsu mempunyai potensi untuk mengarah kepada makhluk, memerintahkan keburukan, mengikuti syahwat, dan condong kepada kebatilan. Semua itu merupakan kotoran-kotoran yang bisa menghijab qalbu dari sifat ikhlas dan dari tujuan yang benar kepada Allah. Ia bisa menerima perintah-perintah setan. Seandainya tidak, tak mungkin setan menemukan jalan untuk sampai ke qalbu. Segala keburukan yang muncul akibat pengaruh setan menjadi indikator atau kelalaian dan keterpalingannya dari Allah. Padahal keberpalingan tersebut merupakan hijab, sedangkan hijab itu sendiri adalah kegelapan. Karena itu, seorang salik harus menghilangkan kegelapan tersebut dan melenyapkan segala kotoran yang ada. Kegelapan hanya bisa hilang dengan cahaya.

Nabi s.a.w. pernah bersabda:

“Membaca shalawat atasku adalah cahaya dan penghapus segala kotoran.”

Dalam hadis lain beliau bersabda:

“Qalbu kaum beriman menjadi bersih dan tercuci dari segala karat dengan bershalawat kepadaku.”

Karena itu, seorang salik diperintahkan memulai suluknya dengan membaca shalawat atas Nabi s.a.w. untuk membersihkan qalbu sebagai tempat keikhlasan. Tak ada keikhlasan kalau masih ada aib dan kekurangan. Memperbanyak shalawat atas Nabi s.a.w. menumbuhkan rasa cinta kepada beliau. Dari rasa cinta, muncullah perhatian yang besar kepada sosok beliau termasuk kepada sifat, akhlak, dan semua keistimewaan beliau. Jadi, untuk bisa mengikuti semua perbuatan dan akhlak beliau, kita harus mempunyai perhatian yang besar kepada beliau. Perhatian tersebut hanya didapat lewat rasa cinta yang mendalam. Sementara cinta yang dalam diperoleh dengan memperbanyak shalawat atasnya. Siapa yang cinta kepada sesuatu, ia akan banyak menyebutnya.

Karena itu, hendaknya seorang salik memulai dengan membaca shalawat atas Nabi s.a.w. Ia telah mencakup zikir kepada Allah dan zikir kepada Rasul-Nya. Diriwayatkan bahwa suatu ketika Allah s.w.t. berfirman kepada Nabi s.a.w.:

“Wahai Muhammad, Kujadikan zikir kepadamu sebagai bagian dari zikir kepada-Ku. Siapa berzikir kepadamu berarti telah berzikir kepada-Ku. Siapa mencintaimu berarti telah mencintai-Ku.”

Karenanya, Nabi s.a.w. kemudian bersabda:

“Siapa berzikir kepadaku berarti telah berzikir kepada Allah dan siapa mencintaiku berarti telah mencintai Allah.”

Orang yang membaca shalawat sebenarnya juga telah berzikir menyebut nama Allah, yakni saat ia membaca Allāhumma (Ya Allah).

Perlu diketahui bahwa zikir terbagi dua: zikir yang tak mengandung munajat dan zikir yang mengandung munajat. Zikir yang mengandung munajat jauh lebih berpengaruh bagi qalbu seorang pemula daripada zikir yang tak mengandung munajat. Sebab, orang yang bermunajat merasakan qalbunya dekat dengan Dzat yang ia munajati (yang ia minta). Hal itu tentu saja sangat berkesan dalam kalbu sekaligus menanamkan rasa takut. Ketika seorang salik mengucapkan kata Allahumma shalli (Ya Allah, curahkan shalawat), ungkapan tersebut merupakan zikir sekaligus munajat. Sebab, ia meminta shalawat dan itu merupakan munajat. Ia ditujukan kepada Dzat yang hadir di hadapannya.

Bisa jadi shalawat atas para nabi disyariatkan karena roh manusia sangat lemah. Ia tak bisa menerima limpahan cahaya Ilahi. Ketika hubungan antara roh manusia dan roh para nabi itu terjalin secara baik, barulah limpahan cahaya dari alam gaib yang masuk ke dalam roh para nabi itu terpantul kepada roh orang-orang yang membaca shalawat atas mereka.

Kalau seorang murid yang ingin bersuluk sebelumnya telah banyak melakukan kesalahan dan dosa, maka hendaknya ia memulai suluknya dengan banyak beristighfar sampai terlihat betul hasilnya. Menurut para imam, setiap zikir memiliki hasil dan tanda tertentu. Hal ini sudah umum dikenal di kalangan mereka.

Hasil spesifik dari zikir dibedakan menjadi dua jenis: yang terlihat oleh kalbu di saat kondisi sadar, dan yang bisa disaksikan oleh salik dalam mimpi. Hasil yang dicapai para salik terbagi menjadi tiga tingkatan. Seorang salik bisa naik tingkat setelah menyaksikan:

  1. Hasil yang tampak di saat di sadar,
  2. Yang tampak oleh qalbu di saat tidur, dan
  3. Yang tampak baik di saat sadar maupun di saat tidur.

Jenis ketigalah yang paling sempurna. Walaupun hasil dari zikir tadi berbeda-beda, tapi ia mengacu pada asal yang sama. Bisa jadi yang tampak bagi seseorang tak tampak bagi yang lain. Sebaliknya, yang tak tampak baginya tampak bagi orang lain. Masing-masing diberi hasil tertentu yang tetap mengacu pada sesuatu yang sama. Hasil tersebut berbeda-beda bergantung pada karunia yang diberikan kepada para salik. Tetapi, menurut para ahli hakikat ia tetap beredar pada landasan yang sama.

Seorang salik baru bisa naik dari satu zikir ke zikir yang lain apabila hasil yang khusus untuknya telah terasa. Apabila ia telah terlihat tunduk, serta wajahnya menyiratkan kehinaan dan kepatuhan, ketika itulah ia diperintahkan untuk membaca zikir yang bisa menjernihkan qalbu, yaitu shalawat atas Nabi s.a.w. Ini diberikan jika sang salik sebelumnya telah mempergunakan organ-organ tubuhnya untuk maksiat dan jika sebelum itu nafsunya condong kepada perbuatan dosa. Adapun kalau ia telah bisa menjaga diri dan tidak terbawa oleh nafsu yang memerintah kepada keburukan, maka hendaknya ia langsung disuruh membaca shalawat atas Nabi s.a.w. agar segera mencapai apa yang dituju.

Kemudian perhatikan, apakah salik tersebut termasuk golongan awam atau termasuk golongan berilmu. Kalau termasuk golongan awam, hendaknya ia membaca shalawat yang lengkap. Ia mulai membacanya dengan tekun sampai ia menemukan hakikatnya dan menyaksikan apa yang ada di baliknya. Setelah itu ia melanjutkan kepada yang lain. Namun, kalau sang salik termasuk golongan berilmu tak perlu disuruh membaca shalawat tersebut. Sebab, lisannya memang sudah basah dengan shalawat. Shalawat tersebut telah dibaca berulangn kali, hanya saja ia belum bisa menemukan hakikat di balik shalawat tersebut sebab cahaya shalawat itu belum merasuk ke dalam qalbunya. Karena itu, biarkanlah shalawat yang lengkap itu dibaca setiap kali selesai shalat wajib sebanyak sebelas kali sebagai bacaan tetapnya. Dengan demikian, mata batin orang tersebut mendapat cahaya dari maknanya. Juga di waktu malam dan siang hendaknya ia terus membaca shalawat seperti yang telah kamu sebutkan. Selain itu, janganlah meninggalkan ungkapan sayyidinā sebab di balik ungkapan tersebut ada rahasia yang akan tampak bagi mereka yang sudah rutin melakukannya.

Ketika rahasia tersebut telah tampak dan terliha, barulah sang salik pindah kepada zikir yang lebih tinggi daripada yang tadi. Yaitu, dengan membaca Allahumma shalli ‘ala habibika (Ya Allah berikan shalawat kepada kekasih-Mu). Di sini Nabi s.a.w. dinisbatkan kepada Sang Pencipta dengan secara khusus menyebutkan kedudukan beliau sebagai makhluk yang paling dicintai Allah. Si salik harus bertekad dan berniat untuk naik kepada tingkat yang tinggi.

Sekarang kami akan menyebutkan posisi duduk dalam berzikir. Di antara adab yang harus diperhatikan, seorang salik hendaknya duduk di hadapan Tuhan dengan sikap pasrah dan tunduk. Hendaknya ia duduk seperti duduknya orang yang butuh dan tawaduk. Kepalanya diletakkan di antara kedua lututnya dengan mata yang tertutup dari semua benda yang tampak. Dengan duduk semacam itu, qalbunya akan konsentrasi dan akan bersih dari semua kotoran sehingga limpahan cahaya, tanda, dan rahasia akan datang kepadanya. Apabila engkau telah duduk dengan cara seperti itu dan membaca ta‘awwudz, bacalah basmalah, kemudian setelah itu ucapkan:

للهِ أُصَلِّيْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
“Untuk Allah kukirimkan shalawat atas Nabi kami Muhammad.”

…… kali (sebutkan jumlah bilangan yang dituju) dengan penuh iman dan harap kepada Allah, serta dengan mengagungkan, menghormati, dan memuliakan kebenaran Rasul s.a.w. Semoga Allah memberikan shalawat dan salam-Nya atas Nabi kita Muhammad dan keluarganya.”

Setelah itu, mulailah membaca shalawat atas Nabi s.a.w. Apabila bacaan shalawat tersebut telah mencapai bilangan yang dituju atau – bila di tanganmu ada tasbih – engkau telah sampai pada tempat semula, bersihkan niat dan maksudmu. Barang kali dengan pengulangan niat itu akan tampak berbagai rahasia di balik lafal-lafalnya. Sebab, di balik setiap lafal ada rahasia yang tersembunyi.

Lalu pada saat sebelum atau sesudah terbit fajar bacalah:

شَهِدَ اللهُ لاَ إِلهَ إِلاَّ هُوَ وَ الْمَلاَئِكَةُ وَ أُولُوا الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لاَ إِلهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
“Allah telah bersaksi bahwa tiada tuhan selain-Nya. Demikian pula dengan malaikat dan orang-orang berilmu yang tegak di atas keadilan, tiada tuhan selain Dia Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Setelah itu, bacalah:

أَنَا أَشْهَدُ للهِ بِمَا يَشْهَدُ بِهِ لِنَفْسِهِ وَ شَهِدَتْ لَهُ مَلاَئِكَتُهُ وَ أُولُوا الْعِلْمِ مِنْ خَلْقِهِ. وَ أَنَا أَسْتَوْدِعُ اللهَ هذِهِ الشَّهَادَةَ إِلَى حِيْنِ مَوْتِيْ وَ دُخُوْلِيْ قَبْرِيْ وَ خُرُوْجِيْ مِنْهُ وَ لِقَائِيْ رَبِّيْ إِنَّهُ لاَ تَخِيْبُ لَدَيْهِ الْوَدَائِعُ

“Aku bersaksi kepada Allah dengan kesaksian yang Dia berikan untuk diri-Nya sendiri, dengan kesaksian para malaikat, serta keskasian para makhluk-Nya yang berilmu. Kutitipkan kesaksian ini kepada Allah sampai tiba saat kematianku, saat aku masuk ke dalam kuburku, saat aku keluar darinya, dan saat aku berjumpa dengan Tuhanku. Tak ada titipan yang terlantarkan di sisi-Nya.”

Doa itu diucapkan sebanyak tiga kali, lima kali, atau tujuh kali setiap hari. Manfaat dari munajat ini akan terlihat kalau dibaca secara ikhlas dan hasilnya akan tampak kalau dibaca secara rutin. Engkau harus menyebutkan kepada gurumu berbagai keadaan yang kau alami dan kau saksikan di saat tidur. Ketika qalbu telah bersinar dengan cahaya shalawat dan bersih dari berbagai lintasan pikiran, hasil shalawatmu akan terlihat jelas. Qalbumu akan dimasuki oleh pokok-pokok keikhlasan, hal-hal yang tersembunyi akan menjadi tampak, engkau akan diberi karunia kegaiban, kata-kata hikmah akan keluar dari lisanmu, dan sang pendengar pun akan menjadi terkagum-kagum dengan uraianmu.

Hendaknya salik yang masih pemula mempunyai dua wirid: wirid yang dibaca setelah shalat Subuh dan wirid yang dibaca setelah shalat Maghrib. Sedangkan bagi mereka yang sudah mencapai derajat tinggi, zikir mengisi kalbu mereka pada semua waktu. Janganlah tergesa-gesa berpindah dari bacaan shalawat tersebut sebelum hasilnya terlihat. Selain itu, bacalah zikir nafy dan itsbāt sehingga ia menjadi bagian dari rutinitas dan kesibukanmu sepanjang waktu. Yang dimaksud dengan zikir tersebut adalah Lā ilāha illallāh, Muhammad-ur-rasūlullāh. Ia adalah zikir kuat bahkan lebih…

Hendaknya salik yang masih pemula mempunyai dua wirid: wirid yang dibaca setelah shalat Subuh dan wirid yang dibaca setelah shalat Maghrib. Sedangkan bagi mereka yang sudah mencapai derajat tinggi, zikir mengisi kalbu mereka pada semua waktu.

kuat dari yang pertama. Ia hanya bisa dipikul oleh mereka yang kuat. Apabila pezikir mempunyai akal cerdas, mempunyi temperamen baik, teguh, dan kuat hendaknya ia diperintah untuk memperbanyak zikir tersebut. Tetapi, apabila masih belum stabil, lemah, temperamennya kurang kukuh, ia harus dibimbing dengan baik dan zikir itu diberikan sebagai wirid harian hingga akhirnya sedikit demi sedikit menjadi kuat. Ketika itu, barulah ia disuruh untuk memperbanyak zikir tersebut sebab sudah tergolong kuat. Kalau ia langsung memperbanyak bacaan zikir tersebut sebelum sempat memperbaiki temperamen kejiwaannya, ia bisa terbakar oleh zikir tadi dan terhenti sebelum sampai tujuan. Karena itu, teruslah bersama zikir tersebut sampai tampak bagimu bagaimana keseluruhan alam ini berada dalam satu domain dan sampai engkau tidak lagi menyaksikan dengan mata hatimu sesuatu selain Allah di dua alam ini layaknya shalat untuk orang yang telah mati serta bertakbir atas mereka sebanyak empat kali. Setelah itu, sama saja dalam pandanganmu antara pujian dan celaan. Engkau akan menganggap celaan itu sebagai pelajaran dan peringatan. Serta engkau akan menganggap pujian sebagai ujian dan cobaan. Demikianlah lisan mereka berada dalam dua kondisi: memuji atau mencelamu. Kalau engkau masih sibuk membela diri, sekecil apapun bentuk pembelaan diri itu, berarti engkau orang yang pandai berdalih dan dalam dirimu masih ada setan yang menipu.

Selanjutnya, apabila hasil dari zikir nafy dan itsbāt tadi telah tampak, bacalah zikir tanzīh (menyucikan Allah), yaitu dengan membaca:

سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ وَ بِحَمْدِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ
“Maha Suci Allah Yang Agung dan segala puji bagi-Nya. Ya Allah, limpahkan shalawat dan salam atas junjungan kami, Muhammad, dan atas keluarganya.”

Manakala hasil zikir tersebut telah terlihat dan rahasianya telah tampak, saat itulah engkau bisa melakukan zikir tunggal yaitu membaca: Allāh, Allāh, Allāh secara konsisten. Sekali lagi, janganlah sampai engkau meninggalkan zikir kepada Nabi s.a.w. Sebab, ia merupakan kunci bagi semua pintu dengan izin Allah Yang Maha Mulia dan Maha Pemberi. Kami pun merasa cocok meniti jalan ini. Segala puji bagi Allah Yang Maha Dekat dan Maha Menjawab.

Jalan lain adalah cara yang dipergunakan oleh al-Junaid. Cara tersebut memiliki delapan syarat:
1). Senantiasa dalam kondisi wudhu’,
2). Senantiasa diam,
3). Senantiasa berkhalwat.
4). Senantiasa berzikir dengan membaca Lā ilāha illallāh.
5). Senantiasa mempautkan qalbu dengan sang syekh, serta mengambil pengetahuan yang nyata dari syekhnya dengan meleburkan perbuatannya dengan perbuatan sang syekh,
6). Senantiasa melenyapkan segala bisikan,
7). Senantiasa menerima semua yang Allah berikan, entah itu baik atau buruk,
8). Tidak meminta surga atau berlindung dari neraka.

Cara lain adalah menyedikitkan makan secara berangsur-angsur sebab itulah yang bisa menghalangi masuknya setan dan hawa nafsu. Dengan makan sedikit, berkuranglah kekuasaan mereka.

Cara yang lain lagi adalah menyerahkan diri kepada seorang syekh yang dipercaya agar ia bisa memilihkan apa yang menjadi kemaslahatannya. Orang yang sedang bersuluk ibarat bayi atau anak kecil. Ia masih harus mempunyai wali, pengasuh, hakim, atau penguasa yang mengatur urusannya.

[menu name=”zikir-penenteram-hati” class=”modern-menu-widget”]

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.