01 Al-Qur’an Terus Turun – Mengaji al-Hikam Syaikh Abu Madyan

Mengaji al-Hikam
(Jalan Qalbu Para Perindu Tuhan)
Oleh: Syaikh Abu Madyan al-Ghauts
(Judul Asli: Syarḥ al-Ḥikam al-Ghautsiyyah)

Disertai ulasan oleh: Ibn ‘Ilan al-Shiddiq al-Syafi‘i

Penerjemah:
Penerbit: Zaman

MENGAJI AL-HIKAM

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Penguasa hari kemudian. Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon. Bimbinglah kami ke jalan yang lurus; jalan orang yang Engkau beri nikmat. Bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat.(11)

Ya Tuhan kami, jangan Engkau hukum kami jika kami lupa atau salah. Ya Tuhan kami, jangan Engkau bebankan kepada kami beban berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, jangan Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami pikul. Berilah kami ampunan. Ampuni dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami. Karena itu, tolonglah kami dalam menghadapi kaum yang kafir. (22)

Ya Allah, jadikan lahir kami berhias syariat dan batin kami berhias tarekat sehingga cahaya hakikat menerangi kami. Tumbuhkan pohon La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah teguh dan kokoh dalam diri kami sehingga pohon itu memberikan buahnya setiap waktu dengan izin Tuhannya. Jadikanlah buah pohon itu penghibur kami di saat duka lara melanda. Siramilah pohon itu dengan air dari sungai karunia-Mu sehingga kami bisa menghiasi diri kami dengan buah La haula wa la quwwata illa billah yang akan memberi kami perbendaharaannya. Jadikanlah pohon itu merunduk agar bisa diraih setiap jiwa yang mengiba. Sungguh kami tak memiliki daya dan kekuatan. Hanya Engkau pemilik daya dan kekuatan. Jalan kami adalah ketidakberdayaan dan kedamaian.

Wahai salik yang mencinta, merasa, dan merindu di tengah perjalanan menuju Tuhan, tempuhlah perjalananmu dengan kendaraan hina dan rasa butuh. Jangan kau tempuh perjalanan di padang terjal ini kecuali dengan bekal rasa hina dan tak berdaya. Ingatlah syair berikut:

Kami mendatangimu dengan kefakiran, bukan kekayaan
Engkaulah yang senantiasa menganugerahkan kebaikan
Kepadamu dan denganmu aku berjalan wahai tuan
Jangan engkau campakkan hamba yang lancang ini
Katakanlah: “Semoga Allah mengampuni semua yang telah lalu.”

Jika kau telah menetapi dan menjalaninya, berarti kau sudah siap menerima berbagai anugerah, meniti jalan kaum yang senantiasa terhubung kepada-Nya, siap menerima limpahan anugerah dari Yang Maha Memberi, dan siap memahami petunjuk yang diberikan sang ‘arif ketika ia berkata:

 

(1)

Al-Qur’an Terus Turun

الْقُرْآنُ نَزَلَ وَ تَنَزَّلَ، فَالنُّزُوْلُ قَدْ مَضَى وَ التَّنَزُّلُ بَاقٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Al-Qur’an telah turun (nuzul) dan akan terus turun (tanazzul). Proses nuzul telah berlalu, tetapi proses tanazzul terus berlangsung hingga hari kiamat.

Artinya, Al-Qur’an turun ke dalam hati junjungan kita, Muhammad s.a.w. melalui lisan Jibril a.s. Selain itu, Al-Qur’an turun ke dalam hati para wali Allah melalui ilham yang dianugerahkan ke dalam hati mereka yang bening. Makna ini sejalan dengan hadis Nabi s.a.w.: “Mintalah fatwa kepada hatimu meskipun para mufti telah memberikan jawaban.” (33)

Seorang arif berujar: “Kalbuku memberikan fatwa dari Tuhan.”

Abu Yazid r.a. berkata: “Kami menerima ilmu dari Zat Yang Maha Hidup dan tak pernah mati.”

Seseorang bertanya: “Adakah ayat Al-Qur’an dan Sunnah yang mendukung ucapanmu?”

Ia menjawab: “Bukti dari Al-Qur’an adalah firman-Nya: “Bertakwalah kepada Allah dan pasti Allah memberikan ilmu kepada kalian.” (44) Sementara bukti dari Sunnah adalah sabda Nabi s.a.w. yang berbunyi: “Siapa yang mengamalkan ilmunya, niscaya Allah akan mewariskan kepadanya ilmu yang belum ia ketahui.” (55)

Kesimpulannya, ketika seorang salik membersihkan lahir batinnya, lalu hatinya bersih dari segala sesuatu selain Allah lewat pancaran cahaya Muhammad maka cermin hati akan bersih dari semua noda alam. Karat yang mewarnai jiwanya pun akan lenyap. Pada saat itulah hati siap menerima limpahan karunia Tuhan serta layak menyaksikan dan berdialog. Ia akan memahami sesuatu dari Al-Qur’an yang tidak dipahami manusia. Ada makna khusus dari Al-Qur’an yang turun kepadanya, yang kebaikannya akan meliputi semua. (66)

Di antara contohnya adalah seperti yang diriwayatkan dari Sayyid Abu al-‘Abbas al-Mursi r.a. berkaitan dengan firman Allah: “Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan menghidupkan yang mati dari yang hidup.” (77)

Dia mengeluarkan yang hidup: ketika seorang manusia berbuat dosa, dosanya lenyap dengan meminta ampunan, merasa hina, dan menunjukkan kesedihan. Sesuatu yang hidup adalah meminta ampunan, dan dari yang mati berarti: dari dosa.

Sementara, ketaatan akan musnah dan hancur oleh sikap ujub dan bangga. Sesuatu yang mati adalah sikap ujub dan bangga yang dikeluarkan dari sesuatu yang hidup, yaitu ketaatan.

Pemaknaan terhadap Al-Qur’an dengan makna serupa itu banyak diungkapkan oleh para Sufi. Kami tidak akan membahasnya secara panjang lebar. Imam Ali menguatkan proses pemaknaan seperti ini ketika menjawab seseorang yang bertanya: “Apakah ini khusus untuk kalangan Ahlul Bait, dan tidak untuk yang lain?” Ia menjawab: “Kita memiliki perhatian kepada Kitabullah dan apa yang terdapat dalam lembarannya, dan yang terdapat dalam lembaran hanyalah sejumlah persoalan yang tidak terkait dengan makrifat. Karenanya, yang paling penting adalah memahami Kitabullah yang turun ke dalam hati yang bersih dari segala sesuatu selain Allah.”

Karena itu, kosongkan diri dari segala sesuatu selain Allah, niscaya kau akan mengisinya dengan makrifat dan rahasia. Sebagaimana Dia tidak menyukai sikap dan perbuatan syirik, Dia pun tidak menyukai hati yang syirik. Sikap dan perbuatan syirik tentu saja tidak diterima, begitu pun hati yang syirik tidak dapat dimasuki cahaya yang sebenarnya bisa sampai dan masuk ke dalamnya.

Bisa jadi cahaya sudah masuk ke dalam dirimu, tetapi karena hatimu dipenuhi berbagai gambaran dunia, cahaya itu pergi kembali. Jadi, ungkapan “nuzul telah berlalu, sementara proses tanazzul terus berlangsung hingga hari kiamat” berarti nuzul atau proses turun yang dikhususkan kepada Nabi s.a.w. telah terjadi dan tidak akan terulang, sementara proses turun kepada hati para wali akan terus berlangsung hingga hari kiamat.

Proses turun di sini tidak hanya terbatas pada Al-Qur’an, tetapi meliputi berbagai makna dan pemahaman lain yang berasal dari Allah. Pengetahuan dan pengenalan kepada Allah (makrifat) juga terdapat dalam hati yang bersih dari gambaran dunia. Sebab, segala sesuatu menyerumu menuju Tuhan melalui kondisinya masing-masing. Segala sesuatu membisikimu seandainya kau termasuk kalangan yang memahami bisikannya. Di segala sesuatu terdapat tanda yang menunjukkan bahwa Dia adalah esa.

Sungguh aneh, mengapa banyak manusia bermaksiat kepada Tuhan?! Mengapa banyak manusia membangkang kepada-Nya?! Padahal segala sesuatu yang ada di alam semesta ini membisiki dan menyeru mereka kepada-Nya.

Karena itulah sebagian arif berkata: “Jalan menuju Allah sebanyak tarikan napas makhluk.”

Sebagian yang lain berkata: “Jalan menuju Allah sebanyak sesuatu yang ada. Setiap partikel merupakan jalan menuju Tuhannya. Ia menyerumu dengan simbol dan esensinya ketika diizinkan masuk dari pintunya dan dipahami maknanya.”

Ada banyak contoh berkaitan dengan hal ini. Dikisahkan bahwa ada yang menjual gandum seraya berseru sa‘tar (88) birri (kebaikanku). Seruannya itu didengar para salik. Orang pertama menangkap seruannya itu istami‘ wa birriy (perhatikan kebaikanku), orang kedua mendengar ma awsa‘a birri (betapa luas kebaikanku), sementara orang ketiga mendengar tara birri (engkau melihat kebaikanku).

Jadi, setiap orang memahami sesuai dengan kondisinya masing-masing. Limpahan anugerah Tuhan turun kepadanya sesuai dengan kesiapannya yang bersumber dari karunia dan pemberian-Nya.

Karena itu, wahai salik, kau harus mendatangi-Nya. Keluarlah dari daya dan kekuatanmu, dan kemudian bersimpuhlah di hadapan-Nya.

Catatan:

  1. 1). Al-Fatihah: 2-7
  2. 2). Al-Baqarah: 286
  3. 3). H.R. Ahmad (4/228), al-Darimi (2/320)
  4. 4). Al-Baqarah: 282
  5. 5). H.R. Abu Na‘im dalam al-Hilyah (10/15)
  6. 6). Barang siapa yang ingin membersihkan diri dari noda, pertama-tama harus memperbaiki niatnya, kemudian mengerjakan amal sesuai dengan petunjuk syariat.
  7. 7). Ar-Rum: 19
  8. 8). Sejenis tumbuhan yang wangi, jika digigit terasa sedikit pedas hangat, dan sedikit pahit. Di sebagian daerah disebut sha‘tar, ada juga yang menyebut za‘tar. Tumbuhan ini biasa digunakan untuk mengobati sakit tenggorokan, hidung tersumbat, dan juga dijadikan bahan pembuatan pasta gigi – peny.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *