Miftah-ul-Falah: Peringatan untuk Tidak Meninggalkan Zikir

Dari Buku:
Zikir Penenteram Hati
(Judul Asli: Miftah-ul-Falah)
Oleh: Ibnu ‘Atha’illah as-Sakandari
Penerjemah: Fauzi Faishal Bahresy
Penerbit: Zaman.

Rangkaian Pos: Zikir Penenteram Hati (Miftah-ul-Falah) – Bagian Tentang Dzikir

Dari Buku:

Zikir Penenteram Hati
(Judul Asli: Miftah-ul-Falah)
Oleh: Ibnu ‘Atha’illah as-Sakandari

Penerjemah: Fauzi Faishal Bahresy
Penerbit: Zaman.

BAGIAN SATU

MAKNA ZIKIR

Mengapa Perlu Mengingat Allah (Berzikir).

1

Allah s.w.t. berfirman:

“Siapa yang berpaling dari zikir kepada Yang Maha Pemurah, Kami jadikan baginya setan, maka setan itu menjadi teman yang selalu menyertainya.” (az-Zukhrūf [43]: 36).

Dari Abū Hurairah, Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

“Siapa yang duduk dalam suatu tempat, lalu di situ ia tak berzikir kepada Allah, maka kelak ia akan mendapat kerugian dan penyesalan.” (H.R. Abū Dāwūd).

Sementara dalam riwayat lain disebutkan:

“Tidaklah sebuah kaum duduk dalam suatu majelis yang mereka tidak berzikir kepada Allah dan tidak mengirimkan shalawat atas Nabi, melainkan mereka akan mendapatkan penyesalan. Jika berkehendak, Allah siksa mereka. Jika tidak, Allah ampuni mereka.” (H.R. at-Tirmidzī).

Rasūlullāh s.a.w. juga pernah bersabda:

“Tidaklah suatu kaum bangkit dari satu majelis yang tidak ada zikir di dalamnya kecuali mereka berdiri di atas busuknya bangkai keledai sementara mereka akan mendapat penyesalan.” (H.R. Abū Dāwūd).

Mu‘ādz ibn Jabal mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

“Tidaklah penduduk surga menyesal kecuali atas berlalunya waktu yang tidak diisi dengan zikir kepada Allah.”

Diceritakan bahwa setiap jiwa yang keluar dari alam dunia ini berada dalam keadaan haus kecuali yang berzikir kepada Allah. Menurut Sahl: “Aku tidak mengetahui ada maksiat yang lebih buruk daripada lalai berzikir kepada Tuhan.” Sementara menurut an-Nūrī, setiap sesuatu ada sanksinya. Sanksi bagi ahli makrifat adalah ketika ia terputus dari zikir.

Berbagai Riwayat dari Para Salaf

Menurut Anas ibn Malik, zikir merupakan pertanda adanya iman, keterbebasan dari nifak, benteng dari setan, dan perlindungan dari neraka Jahanam. Sementara menurut Malik ibn Dinar, siapa yang lebih suka kepada pembicaraan makhluk ketimbang pembicaraan Allah berarti sedikit ilmunya, buta kalbunya, dan sia-sia umurnya.

Al-Hasan berkata: “Carilah kenikmatan iman dalam tiga hal: shalat, zikir dan membaca al-Qur’an. Apabila ditemukan berarti ia ada. Namun, jika tidak ditemukan, ketahuilah bahwa pintu telah tertutup. Karena, setiap kalbu yang tidak mengenal Allah takkan suka kepada zikir dan tak merasa nyaman bersama-Nya. Allah berfirman:

“Dan apabila nama Allah saja yang disebut, kesallah hati mereka yang tidak beriman kepada akhirat. Tetapi, apabila nama sesembahan selain Allah yang disebut, mereka bergembira.” (az-Zumar [39]: 45).

Menurut sebagian orang arif, rezeki lahiriah terwujud degnan gerakan badan, rezeki batiniah terwujud dengan gerakan kalbu, rezeki sir terwujud dengan diam, sementara rezeki akal terwujud dengan fana dari diam sehingga seorang hamba tinggal dengan tenang untuk Allah (lillāh), dengan Allah (billāh), dan bersama Allah (ma‘allāh).

Ada yang berpendapat bahwa siapa yang hidup untuk Allah dengan melaksanakan hakikat zikir, pujian, dan syukur kepada-Nya, pasti Allah akan menundukkan seluruh alam semesta ini untuknya. Menurut Mutharrif ibn Abi Bakr, seorang pencinta tak akan pernah bosan terhadap ucapan yang dicintainya. Yang lainnya berpendapat, siapa yang merasa nyaman dengan kelalaiannya, ia takkan dapat mencicipi nikmatnya zikir. Menurut ‘Atha’, petir takkan menimpa orang yang senang berzikir kepada Allah.

Hamid al-Aswad bercerita: “Suatu ketika aku bepergian bersama Ibrahim al-Khawwash. Kami singgah di suatu tempat yang dihuni banyak ular. Ia letakkan bejana tempat minumnya lalu duduk, begitupun denganku. Saat malam tiba dan udara mulai dingin, ular-ular itu pun berkeliaran sehingga aku berteriak memanggil sang Syekh. Namun, ia hanya berkata: “Berzikirlah!” Maka, akupun segera berzikir. Tiba-tiba ular-ular itu kembali ke tempatnya, tetapi tak lama kemudian ia kembali lagi. Aku pun berteriak lagi kepada Syekh. Lagi-lagi ia berkata seperti tadi. Begitulah hal itu berlangsung terus hingga pagi tiba. Ketika pagi, ia bangun dan meneruskan perjalanan dan aku pun berjalan menyertainya. Tiba-tiba dari tikar gulungnya, kusaksikan seekor ular besar jatuh melingkar di kakinya. Spontan aku berkata: “Engkau tidak merasa apa-apa?” Jawabnya: “Tak pernah kudapati saat yang lebih nyenyak daripada tadi malam.”

Ada yang berpendapat bahwa mengingat Allah dengan kalbu laksana pedang bagi para murīd (orang yang meniti jalan menuju Allah). Dengan pedang tersebut mereka perangi para musuh dan dengan itu pula mereka tolak segala bahaya yang menghadang. Ketika seorang hamba kembali dengan kalbunya kepada Allah, semua keburukan akan sirna.

Apa pula yang mengatakan bahwa manakala zikir sudah tertanam secara kuat dalam kalbu, apabila setan mendekat, ia akan terlempar seperti manusia. Lalu setan-setan yang lain berkumpul di sekitarnya seraya bertanya-tanya: “Mengapa sampai begini?” Maka, dijawablah bahwa ia telah dijatuhkan oleh manusia.

Dalam Injil disebutkan bahwa Allah berfirman: “Ingatlah pada-Ku ketika engkau marah. Aku pun akan ingat padamu ketika Aku marah. Dan ridalah dengan pertolongan-Ku padamu. Sebab pertolongan yang Kuberikan padamu itu lebih baik daripada pertolonganmu terhadap dirimu sendiri.”

Dzun-Nun al-Mishri pernah berkata: “Siapa yang berzikir dengan sungguh-sungguh, bersamaan dengan itu, Allah akan memudahkan semua urusannya, memeliharanya, serta menggantikan segala sesuatu untuknya.”

[menu name=”zikir-penenteram-hati” class=”modern-menu-widget”]

Sanggahan (Disclaimer): Artikel ini telah kami muat dengan izin dari penerbit. Terima kasih.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *