Dari Buku:
Zikir Penenteram Hati
(Judul Asli: Miftah-ul-Falah)
Oleh: Ibnu ‘Atha’illah as-Sakandari
Penerjemah: Fauzi Faishal Bahresy
Penerbit: Zaman.
BAGIAN SATU
MAKNA ZIKIR
Mengapa Perlu Mengingat Allah (Berzikir).
1
Ketahuilah bahwa berzikir dengan membaca al-asmā’-ul-hasnā (nama-nama Allah yang mulia) merupakan obat bagi beberapa penyakit qalbu sekaligus sarana bagi para salik untuk sampai ke hadirat Allah, Dzat Yang Maha Mengetahui semua yang gaib. Tentu, obat tersebut baru dipakai kalau dipandang bermanfaat mengobati penyakit yang ada. Misalnya nama al-Mu‘thī (Yang Maha Memberi). Nama tersebut sangat bermanfaat untuk penyakit qalbu tertentu, sementara nama an-Nāfi‘ (Yang Menganugerahkan manfaat) belum dibutuhkan di dalamnya. Demikian seterusnya.
Kaidahnya, setiap pezikir hendaknya berzikir dengan sesuatu yang maknanya memberikan pengaruh tertentu kepada qalbu sehingga makna zikir tersebut melekat kuat dan menjadi karakternya. Kecuali, nama-nama Allah yang mengarah pada makna “balasan/dendam”. Sebab, nama-nama tersebut dimaksudkan agar qalbu manusia menjadi takut.
Berzikir dengan nama Allah, ash-Shādiq (Yang Maha Benar), bagi mereka yang masih terhijab, akan memantulkan kebenaran lisan. Sementara bagi kaum sufi, akan memantulkan kebenaran qalbu dan pencapaian hakikat.
Nama Allah al-Hādī (Yang Memberi Petunjuk) berguna di saat berkhalwat. Ia bermanfaat untuk melenyapkan perselisihan dan kelalaian. Siapa yang meminta permohonan kepada Allah, tapi pertolongan tersebut dirasakannya belum juga muncul, maka sebetulnya permintaan yang kontinu itulah yang Allah inginkan dari orang tersebut.
Nama al-Bā‘its (Yang Membangkitkan) sangat tepat untuk diingat oleh mereka yang alpa, tetapi tidak tepat untuk mereka yang ingin kaya.
Nama al-‘Afuw (Yang Maha Pemaaf) cocok untuk menjadi zikirnya kalangan awam sebab mengingatnya bisa memperbaiki kondisi mereka. Tetapi, ia tidak pantas untuk menjadi zikirnya para salik karena di dalamnya masih terdapat ingatan terhadap dosa. Sementara, zikir para salik tidak lagi terkait dengan urusan dosa bahkan tak terkait dengan urusan pahala. Namun, apabila ia menjadi zikirnya kalangan awam, hal itu baik untuk mereka.
Nama al-Maulā (Tuan Yang Menolong dan Membela) sangat tepat bagi para hamba karena sesuai dengan kondisi dan kedudukan mereka.
Nama al-Muhsin (Yang Memberi Karunia) sangat sesuai bagi kalangan awam untuk mencapai derajat tawakal. Berzikir dengan nama tersebut akan mendatangkan kedamaian dan kelapangan. Selain itu, ia juga bisa menghilangkan kecemasan murid saat menghadapi dunia Tuhan.
Nama al-‘Allām (Yang Maha Mengetahui) ketika diingat akan menyadarkna seseorang dari kelalaian, menghadirkan kalbu bersama Tuhan, serta mengajarkan adab dan perasaan muraqabah. Ia memicu perasaan suka cita (uns) bagi mereka yang ahli estetika, dan menanamkan rasa cemas bagi mereka yang masuk ke dunia Tuhan.
Nama al-Ghāfir (Yang Mengampuni) layak dibacakan kepada para murid awam sebab mereka adalah orang-orang yang takut terhadap adanya hukuman dosa. Adapun bagi orang-orang yang sudah mencapai kedudukan hadir bersama Tuhan, mengingat pengampunan dosa hanya akan mendatangkan perasaan jemu. Demikian pula mengingat kebaikan dan pahala, ia hanya akan menimbulkan kedunguan. Karena, akan muncul dalam jiwa perasaan seolah telah berjasa kepada Allah lewat pengabdian mereka ketika melakukan amal ketaatan.
Nama al-Matīn (Yang Maha Kukuh) berbahaya bagi mereka yang tengah berkhalwat. Sebaliknya, ia sangat bermanfaat bagi orang-orang yang mempermainkan agama. Dengan terus-menerus mengingat nama tersebut mereka akan dibawa kepada sikap tunduk dan khusyuk.
Nama al-Ghanī (Yang Maha Kaya) sangat bermanfaat bagi orang yang senantiasa ingin beribadah, tapi belum mampu melakukannya.
Nama al-Hasīb (Yang Mencukupi) akan membawa pezikirnya kepada derajat tajrīd (selalu ibadah) walaupun sebelumnya ia sibuk dengan pencarian dunia). Sebab, ia merasa cukup dengan Allah sebagai Dzat Yang Mencukupi segalanya.
Nama al-Muqīt (Yang Kuasa Memberi Rezeki) kalau dijadikan zikir akan mengantar seorang hamba untuk selalu beribadah serta memunculkan sikap tawakal.
Nama Dzul-Jalāl (Yang Memiliki Keagungan) sangat tepat untuk berkhalwat bagi mereka yang lalai.
Nama al-Khāliq (Yang Maha Pencipta) adalah zikirnya para ahli ibadah sesuai dengan ilmu mereka yang mengantarkan pada amal saleh. Namun, berzikir dengan nama ini tidak cocok bagi mereka yang akan memasuki kondisi kesendirian bersama Tuhan. Sebab, hal itu akan menjauhkan mereka dari makrifat dan mendekatkan mereka kepada keruwetan ilmu.
Nama al-Mashawwir (Yang Membuat Bentuk) termasuk zikirnya para hamba.
Nama al-‘Alīm (Yang Mengetahui) termasuk zikirnya para hamba dan sangat tepat bagi para salik pemula. Di balik nama tersebut ada peringantan untuk selalu muraqabah (merasa diawasi Tuhan) sehingga dengan itu muncul rasa takut dan harap.
Nama ar-Raqīb (Yang Mengawasi) apabila diingat oleh orang-orang yang lalai akan membuat mereka sadar. Sementara apabila diingat oleh para ahli ibadah akan membuat mereka terbebas dari sifat riya’. Demikian pula dengan para ahli makrifat, mereka hanya membutuhkan zikir yang membuat mereka hadir bersama Tuhan. Ada sebagian syekh yang mengajarkan muridnya untuk mengucapkan beberapa ungkapan seperti “Allah bersamaku, Allah melihatku”. Para syekh menyuruh para murid untuk senantiasa mengucapkan ungkapan tersebut baik dengan lisan maupun dengan qalbu untuk mengobati qalbu tersebut dari penyakit lalai dan alpa. Berzikir dengan makna nama ar-Raqīb akan membuat mereka tersadarkan sehingga mereka bisa hadir bersama Allah dengan penuh adab. Itulah kondisi para ahli ibadah qalbiyah (ibadah yang terkait dengan qalbu). Yang lebih sempurna adalah rijal-ul-anfas, yaitu orang-orang yang pada setiap kali tarikan nafas, qalbu mereka hadir bersama Allah. Mereka tidak menarik nafas kecuali dalam keadaan hadir bersama-Nya. Ini adalah tingkatan yang sulit bagi mereka yang masih terhijab karena tidak sesuai dengan berbagai kebiasaan manusia pada umumnya.
Nama al-Wafīy (Yang Memenuhi dan Mencukupi) adalah zikirnya para kalangan mutawassith (menengah). Berzikir dengan nama tersebut di saat berkhalwat akan menyebabkan seseorang mempunyai kesiapan menerima segala takdir-Nya.
Nama al-Majīd (Yang Agung sekaligus Mulia) tidak tepat untuk dibaca dalam khalwat para pemula. Namun, mereka yang berada di tingkat menengah harus berzikir dengannya pada saat tajallī (penampakan al-Haqq dalam dirinya). Berzikir dengan menyebut nama tersebut bisa melenyapkan segala problem.
Nama al-Wadūd (Yang Maha Kasih) bermakna kasih kepada segala ciptaan-Nya. Jika nama tersebut diingat oleh mereka yang sedang berkhalwat, mereka akan menjadi dekat dan cinta kepada Allah.
Nama al-Mannān (Yang Memberi segala kebaikan) jika diingat saat berkhalwat akan sangat bermanfaat bagi mereka yang ingin menghilangkan bisikan nafsunya.
Nama al-Hannān (Yang Maha Mengasihi) jika diingat akan memperkuat kedekatananya kepada Allah hingga sampai pada tahap cinta kepada-Nya.
Nama al-Barr (Yang Maha Dermawan) menanamkan al-uns (rasa suka cita kepada Allah) sehingga sebagian dari hijab-Nya akan tersingkap.
Nama azh-Zhāhir (Yang Maha Nyata) jika diingat akan bermanfaat dalam meniti perjalanan yang kedua.
Nama al-Fāliq (Yang Membelah) apabila dijadikan zikir pada saat berkhalwat akan sangat bermanfaat bagi al-mutakhalli (yang sedang melakukan pembersihan diri dari sifat-sifat tercela).
Nama al-Lathīf (Yang Maha Lembut) memiliki makna kasih sayang. Berzikir dengan nama tersebut pada saat berkhalwat sangat bermanfaat untuk melembutkan hati. Adapun mereka yang sudah sampai pada tingkat musyāhadah, dengan zikir tersebut akan bertambah bisa menyaksikan sesuatu yang tak bisa disaksikan orang lain.
Nama an-Nūr (Yang Maha Bercahaya) bagi yang sedang berkhalwat akan segera mengantarkan mereka pada tersingkapnya hijab. Sebab, biasanya ia datang secara bertahap. Jarang sekali seorang hamba mendapatkan ketersingkapan hijab secara sempurna.
Nama al-Wārits (Yang Maha Mewarisi) sangat sesuai bagi mereka yang sudah mencapai tingkat makrifat sebagai landasan untuk masuk ke tahap fana’ mutlak.
al-Mu‘thī (Yang Maha Memberi) nama yang paling cepat mengantarkan seorang salik untuk mencapai tersingkapnya tirai kegaiban. Namun, ketersingkapan tersebut masih sangat lemah.
Nama al-Fātiq (Yang Meretas) menjadi zikirnya mereka yang sudah sampai pada tingkat makrifat. Nama tersebut tidak tepat untuk menjadi zikirnya para pemula.
Nama asy-Syakūr (Yang Maha Menerima Syukur) hanya tepat menjadi zikirnya mereka yang sudah mencapai jenjang wushul (sampai pada Allah).
Nama Dzuth-Thaul (Yang Mempunyai Karunia) mengingatkan kita pada karunia Allah seperti Islām, kemudian Īmān selanjutnya Ihsān, sakīnah, istiqāmah, makrifat, al-waqfah (diam bersama-Nya), at-tahqīq (penentuan hakikat) dengan kedudukan-kedudukan tertentu, dan yang terakhir adalah khilāfah. Nama tersebut paling cepat membuka jalan bagi seorang hamba untuk sampai pada tersingkapnya hijab. Demikian pula dengan nama al-Fattāh (Yang Maha Pembuka).
Nama al-Jabbār (Yang Kehendak-Nya tak dapat diingkari) dibacakan di saat berkhalwat kepada mereka yagn masih lemah dan dikhawatirkan terjerumus dalam kesenangan yang bisa menghalangi mereka dari merasakan kehadiran Allah. Berzikir dengan nama tersebut akan membuat mereka istiqamah dalam suluk-Nya.
Nama al-Mutakabbir (Yang Memiliki Kebesaran) dan nama yang lainnya diingat di saat berkhalwat agar seorang hamba yang mendapatkan hamparan karunia Allah bisa tetap merasakan keagungan-Nya.
Nama al-Qādir (Yang Maha Kuasa) akan sangat bermanfaat bagi mereka yang tak percaya terhadap sesuatu yang luar biasa. Jika pada saat berkhalwat mereka berzikir dengan nama tersebut, Allah akan memberi karunia kepada mereka berupa pengakuan terhadap kebenarannya.
Nama al-Qādhī (Yang Menetapkan) berarti Dzat yang semua hukum-Nya harus dipatuhi. Orang yang berzikir dengan nama tersebut – ketika sedang berada dalam keraguan – akan Allah beri ketetapan dalam jiwanya untuk menyaksikan al-Haqq.
Nama al-Qawīy (Yang Maha Kuat) sangat bermanfaat bagi mereka yang sedang sakit, terlupa, lemah dalam berzikir, atau sedang dalam kerisauan sebab ia bisa menguatkan mereka. Terutama bagi para penguasa dan para tiran, jika nama tersebut senantiasa mereka ingat, hal itu akan membuat mereka kembali tunduk pada al-Haqq.
Nama al-Hāfizh (Yang Menjaga) khususnya mempunyai arti menjaga kondisi yang ada. Ia tepat menjadi zikirnya orang-orang yang takut keapda makar dan tipu daya.
Nama al-Mukrim (Yang Memuliakan) sangat tepat bagi seorang syekh untuk memerintahkan muridnya membaca zikir tersebut manakala ia merasa dirinya hina dan rendah.
Nama al-Mudabbir (Yang Mengatur segala urusan) hanya tepat dijadikan zikir oleh seorang salik ketika ia dikhawatirkan oleh sang syekh akan terkalahkan oleh kondisi tauhid.
Nama al-Kabīr (Yang Besar). Sangat tepat jika sang syekh menyuruh muridnya berzikir dengan nama tersebut ketika ia mencapai tingkat yang sudah dekat kepada Allah sementara dikhawatirkan si murid berada dalam kondisi cemas darinya.
Nama al-Muta‘āl (Yang Mengungguli semua yang tinggi) sama seperti al-Kabir. Ia berguna untuk menolong kondisi cemas seorang salik ketika akan berada dalam kondisi tajalli. Ketika nama tersebut diingat, ia akan kembali kepada kesadarannya.
Nama al-Muqtadir (Yang Maha Menentukan) menjadi zikirnya mereka yang ingin menyaksikan berbagai karamah (sesuatu yang luar biasa).
Nama al-Fa‘‘āl (Yang Maha Berbuat) berguna bagi mereka yang menginginkan kekuasaan dan karamah.
Nama al-Mu‘īd (Yang Menggembalikan) dibacakan oleh sang Syekh kepada murid yang ingin dihijab saat dikhawatirkan mengalami kecemasan akibat tersingkapnya rahasia Tuhan.
Nama al-Bāthin (Yang Maha Tersembunyi) menjadi zikirnya para salik yang berada dalam kondisi menyaksikan manifestasi Allah sedang dikhawatirkan ia akan berada dalam situasi cemas. Seorang Syekh juga membacakan nama tersebut kepada mereka yang sudah mencapai kedekatan dengan Allah.
Nama al-Quddūs (Yang Maha Suci-Murni) sangat sesuai untuk dibaca oleh mereka yang ketika sedang berkhalwat terbersit dalam benakbya pikiran-pikiran seperti yang dimiliki oleh kalangan ahli tajsīm (yang mengatakan bahwa Allah memiliki jasad), ahli tasybih (yang menyerupakan Allah dengan makhluk), atau golongan yang berkeyakinan sama. Berzikir dengan nama tersebut sangat berguna bagi mereka. Akan tetapi, seorang syekh hendaknya tidak menyuruh selain mereka untuk berzikir dengan nama tersebut, terutama yang akidahnya berpaham Asy‘ariyyah. Sebagai gantinya, mereka bisa membaca nama al-Qarīb, ar-Raqīb, al-Wadūd, dan nama-nama lainnya yang serupa.
Nama al-Mumtahin (Yang Menguji) dipergunakan maknanya oleh para syekh dalam menguji kesiapan para muridnya. Dengan demikian para syekh mengenali jalan mana yang akan ditempuh bersama mereka untuk menuju kepada Allah. Para Syekh tidak membacakan nama tersebut di saat berkhalwat kecuali kepada orang yang mendapat musibah. Hal itu akan mengingatkan orang tersebut kepada Tuhannya.
[menu name=”zikir-penenteram-hati” class=”modern-menu-widget”]