Masalah Berdiri Ketika Maulid – Wajibkah Memperingati Maulid Nabi S.A.W.?

Wajibkah
Memperingati Maulid
Nabi s.a.w.?

Diterjemahkan dari:
Ḥaulal Iḥtifāl Bidzikri al-Maulidin Nabawī asy-Syarīf
Karya:
As-Sayyid Muḥammad bin ‘Alawī al-Mālikī al-Ḥasanī

Penerjemah: Muhammad Taufiq Barakbah
Penerbit: Cahaya Ilmu

Masalah Berdiri Ketika Maulid

 

Adapun masalah berdiri dalam peringatan Maulid Nabi ketika sampai pada penyebutan kelahiran dan kemunculan beliau ke alam dunia, maka dalam masalah ini sebagian orang memiliki prasangka yang batil tentangnya. Yang mana keyakinan itu tidak memiliki dasar menurut orang-orang ahli ilmu, bahkan menurut orang yang paling bodoh sekalipun, yang menghadiri Maulid tersebut dan berdiri bersama orang-orang lain. Dan prasangka yang batil itu adalah bahwa orang-orang yang berdiri berkeyakinan bahwa Nabi s.a.w. masuk ke majlis Maulid tersebut pada saat itu dengan jasad beliau yang mulia, dan sebagian mereka bertambah prasangka buruknya dan menyangka bahwa pedupaan dan minyak wangi yang diedarkan di majlis tersebut untuk beliau, dan bahwa air yang diletakkan di tengah-tengah majlis adalah untuk minum beliau.

Semua prasangka itu tidak pernah sama sekali terlintas di benak seorang muslim yang berakal. Dan kami berlepas diri kepada Allah dari semua prasangka semacam itu karena prasangka yang demikian membawa kekurangajaran terhadap kedudukan beliau, Rasūlullāh s.a.w. dan menghukumi atas jasad beliau dengan sesuatu yang tidak diyakini kecuali oleh orang yang kafir, atheis dan ahli bid‘ah. Padahal sesungguhnya tidak ada yang mengetahui urusan-urusan yang menyangkut alam barzakh (kubur) dengan sebenar-benarnya kecuali Allah.

Nabi s.a.w. adalah lebih tinggi dari itu semua, serta lebih sempurna dan mulia dari prasangka-prasangka (yang mereka buat-buat). Dan dari yang mereka katakan bahwa beliau keluar dari kuburnya dan dengan jasad beliau menghadiri majlis tertentu, pada saat tertentu.

Saya mengatakan: “Ini adalah hanya karangan mereka saja dan prasangka tersebut penuh dengan kekurangajaran, ketidaksopanan, dan keburukan yang tidak akan muncul kecuali dari seorang yang penuh kebencian, kedengkian, kebodohan, dan keingkaran. Memang, kami berkeyakinan bahwa Nabi s.a.w. hidup di alam barzakh dengan kehidupan barzakhiyyah yang sempurna, yang layak bagi kemuliaan beliau. Berdasar kehidupan beliau yang sempurna dan tinggi itu, maka ruh beliau berkeliling-keliling di kerajaan Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi, serta dapat pula hadir di majlis-majlis kebaikan, yang dipenuhi oleh cahaya dan ilmu. Begitu pula ruh-ruh orang-orang mu’min yang ikhlas dari umat beliau.”

Sungguh Mālik telah berkata: “Telah sampai kepadaku riwayat, bahwa ruh itu bebas, ia pergi ke tempat yang ia ingingkan.”

Salmān al-Fārisī berkata: “Ruh-ruh orang mu’min berada di alam barzakh (pada dimensi lain) di bumi ini. Ia pergi ke mana ia ingin.” (Begitulah yang tersebut di kitab ar-Rūḥ karya Ibn-ul-Qayyim, halaman 144).

Jika engkau memahami hal ini maka ketahuilah bahwa berdiri tatkala Maulid Nabi bukanlah sesuatu yang wajib, atau sunnah. Dan kita tidak boleh meyakini keyakinan-keyakinan yang tak berdasar tadi. Hanya saja berdiri itu merupakan suatu gerakan yang mana dengannya manusia mengungkapkan kegembiraan dan kebahagiaan mereka.

Dan jika disebutkan “Nabi s.a.w. telah lahir dan muncul ke dunia ini” maka pada saat itu tergambarlah di benak para pendengar (hadirin) bahwa seluruh alam ini ikut berguncang karena bergembira atas nikmat yang besar ini, oleh karena itu mereka pun berdiri sebagai wujud dari rasa gembira dan bahagianya itu. Ini hanya masalah kebiasaan saja bukan masalah keagamaan, dan ini bukanlah ibadah, bukan pula syari‘at dan bukan pula sunnah. Hanya merupakan adat yang biasa dilakukan oleh orang.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *