Langit Pertama & Kedua – Mendaki Tangga Langit – Ibnu ‘Arabi

MENDAKI TANGGA LANGIT
Pengalaman Eksistensi Isrā’ Mi‘rāj Ibnu ‘Arabī
Syaikh al-Akbar Muḥyiddīn Ibnu ‘Arabī

 
Diterjemahkan dari:
Al-Isrā’u ilal-Maqām-il-Asrā’i aw Kitāb-ul-Mi‘rāj
Karya:
Syaikh al-Akbar Muḥyiddīn Ibnu ‘Arabī
 
Penerjemah: Imām Nawawī
Diterbitkan oleh: Institute of Nation Development Studies (INDeS)

Rangkaian Pos: Bab II - Mendaki Tangga Langit - Ibnu 'Arabi

BAB II

  • Langit Pertama
  • Langit Kedua
  • Langit Ketiga
  • Langit Keempat
  • Langit Kelima
  • Langit Keenam
  • Langit Ketujuh

[Dalam bab ini Ibnu ‘Arabī menceritakan perjalanannya di tujuh lapisan langit, percakapannya bersama rahasia rohaniah para nabi yang menghuni setiap langit. Ia juga menjelaskan ilmu dan ma‘rifat yang dimiliki secara khusus oleh masing-masing nabi di setiap langit].

 

LANGIT PERTAMA

Langit Wizārah, tempat rahasia rohaniah Ādam a.s.

Bismillāh-ir-raḥmān-ir-raḥīm

 

Sālik mengatakan:

Rasul malaikat itu meminta dibukakan langit jisim untukku, lalu aku melihat rahasia rohaniah Ādam a.s., di samping kanannya ada golongan aswidat-ul-qidam dan di samping kirinya ada aswidat-ul-‘adam. Beliau a.s. memelukku layaknya seorang kekasih tercinta, dan aku menanyainya tentang kabarnya. Beliau menjawabnya: “Wahai anakku, aku datang dari negeri Maghribī, aku ingin pergi menuju Yatsrib. Aku menempuh perjalanan selama empat puluh malam dengan perjalanan yang penuh kelucuan. Setibanya di sana dan semua sebab yang kubayangkan berakhir, aku berkata kepada salah satu temanku, sahabatku paling spesial: “Apakah di negeri kalian ada orang alim yang bisa dijadikan sandaran; seorang guru yang dapat ditimba ilmunya?”

Ada yang menjawabku: “Di sana ada seorang guru yang pembahasan dan pandangannya sangat mendalam, berdasar dalil naqlī dan kabar yang shaḥīḥ, gelarnya Abul-Basyar (ayah umat manusia). Dia mengajar di Masjid al-Qamar, dia sangat menakjubkan. Antara dirimu dan dirinya tak ada batasan khusus.”

Aku cepat-cepat pergi ke sana layaknya orang yang baru lepas dari ikatan, atau seperti orang yang lari karena takut diberi beban berat. Aku mengikuti pelajaran darinya. Aku meminta penjelasan tentang rohaniah jiwanya, lalu aku melihat seseorang yang sangat tampan rupawan, bicaranya fasih. Dia berdiri menghormatiku, dan mempersilakanku dengan mulia. Setelah menghormati kedatanganku, dia berkata kepada sahabat-sahabatnya: “Orang ini bagian dari keluargaku.” Mereka pun serempak memandangku, dan menganggapku sebagai salah satu dari saudara dan ponolong mereka. Untuk itulah aku merasa malu, hati merasa sangat asing dan takut.

Kemudian dia bertanya padaku: “Darimana?” Aku jawab: “Dari tempat bertemunya dua lautan, dan tempat dua kematian.” Dia berkata keapdaku: “Engkau berasal dari diriku?” Aku jawab: “Kepadamulah aku menuju.” Dia bertanya: “Dengan apa kita mengukurnya?” Aku jawab: “Dengan jiwa kita yang menyatu.”

Kemudian aku berkata kepadanya: “Wahai junjungan kami, semoga ada faedah atau hikmah yang bertambah, aku tinggal di rumahnya dan menjalankan makna-maknanya.” Dia menjawab: “Ambillah, semoga Allah melapangkan dadamu, menerangi pundakmu, melimpahruahkan nikmat dan kebaikan kepadamu.” Tuhan menarikku dari diriku sendiri, aku fanā’ dari diriku sendiri, kemudian memberiku segala-segalanya untuk membawaku kepada sifat lemah. Setelah Tuhan menyerahiku hukum-Nya, dan memberiku seluruh rahasia dan hikmah-Nya, Dia mengembalikan diriku lagi kepada diriku sendiri, dan Dia membuat apa yang sebelumnya ada di punggungku kini berada di depanku. Dia menjadikanku sebagai seorang kekasih, memilihku sebagai sahabat, menjadikan ‘Arsy-Nya sebagai kasur buatku, para malaikat sebagai pelayan dan pembantuku. Untuk itu aku menghadirkan bukti dalam setiap zaman, di mana aku tidak menemukan seorang pun yang menyerupaiku. Kemudian Tuhan membagi diriku kepada dua bagian, dan mengubah sesuatu menjadi dua macam. Tuhan menghidupkanku dan memperlihatkan apa yang menghalangiku dan mengabaikanku dari-Nya. Aku berkata: “Ini adalah aku, bukan orang lain.” Bagian yang satu pun mulai rindu akan bagian yang lain. Sehingga tegaslah perbedaan antara dzāt dan sifat. Aku bertanya: “Wahai Tuhanku, untuk apa bayangan ini?” Tuhan menjawab: “Apabila engkau menulis di papan tulis itu dengan Qalam, tulisanmu dibubuhi cahaya matahari, kemudian terjadi perpaduan dan perpaduan itu memancarkan cahaya kepada matamu, maka engkau akan tahu untuk apa Aku menciptakan bayangan ini untukmu.”

Setelah aku menulis menggunakan Qalam pada papan Qadam maka memancarlah cahaya rahasia keabadian padaku, di wajah ‘adam (ketiadaan). Aku saat ini mengajarkan apa yang aku tahu, menyebarkan untuk mereka semua apa yang aku diajari tentangnya. Kemudian dia bersenandung:

Wahai bulan rahasia, wahai yang memakaikan sutra hijau padaku
Engkau dicintai makhluk yang kering. Tanpamu nisaya kobaran neraka tidak akan paham.
Di sana engkau tertahan sebentar saja. Karena itulah engkau disebut Shāḥib-ul-Mahbas.
Di sana engkau memimpin dengan ilmu yang tampak padamu. Andai tidak begitu engkau tidak akan memimpin.
Engkau berjalan di atas dua puluh delapan bintang yang beredar dan terbenam;
Yang banyak bertasbih, yang mengambil keputusan, yang terbuat dari tembaga, layaknya perbuatan orang yang tak punya apa-apa.

Sālik mengatakan:

Aku merasa bahagia dengan apa yang dititipkan dan diberikan kepadaku. Kemudian ia berkata: “Cepat-cepatlah naik, maka di langit kedua akan tampak padamu sesuatu yang menyenangkan yang masih tersembunyi di tempat ini.”

 

LANGIT KEDUA

Langit Kitabah, tempat rahasia rohaniah ‘Īsā al-Masīḥ a.s.

Bismillāh-ir-raḥmān-ir-raḥīm

 

Sālik mengatakan:

Rasul malaikat yang sangat terang itu meminta dibukakan langit para arwah hingga roh ditiupkan pada kerangka tubuh, berkat menyaksikan al-Masīḥ.

Ketika hidupku sampai pada wujud al-Masīḥ, ragaku menikmati perjumpaan dengannya, di mana cahaya menyelimuti semua arah dan sudut-sudut, dan ia dipenuhi kehebatan dan kedermawanan, permadani kegelapan di rumah benda jisim digulung, maka ia berkata kepadaku: “Selamat datang, kemudahan dan keluasan (bagimu). Wahai Sālik, temukan dzātku, lihfat sifat-sifatku. Akulah yang muncul dari khazanah kedermawanan, (11) yang dicurahkan kepada wujud pertama. Andai tanpa kehadiranku maka niscaya asmā’-asmā’ tidak akan diajarkan, dan ia tidak akan mengungguli orang-orang yang unggul. Berkatku ia bisa bicara. Karena diriku. Di atas dirikulah tiang-tiang dan bangunannya ditegakkan.”

Kemudian ‘Īsā al-Masīḥ memalingkan wajahnya kepada pemuda yang sangat rupawan dan memancarkan keagungan, berbadan tinggi semampai, halus, dan berkulit kehitam-hitaman. Al-Masīḥ berkata kepadanya: “Berdirilah, wahai penulis ilham, ambil pena dan tinta, tulis pada diwan jisim atas perintah seorang imam, apa saja yang ditanyakan pemuda ini.”

Penulis (suruhan) al-Masīḥ, pembantu dan pengawalnya, mendatangiku. Ketika aku melihatnya datang ke arahku, aku berdiri sambil berucap spontan:

Wahai sang penulis yang pandai, dirimu bagi manusia sangatlah menakjubkan

Engkau dimuliakan oleh seorang junjungan yang agung, sehingga hati-hati manusia berhasrat padamu

Ketika engkau menghilang dari bola mataku maka keghaiban tersasar menuju kepada penampakan

Andaikan tanpamu, wahai sang penulis makna-makna, maka niscaya aku tak punya kedudukan di tempat agung ini

Tulislah ketegasan rasa aman, agar orang yang takut dan ragu merasa diberi keamanan.

 

Sālik mengatakan:

Penulis (suruhan) ‘Īsā al-Masīḥ, itu berkata: “Baiklah, berbahagialah, tak perlu ragu dan bimbang.”

Salik berkata:

Kemudian penulis suruhan al-Masīḥ itu mulai menulis, ringkas dan tidak bertele-tele, sesuai kebutuhan:

Bismillāh-ir-raḥmān-ir-raḥīm
Semoga Allah mencurahkan selawat kepada junjungan kami Muḥammad yang agung.
Ini adalah kewalian dan keamanan, yang diperintahkan oleh Rūḥ-ul-Arwāḥ, khalīfat-ur-Raḥmān.

Ketika bagi al-Masīḥ sudah jelas dan tegas – tatkala pewahyuan berlangsung – bahwa peran Ādam berhenti pada dirinya, panah peran Muḥammad melesat padanya, dan panah itu tepat mengenai sasaran sesuai perkiraan, sementara al-Masīḥ sendiri tahu bahwa panah itu memang mengenai sasarannya, dan dirinya memperoleh bagian paling sempurna serta paling banyak dari peranan-peranan tersebut, maka al-Masīḥ menuliskan pesan tersebut untuk Sang Wali Mulia ini.

Janji Allah kepada Sang Sālik, amanah-Nya untuk dia, dengan pandangan yang benar mengenai beban yang dipikulkan kepadanya, dan pemenuhan atas janji yang dibuat, di mana amanah itu diserahkan kepada Sālik oleh Khalīfah (‘Īsā al-Masīḥ a.s.), ketika dia merasa yakin bahwa Sālik akan memenuhinya, menjaganya, memeliharanya, menerapkannya dalam hukum, meninggalkan kemuskilan-kemuskilan prasangka, dan tetap berada dalam batas-batas yang digariskan oleh Sang Imām.

Jika Sālik mampu mengubah sangkaan Sang Imām menjadi pengetahuan yang pasti, lalu Sālik memimpin rakyatnya baik dalam kondisi perang maupun damai, berbuat adil dalam menerapkan hukum dan keputusan, bersikap rendah hati dalam status kewalian dan kebijaksanaannya, maka kami akan melanggengkannya sebagai seorang wali dan kami akan menolongnya. Jika Sālik keluar dari persyaratan ini maka akan kami cabut dan kami ganti dengan orang lain. Kami memiliki prasangka bahwa Sālik akan memenuhi persyaratan tersebut, dia akan berjalan bersama rakyatnya di jalan yang paling mudah.

Dan kalian semua tanpa kecuali, tidak akan menemukan tempat mengadu selain Allah. Kami di sini menyerahkan semua urusan kalian kepada “singa” yang kuat, seorang yang mulia, agung dan dibela. Kami bermaksud memberi kalian anak panah yang bagus. Kami akan menolong kalian dengan seorang cendekia paling berani. Apa yang dia katakan adalah apa yang kami katakan. Apa yang dia perbuat adalah apa yang kami perbuat. Dengan lidah kami dia bicara, dan dari hati kami dia mengungkapkannya.

Dia berjanji kepada kami akan menghidupkan golongan kalian yang sudah mati menghimpun yang tercerai-berai dari kalian, memberi keamanan pada malam-malam kalian, menyuburkan tetumbuhan kalian, mengajarkan apa yang belum kalian tahu, dan memberi tahu kalian bahwa kalian akan kembali kepada kami.

Jika masa berlangsung lama, bilangan berlipat-ganda, maka katakanlah: “kami dengarkan dan kami patuhi”. Jangan pernah mengatakan apa yang pernah dikatakan orang-orang sebelum kalian: “kami dengarkan dan kami ingkari”. Kami hancurkan mereka sebagai tawanan, kami bunuh mereka di lembah dan dataran tingginya, kami lumat mereka sehalus-halusnya, dan siksaan memang layak untuk mereka sehingga mereka betul-betul hancur lebur, tak ada seorang pun yang tersisa, awan gelap dan hujan batu menyeluruh ke segala penjuru.

Jangan pernah terbersit untuk keluar dari garis kami, jangan berlambat-lambat ketika utusan kami itu memerangi musuh, seakan-akan siksaan menimpa kalian. Jika kalian ingkar maka apa yang kami janjikan kepada kalian betul-betul akan terjadi.

Kita sekarang menunggu apa yang akan disampaikannya tentang diri kalian, dia akan menyampaikan kepada kita semua tentang diri kalian, dan apa yang terjadi akan berlaku pada kalian. Amal perbuatan kalian akan dikembalikan kepada kalian sendiri. Jika perbuatan baik maka akan berbalas baik, jika buruk maka akan buruk pula balasannya. Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula. (22) Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya, (33) Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (44) Dan hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mu’min bertawakkal. (55)

Semoga Allah berselawat kepada Muhammad penutup para nabi, dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Keselamatan, rahmat Allah dan berkah-Nya semoga terlimpah kepada kalian.

 

Sālik mengatakan:

Aku mendapat keamanan yang nyata, aku menjadi penerjemah antara dia dan kekuasaannya. Ketika dia melihat keadilan sikapku dalam apa yang aku putuskan dan kebenaranku dalam setiap hukum yang aku jalankan, maka ia berkata: “Sungguh bagus apa yang engkau lakukan, dan aku akan memberimu ganjaran. Sebab tidak seorang pun yang menyamai dirimu, dan tak seorang pun yang adil seperti dirimu. Di atas maqām ini masih ada maqām agung lain, tempat mulia untuk menyaksikan langsung, rumah kebahagiaan, bukan penderitaan; ia adalah maqām keindahan, tempat memperindah.”

Sālik mengatakan:

Keinginan hati mulai bergejolak untuk mendatanginya, hati ingin segera mengoyak tabir yang menutupinya.

Catatan:

  1. 1). Ini sebuah isyarat tentang kelahirannya yang tanpa seorang ayah. Allah s.w.t. berfirman:
    (Ingatlah), ketika Malaikat berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan kelahiran seorang putra yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang) daripada-Nya, namanya al-Masīḥ ‘Īsā putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), dan dia berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk di antara orang-orang yang saleh.” Maryam berkata: “Ya Tuhanku, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-laki pun.” Allah berfirman (dengan perantaraan Jibrīl): “Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya: “Jadilah”, lalu jadilah dia.” (QS. Āli ‘Imrān: 45-47).
  2. 2). QS. az-Zalzalah: 7-8.
  3. 3). QS. al-Muddatstsir: 38.
  4. 4). QS. Āli ‘Imrān: 97.
  5. 5). QS. Ibrāhīm: 11.