Langit Ketujuh – Mendaki Tangga Langit – Ibnu ‘Arabi

MENDAKI TANGGA LANGIT
Pengalaman Eksistensi Isrā’ Mi‘rāj Ibnu ‘Arabī
Syaikh al-Akbar Muḥyiddīn Ibnu ‘Arabī

 
Diterjemahkan dari:
Al-Isrā’u ilal-Maqām-il-Asrā’i aw Kitāb-ul-Mi‘rāj
Karya:
Syaikh al-Akbar Muḥyiddīn Ibnu ‘Arabī
 
Penerjemah: Imām Nawawī
Diterbitkan oleh: Institute of Nation Development Studies (INDeS)

Rangkaian Pos: Bab II - Mendaki Tangga Langit - Ibnu 'Arabi

LANGIT KETUJUH

Langit Ghāyah, tempat rahasia rohaniah Ibrāhīm a.s.

Bismillāh-ir-raḥmān-ir-raḥīm

Sālik mengatakan:

Rasul malaikat yang mulia itu minta dibukakan pintu langit tempat al-Khalīl (Ibrāhīm a.s.). Akupun melihat rohaniahnya mengelilingi Bait-ul-Ma‘mūr, (161) dalam limpahan cahaya. Di mengucap salam, dan memberi sambutan hangat. Dia betul-betul menghormati dan memuliakan.

Aku berkata kepadanya: “Wahai Akh-ul-Qirā, yang menyeru keturunannya datang ke Umm-ul-Qurā, (172) beritahu aku tentang hakikat maqāmmu yang mulia itu.” Dia menjawab: “Ketika engkau mengutamakan makananmu. Duhai anakku, tidakkah engkau tahu, andai kata bukan karena kemurahan (Tuhan) maka tidak akan ada wujud semesta ini, andai kata tak ada kemuliaan maka tidak akan ada kebijaksanaan, dan andai kata tak ada makanan maka tak akan tampak rahasia-rahasia.”

Sālik mengatakan:

Aku berkata kepadanya: “Aku ingin masuk ke dalam Bait-ul-Ma‘mūr, maqām yang sudah terkenal itu.” Dia menjawab: “Ada syaratnya, seperti dalam sebuah kitab yang tertulis, dalam lembaran yang terhampar.” Aku berkata kepadanya: “Tunjukkan padaku, sehingga aku bisa melihatnya.”

Sālik mengatakan:

Dia (Ibrāhīm a.s.) memanggil Kiwān yang begitu mulia, (183) bagi para wali, selain wali dari umat Muḥammad dan maqām-maqām shiddīqiyyah (kejujuran). Kiwān ini adalah penjaga peti dan pemungut pajaknya. Ia datang secepatnya, dan duduk di hadapannya. Ibrāhīm berkata kepada Kiwān itu: “Bukakah peti cahaya itu, bawa padaku kitab yang tertulis itu?”

Sālik mengatakan:

Kiwān itu pun segera menyerahkan isi peti itu. Al-Khalīl berkata kepada Kiwān: “Serahkan kitab itu kepadanya.” Aku pun membuka sampulnya. Aku sentuh tulisan dan lembarannya. Di sana tertulis:

Bismillāh-ir-raḥmān-ir-raḥīm
Lā ilāha illallāh, muḥammadun rasūlullāh.

Ini adalah rumah Tuhan (bait-ul-ḥaqq), tempat kejujuran, ruang pertemuan dan perpisahan, rahasia barat dan timur, ia berlarang bagi setiap orang dari maqām apapun, kecuali maqām orang yang dekat dengan Rafīq A‘lā, kemudian ia mendekati maqām yang amat agung, sehingga Dia dekat (pada Muḥammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi), (194) yakni, maqāmnya Muḥammad, manusia pilihan itu.

Lalu Dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muḥammad) apa yang telah Allah wahyukan. (205) Dengan itu, ia bisa memahami secara jelas arti: hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya, (216) berupa hakikat-hakikat kedekatan dalam Isrā’.

Dan sesungguhnya Muḥammad telah melihat Jibrīl itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (227) dan Ādam masih dalam bentuk air dan tanah di Sidrat-ul-Muntahā, (238) di mana yang awal dan yang akhir bertemu, waktu yang dulu, sekarang, dan yang akan datang semuanya sama, di dekatnya ada surga Ma’wā, tempat tinggalnya orang-orang al-Wāshilīn yang hidup. (249).

Ketika mereka menyaksikan Dzāt (Tuhan), Dia menempatkan mereka dalam surga sifat-sifat, dari alam, ketika Sidrat-ul-Muntahā diliputi oleh sesuatu yang meliputinya, (2510) berupa segala macam rahasia dan kesucian, di tempat yang mulia.

Penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. (2611) Bagaimana mungkin berpaling pada sesuatu yang tiada, yang tak dapat dilihat.

Kursi pun berada di tengah-tengah, ruang di atas maupun di bawah membentang semakin luas, dengan kemunculan-Nya maka tampaklah dua kaki. Bumi bercahaya terang oleh cahaya-Nya. Malaikat berdiri di atas satu kaki, dan orang-orang ‘ārif berdiri di atas dua kaki; yang ghaib dan yang nyata, mereka tidak membantah-Nya, mereka menjalankan perintah-Nya, (yang datang) dari atas persemayaman turun ke pusat Nūn.

Rahasia wujud mereka (orang-orang ‘ārif) menjadi lenyap, ketika melihat Tuhan yang mereka sembah. Mereka diliputi oleh kehebatan Dzāt, tenggelam dalam samudra kenikmatan, dan Tuhan Yang Maha Suci, dengan penampakan-Nya itu, tidak menyisakan bentuk-bentuk sifat kepada mereka. Yang ada hanyalah isyarat-isyarat tersembunyi.

Roh-roh para pewaris nabi, dalam hal penyaksian, sama saja. Apa yang mereka alami hari ini, demikian pula kelak. Hanya saja, apa yang mereka saksikan selama di dunia mengalami perpisahan. Sedangkan penyaksian yang mereka alami di maqām tanpa maqām (station (of) no station), berlangsung terus-menerus. Perpisahan hanya dialami oleh roh, dan perjumpaan yang terus-menerus dialami oleh jisim (fisik). Jisim berpindah dari dunia ke akhirat, sedangkan roh berpindah dari maqām keagungan menuju maqām keindahan, sampai tiba di suatu tempat tak bernama, dan di sanalah perpindahan berikutnya tidak diperbolehkan.

Barang siapa yang tiba di maqām ini, maka memasuki Bait-ul-Ma‘mūr tidak dilarang. Keselamatan bagi orang yang dimaksud firman Allah: “Hai penduduk Yatsrib (Madīnah), tidak ada tempat bagimu.” (2712).

Sālik mengatakan:

Aku berkata kepadanya: “Wahai Bapak Islam, (2813) orang yang menyatukan potongan-potongan, (2914) orang yang mengetahui kerajaan bumi dan langit, engkau tidak tahu persoalanku, lalu engkau berbuat kurang tepat tentangku. Akan aku jelaskan padamu tentangku, seperti dalam syairku yang asing ini, puisiku yang menakjubkan ini.”

Sejak penulis cinta Allah tinggal di hatiku, dan menuliskan kalimat rindu di jantungku
Aku melebur dalam cinta-Nya, karena kerinduan dan rasa kangen. Lantaran kerinduan yang panjang, oh, hatiku pedih
Duhai harapan dan tambatan jiwa, duhai sandaran hati, rinduku padamu amatlah sangat, tidak pada yang lain
Aku taruh telapak tangan di atas dadaku, karena aku takut dada ini akan pecah lantaran kulit mengkhianatiku
Dada terus tergoncang, tangan naik-turun. Hingga terpaksa telapak tangang yang satunya datang membantu
Hati pergi meninggalkan dunia ini, menuju Sang Kekasih yang membuat fanā’, dan bukan tanganku (yang pergi)
Aku terus mencarinya dengan perasaan rindu, dan aku meratapi-Nya dengan air mata yang mengalir deras dari jeritan hati
Hingga aku mendengar suara-Nya memanggil dari arah depanku: barang siapa yang berada di sisi-Ku, ia tidak akan melihat yang lain
Matilah dengan membawa kerinduanmu, atau matilah karena tubuh yang tergoncang. Sebab hatimu tidak akan mengoyak tubuhmu
Aku pun berdiri, dan kerinduan masih membuatku terlipat dan terbentang. Lantaran kebahagiaan yang sangat, maka aku berteriak: Oh, hatiku
Ketika aku menyakiskan-Mu, duhai Dzāt yang tak ada duanya, maka bagiku antara kesesatan dan petunjuk kebenaran tak ada bedanya
Jiwa mengenal-Nya dengan ilmu, melihat-Nya dengan mata, dan menyaksikan-Nya, untuk hari ini dan selamanya
Barang siapa yang melihat Dzāt itu, ia tidak akan melihat adanya sifat. Sebab dalam sifat terdapat tabir antara seorang tamu dan barang bawaannya.

Sālik mengatakan:

Dia (Ibrāhīm a.s.) berkata kepadaku: “Akulah yang dimaksud dengan tabir itu. Dan untuk para pencinta, maka aku akan bukakan pintu-pintu.”

Aku berkata kepadanya: “Apalah arti perhiasan dibandingkan cinta, apalah arti persahabatan dibandingan kedekatan. Siapalah orang yang berkata: “Aku bersegera kepada-Mu. Ya Tuhanku, supaya Engkau ridha (kepadaku),” (3015) dibandingkan orang yang mendapat kemuliaan dengan: “Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas.” (3116) Siapakah orang yang berkata: “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku,” (3217) dibandingkan dengan orang yang mendapat kemuliaan dengan: “Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?” (3318)

Sālik mengatakan:

Aku bertanya kepadanya: “Bagaimana menurutmu tentang puncak tertinggi, apabila yang demikian ini adalah awal mulanya? Tentang rahasia-rahasia, apabila yang demikian ini adalah tanda-tandanya yang terang, atau, di mana posisimu dibanding kata-kataku yang disaksikan oleh perbuatanku:

Oh Tuhanku, Oh Tuanku, rahasia-Mu melebur bersama rahasiaku. Duhai, permohonanku, kamulah yang aku ungkapkan
Dengan-Mu aku melihat segala yang ghaib maupun nyata, dengan-Mu aku mendengar setiap bisikan, dengan-Mu pula aku bicara.

Atau, di manakah pentingnya dzikir dibandingkan dengan pikiran yang fana’, rahasia-rahasia lenyap, dan cahaya-cahaya padam?

Dengan mengingat (dzikir) Allah, dosa-dosa terampuni, hati dan pikiran menjadi indah menawan
Namun meninggalkan dzikir adalah lebib baik ketika itu, karena matahari tidak pernah tenggelam (3419)
Dengan berdzikir kepada Allah, hati akan menjadi elok rupawan, pengetahuan-pengetahuan serta hal-hal ghaib akan menjadi nyata
Namun meninggalkan dzikir adalah lebih baik dibanding semuanya, karena matahari dzat tidak akan pernah tenggelam.

Atau, di manakah posisimu dibandingkan dengan maqam yang aku capai, dan sudah aku raih.

Oh hatiku, engkau sudah sampai pada-Nya. Katakan pada-Nya kata-kata seorang kekasih yang cintanya sangatlah kuat
Andai tak ada ‘Arsy-Nya, persemayaman tak akan terjadi.
Dan dengan cahayaku, pemisalan bisa dilakukan.

Sālik mengatakan:

Setelah dia (Ibrāhīm a.s.) melihat kenyataan ini, dia berkata: “Tidaklah serupa antara orang yang dapat melihat dengan orang buta.”

Kemudian dia berkata kepadaku: “Wahai anakku, ingatlah bapakmu, ketika engkau bermunajat dengan Tuhanmu. Wahai anakku, siapalah al-Khalil ini dibandingkan denganmu, sementara dirimu berada dalam maqam yang agung. Sangatlah berbeda antara orang yang menatap bintang lalu berkata: “Sesungguhnya aku sakit,” (3520) dibandingkan dengan orang yang tentangnya dikabarkan begini: “Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.” (3621) Aku berkata: “Oh Tuhan, ampuni kesalahanku pada hari pembalasan kelak,” (3722) sementara itu ada firman untukmu. “Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang.” (3823) aku sendiri berkata: “Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang),” (3924) sementara untukmu firman berkata: “Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.” (4025).

Sālik mengatakan:

Dia pun menangis, dan berkata: “Sungguh kami ini disibukkan oleh perhatian terhadap hal-hal yang remeh sehingga lalai dari menggapai rahasia-rahasia. Sangatlah jauh berbeda antara mulia dan dimuliakan. Mulia adalah kepemimpinan, dan dimuliakan adalah ibadah. Mulia diiringi oleh status kaya, dan dimuliakan diiringi sifat-sifat kemiskinan. (4126).

Wahai anakku, teruskan perjalananmu menuju tempat di mana Tuhan dan Kekasihmu memanggilmu. Janji di antara kita adalah memberi tahu apa yang Dia sampaikan padamu.”

Sālik mengatakan:

Burrāq terbang kencang, keluar meninggalkan langit ketujuh, dan rasul malaikat itu memukulkan tongkatnya ke sidrah cahaya.

Catatan:

  1. 16). Bait-ul-Ma‘mūr, menurut at-Tustarī, adalah seperti yang diriwayatkan oleh Muḥammad bin Siwar dengan sanad dari Ibnu Mas‘ūd r.a., i berkata: “Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Pada suatu malam ketika aku Isrā’, aku melihat Bait-ul-Ma‘mūr di langit keempat (dalam riwayat lain; di langit ke tujuh). Setiap hari ada tujuh puluh ribu malaikat menunaikan haji di sana. Setelah itu 70 ribu malaikat itu pergi dan tidak pernah kembali lagi. Sisi dalam Bait-ul-Ma‘mūr itu adalah hati orang ‘Ārif, yang berlimpah ma‘rifat Allah, cinta dan rindu pada-Nya. Bait-ul-Ma‘mūr adalah tempat menunaikan haji bagi para malaikat, sebab ia adalah rumah tauhid (bait-ut-tauḥīd).” Lihat Tafsīr-ul-Qur’ān-il-‘Azhīm, Sahal-ut-Tustarī, hal. 94-95. Ibnu ‘Arabī mengikuti pandangan Sahal-ut-Tustarī ini dalam memaknai Bait-ul-Ma‘mūr, baik secara lahiriah maupun batiniahnya.
  2. 17). Umm-ul-Qurā: Makkah al-Mukarramah. Ini mengisyaratkan Ibrāhīm a.s. ketika berdoa kepada Tuhan di Makkah, dan memohon keamanan dan terjaga dari penyemabahan terhadap berhala-berhala, baik dirinya sendiri maupun keturunannya. Ibrāhīm a.s. juga memohon agar hati umat manusia senang kepada keturunannya. Lihat QS. Ibrāhīm: 35-40.
  3. 18). Kiwan: orbit bintang Zuhal.
  4. 19). QS. an-Najm: 9.
  5. 20). QS. an-Najm: 10.
  6. 21). QS. an-Najm: 11.
  7. 22). QS. an-Najm: 13.
  8. 23). QS. an-Najm: 14.
  9. 24). QS. an-Najm: 15.
  10. 25). QS. an-Najm: 16.
  11. 26). QS. an-Najm: 17.
  12. 27). QS. al-Aḥzāb: 13.
  13. 28). “Bapak Islam” adalah gelar Ibrāhīm a.s., seperti dalam firman Allah: “(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrāhīm. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu.” (QS. al-Ḥajj: 78).
  14. 29). Potongan-potongan tubuh burung yang disatukan kembali oleh Ibrāhīm a.s.
  15. 30). QS. Thāhā: 84.
  16. 31). QS. Dhuḥā: 5.
  17. 32). QS. Thāhā: 25.
  18. 33). QS. Alam Nasyraḥ: 1.
  19. 34). Yang dimaksud Ibnu ‘Arabī dalam dua bait puisi ini adalah dzikir yang dilakukan setelah lupa. “Meninggalkan dzikir adalah lebih baik” karena menegaskan bahwa seseorang tidak pernah lupa (pada Allah). Atau dapat diartikan pula, dzikir yang menegaskan akan keberadaan manusia namun pikirannya tidak pernah fanā’ dan juga tidak pernah mengalami perjalanan Isrā’ yang dijelaskan oleh Ibnu ‘Arabī dalam kitab ini. Ini adalah isyarat tentang firman Allah: “Bukankah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan tenang?
  20. 35). QS. ash-Shāffāt: 89.
  21. 36). QS. an-Najm: 11.
  22. 37). Seperti dalam firman Allah: “Dan yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat.” (QS. asy-Syu‘arā’: 82).
  23. 38). QS. al-Fatḥ: 2.
  24. 39). QS. asy-Syu‘arā’: 84.
  25. 40). QS. Alam Nasyraḥ: 4.
  26. 41). Allah s.w.t. berbicara tentang keluarga Nabi yang disucikan: “…. Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhājirīn), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan…..” (QS. al-Ḥasyr: 9).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *