Langit Kelima & Keenam – Mendaki Tangga Langit – Ibnu ‘Arabi

MENDAKI TANGGA LANGIT
Pengalaman Eksistensi Isrā’ Mi‘rāj Ibnu ‘Arabī
Syaikh al-Akbar Muḥyiddīn Ibnu ‘Arabī

 
Diterjemahkan dari:
Al-Isrā’u ilal-Maqām-il-Asrā’i aw Kitāb-ul-Mi‘rāj
Karya:
Syaikh al-Akbar Muḥyiddīn Ibnu ‘Arabī
 
Penerjemah: Imām Nawawī
Diterbitkan oleh: Institute of Nation Development Studies (INDeS)

Rangkaian Pos: Bab II - Mendaki Tangga Langit - Ibnu 'Arabi

LANGIT KELIMA

Langit Syurthah, tempat rahasia rohaniah Hārūn a.s.

Bismillāh-ir-raḥmān-ir-raḥīm

Sālik mengatakan:

Lalu rasul malaikat itu minta dibukakan pintu langit Syurthah untukku. Ia berkata padaku: “Aku telah meminta agar pintu langit yang pernah ditempati orang yang diberi keluasan ilmu dibuka.” (81).

Ketika pintu dibuka, penjaga pintu gerbang langit kelima ini menoleh ke arahku, dan penjaganya mendatangiku. Mereka bertanya: “Siapa yang datang? Siapa yang akan melintasi jalan ini?” Aku jawab: “Seorang tamu yang datang atas perintah pemilik tempat ini. Perjalanannya tak begitu jauh. Ia menempah padang gersang. Melintasi cakrawala. Dialah yang menghentikan perjalanannya di halaman rumahnya. Siapa yang bertanggungjawab mengabarkan kedatangan dan istirāḥ-nya kepada orang-orang yang bermuqim? Andai bukan karena ada sesuatu yang telah terjadi dan ada sesuatu yang menyelimuti, yang menyebabkan bergeraknya anak lembu, dan disiapkannya suara anak lembu itu oleh seorang pendusta, maka niscaya aku tidak melintasi kawasan ini.”

Pengawal yang berpakaian merah itu tiba-tiba tergesa, dan berkata: “Selamat datang, tuan besar kami. Akulah yang bertanggungjawab menyampaikan kedatangannya, dalam hiasan kebesarannya. Bukankah anak panah hanya akan digunakan pada perang panah, bukankah buku-buku Julianus (92) hanya dibuka ketika akan mengobati penyakit akut?”

Pengawal itu kemudian mengajakku masuk menemui Hārūn a.s. Dia mempersilakan aku duduk di depannya. Setelah melihat diriku, ia berkata: “Allah menghidupkan seorang tuan.” Kemudian dia berkata kepada wazīr-nya: “Bicaralah kepadanya tentangku dengan lidah kebenaran. Beritahu dia tentangku, antara hikmah dan perintah.”

Si wazīr itu bergegas dengan mantap, dan dengan suara tegas berucap:

Inilah dia san khalifah, tuan bagi seluruh alam. Dia adalah al-Maqām, ar-Rukn, dan al-Ḥarām
Dia memimpin manusia, namun kepemimpinannya tidak tampak. Ketika anak lembu dan berhala (103) terlihat mata, ia tak henti-henti mengajak beberapa kaumnya itu
Keinginan kaum itu selamanya adalah meraih apa yang diraih Musa. Mereka tidak tahu bahwa mata kepala adalah penghalang
Setiap kali mata hati memandang sesuatu maka dzāt sesuatu itu adalah tiada.

Khalifah yang mulia ini, yang terpelihara dan baik hati, diberi minum menggunakan cawan kerendahan hati, oleh seseorang yang berteduh di tempat teduh, (114) lalu ia (Mūsā) memanggil dengan seruan penuh kasih-sayang. Ia (Mūsā) sudah tahu bahwa hari itu tak akan ada satu pun yang bisa menyelamatkan dari siksa Allah kecuali Dia Yang Maha Mengasihani. (125) Kemudian Allah membuat keduanya (Mūsā dan Hārūn) sama dalam cahayanya dan terangnya. Keduanya unggul dalam kemunculannya sebagai khalifah. Maka tak seorang pun binasa (celaka) yang sudah mengenal siapa dia. Dan cahaya matahari tidak patut dipuji apabila tidak menerangi purnamanya.

Sālik mengatakan:

Aku menemukan mutiara-mutiara (ucapannya). Aku mengambil seberkas cahayanya. Aku mendapatkan apa yang selayaknya didapatkan, lalu aku melanjutkan perjalanan.

 

LANGIT KEENAM

Langit Qudhāt, tempat rahasia rohaniah Mūsā a.s.

Bismillāh-ir-raḥmān-ir-raḥīm

Sālik mengatakan:

Rasul malaikat pembawa ilham itu minta dibukakan pintu langit kalam untukku. Aku pun melihat rohaniah Mūsā a.s. Bersegeralah aku mengucapkan salam. Aku bersimpuh di hadapannya dengan perasaan patuh. Di depan Mūsā a.s. ada seorang syaikh yang tampan, badannya tidak pendek juga tidak terlalu tinggi.

Mūsā a.s. berkata kepadaku: “Syaikh ini adalah Qādhī-l-Qudhāt, pemimpin para wali, di tangannyalah tergenggam seluruh hukum-hukum langit. Dia datang kepadaku ketika ada masalah yang tidak dipahaminya. Saat ini aku menitipkan hukum-hukum langit itu kepadanya. Maka ambillah olehmu bagianmu sendiri yang ada padanya. Ketahuilah bahwa engkau bertanggungjawab atasnya.”

Kemudian Mūsā a.s. berpaling ke arah syaikh itu, dan berkata: “Wahai Qādhī, ringkas permintaanmu dalam ungkapan yang padat. Terimalah jawabannya dengan isyarat yang singkat!”

Qādhī itu berkata: “Seorang hamba yang hina-dina, bertanya kepada tuannya yang agung nan mulia, apakah dapat dibenarkan ke-fanā’-an substansi (fanā’-ul-ismi) sementara bentuknya tetap kekal (baqā’-ur-rasmi)?”

Sang Imām berkata kepada Qādhī itu:

“Wahai Qādhī, tidakkah engkau tahu bahwa semua makhluk itu majbūr (dikendalikan). Bagaimana mungkin makhluk yang terbatas dapat menangkap hakikat?! Ucapan seorang yang ‘ārif pasti absurd (mustahil, tidak masuk akal), dan tempat diutusnya di Barat. Sedangkan ucapan seorang pewaris nabi (al-wārits) sangat jelas, dan tempat diutusnya di Barat dan Timur. Seorang pewaris Muḥammad menelanjanginya segala rahasia, dan menyelimuti pagar-pagarnya. Hatinya diliputi hakikat. Hatinya tidak tertipu oleh petunjuk jalan. Ia terlepas dari perubahan. Kehendaknya ditampakkan secara nyata, sehingga ia bersemangat untuk terus berjalan. Melalui dirinya sendiri ia dapat melihat Dia. Melalui perbuatan dirinya sendiri ia dapat melihat asmā’-asmā’Nya. Dan melalui bumi-Nya ia dapat melihat langit-Nya.

Kemudian keseluruhan dirinya mengalami fanā’. Sifat-sifat ketuhanan bersemayam di atas ‘Arsy-nya. Di sanalah, kekekalan bentuk ‘ubūdiyyah (penghambaan) dapat dibenarkan. Tentang yang demikian itulah, lalu ada orang yang mengatakan: “Janganlah engkau menceritakan rahasia ketuhanan.” Apabila seorang pewaris nabi telah lenyap dari dirinya sendiri maka tak ada satu pun yang berguna selain kebangkitan dirinya dari alam kubur. Ia fanā’ dari gerak dan perasaannya sendiri. Apabila ia sudah tenggelam dalam samudra ini maka ia tenggelam dalam anugerah ilahi. Maka wajiblah ia mengerjakan ibadah fardhu maupun sunnah.”

Sang Qādhī itu pun menyatakan dan mengakui akan kesembuhan dirinya. Ia pun berterimakasih atas apa yang sudah didengarnya, lalu ia pergi.

Sālik mengatakan:

Kemudian Musa a.s. memalingkan wajahnya ke arahku. Dia membaca firman Allah: “Dan bagi tiap-tiap umat ada qiblatnya (sendiri).” (136) lalu ia berkata:

“Ketahuilah bahwa engkau sedang dalam perjalanan menuju Tuhanmu. Dia akan menyingkapkan rahasia hatimu, dan memberitahu kepadamu tentang rahasia-rahasia kitab-Nya. Dia akan memberimu kunci untuk membuka pintu-Nya, supaya pusaka warisan untukmu semakin sempurna, dan statusmu sebagai utusan dapat dibenarkan. Inilah bagian milikmu dari firman yang berbunyi: “Dia memberi wahyu kepada hamba-Nya.” Akan tetapi janganlah engkau berharap mendapat perlakuan khusus dengan memperoleh syariat yang akan menghapus (syariat sebelumnya) dari-Nya. Jangan berharap mendapat kitab wahyu. Pintu (syariat) telah tertutup. Sebab Muḥammad s.a.w. adalah penyempurnaan bangunan. Dalil apapun yang menyalahinya pastilah salah.

Selanjutnya, setelah engkau memperoleh maqām ini dan mendengar apa yang dikatakan Sharīf-ul-Aqlām, maka engkau akan pulang sebagai utusan. Mengingat dirimu sebagai ahli waris maka engkau juga akan mewariskannya.

Engkau harus bersikap lembut dalam mengajarkan hukum kepada makhluk. Sebab perbedaan (147) adalah alasan bagi ketidakmampuan dalam menanggung janji, dan mengerjakan sampai batas puncak. Mintalah kepada Tuhanmu saat engkau bermunajat kepada-Nya. Mintalah keringangan dalam segala hal untuk rakyatmu selagi Dia belum mengatakan: “Kata-kataKu tak lagi bisa diubah.” Sebab apabila engkau sudah mendengar pernyataan tegas tersebut maka tak ada gunanya terus meminta dan menunggu. Mintalah pertolongan-Nya selama engkau masih menjabat sebagai pengatur alam semesta. Demi Allah, selama ini aku tidak pernah terbebani oleh kesusahan apapun, semua rintangan dapat teratasi.

Ini adalah wasiatku. Pahamilah. Dengan wasiat itu aku menunjukkan jalan paling mudah kepadamu. Maka pegang teguhlah.”

Sālik mengatakan:

Demi Allah, wahai tuanku. Sungguh aku tahu bahwa semua peengetahuanmu sudah ditetapkan, dan tali-tali hakikat terpaut padamu.

Dia (Mūsā) berkata padaku: “Siap yang mengatakan ucapan yang benar tentangku ini. Mungkin saja ia adalah kata-kata makhluk yang berasal dari Tuhan.”

Aku berkata kepadanya: “Dalam syairku akan lebih jelas padamu tentang apa yang aku ketahui.”

Dia menjawab: “Bacakanlah supaya aku tahu sampai di mana derajatmu, dan aku akan mengidzinkanmu lewat, apabila engkau fasih menjelaskan pernyataanmu itu.”

Sālik mengatakan:

Aku pun membacakan syair itu:

Rahasia dan keinginan seorang pejalan malam (158) terdapat di antara persetujuan dan pengingkaranku terhadap sesuatu yang aku beli.
Mengapa engkau tidak berkata: aku telah menitipkan rahasia keduanya. Akulah orang yang rahasia-rahasianya diberitahukan kepada para arwah.
Akulah yang diajak bicara dari balik api yang menghalangiku dari cahaya. Maka aku berbicara kepada cahaya yang terdapat pada api.
Akulah yang menciptakan alam semesta dalam keadaan gelap gulita. Andaikan kami menghendaki lain niscaya alam diliputi cahaya
Akulah yang menaruh rahasia-rahasia di atas telapak tangan yang tengadah, yang tak akan pernah dimiliki oleh orang-orang yang celaka.
Duhai engkau yang memukulkan tongkat kepada tanah keras, matahari, bulan, dan tanah yang memiliki tetumbuhan
Sungguh menakjubkan sebatang tongkat yang memukul batu. Tataplah orang yang memukul itu dari balik tabir-tabir
Engkau sungguh terang-benderang. Tak seorang pun yang tidak mengetahui tentangmu, kecuali mereka yang tidak mengenal Tuhan Yang Maha Pencipta.
Aku menunggangi unta, melintasi Barat dan Timur siang dan malam, agar bisa berjumpa kalian.
Tapi aku tidak menemukan kalian, dan tidak pula mendengar kabar kalian. Ya bagaimana mungkin telinga di balik pagar dapat mendengar?!
Atau, bagaimana mungkin aku mengetahui orang yang tidak serupa denan sesuatu pun. Karena aku melampaui batasku sendiri, maka aku tidak mengenalmu
Engkau menghalangi dirimu sendiri dalam menciptakan makhluk. Engkau bagaikan rahasia dalam rohanilah al-Qārī
Engkau adalah satu-satunya orang, di mana zaman terdesak olehnya. Engkau disucikan dari jagad semesta, juga dari langit dan bumi.

Sālik mengatakan:

Segala puji bagi Allah yang telah membuatku kokoh dengan apa yang dianugerahkan kepadamu (Mūsā), Dia yang telah menyingkapkan untukmu segala rahasia yang menghalangimu.

Catatan:

  1. 8). Orang yang diberi keluasan ilmu berdasarkan ayat al-Qur’ān adalah Raja Thālūt. Allah s.w.t. berfirman dengan bahasa Bani Isrā’īl: “Nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilih (Thālūt) rajamu, menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.”……. Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 247). Akan tetapi yang dimaksudkan di sini adalah Nabi Hārūn a.s., ia memiliki keahlian berbahasa bagus berdasarkan kesaksian Nabi Mūsā a.s.: “Saudaraku Hārūn dia lebih fasih lidahnya daripadaku, maka utuslah dia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan (perkataan) ku; Sesungguhnya aku khawatir mereka akan mendustakanku” (QS. al-Qashash: 34).
  2. 9). Julianus adalah seorang dokter Yunani abad 2 SM. Dia memiliki penemuan-penemuan penting dalam penyembahan. Dia menjadi rujukan utama pada dokter ‘Arab.
  3. 10). Kepemimpinan Nabi Hārūn a.s., atas umatnya tidak nampak. Sementara kaumnya itu terus saja menyembah patung anak lembu sampai Nabi Mūā a.s. datang Allah s.w.t. berfirman: “Kemudian Sāmirī mengeluarkan untuk mereka (dari lobang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara. Maka mereka berkata: “Inilah Tuhanmu dan Tuhan Mūsā, tetapi Mūsā telah lupa”. Maka apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan? Dan sesungguhnya Hārūn telah berkata kepada mereka sebelumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu hanya diberi cobaan dengan anak lembu itu dan sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku”. Mereka menjawab: “Kami akan tetap menyembah patung anak lembu ini, hingga Mūsā kembali kepada kami”.” (QS. Thāhā: 88-91).

    Yang dimaksudkan di sini adalah Nabi Hārūn a.s. terus mengajak kaumnya bertaubat, di mana mereka ingin meraih apa yang diraih oleh Nabi Mūsā a.s., yakni mereka ingin melihat Allah s.w.t.

  4. 11). Yang dimaksud adalah Nabi Mūsā a.s., Allah s.w.t. berfirman: “Maka Mūsā memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku”.” (QS. al-Qashash: 24).
  5. 12). QS. Hūd: 43 berbunyi: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari ‘adzab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang
  6. 13). QS. al-Baqarah: 148.
  7. 14). Perbedaan dunia Tuhan dan makhluk.
  8. 15). Yang dimaksud di sini adalah orang yang mengalami Isrā’ Mi‘rāj melalui mimpinya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *