Jenis-jenis Syafa‘at – Mengetuk Pintu Syafa’at (3/3)

Mengetuk Pintu Syafā‘at
Oleh: Syafiqul Anam al-Jaziriy
 
Penerbit: Pustaka Group

Rangkaian Pos: Jenis-jenis Syafa‘at - Mengetuk Pintu Syafa'at

Syafā‘at Penghuni Surga.

Mungkin tak banyak orang yang tahu bahwa syafā‘at para penghuni surga sesungguhnya benar-benar ada. Syafā‘at ini pun hanya berlaku ketika manusia berada di akhirat. Konon para penghuni surga (orang mu’min) memohonkan ampunan kepada Allah s.w.t. kepada saudaranya yang berada di neraka agar mereka terbebas dari segala siksaan dan diampuni segala dosa yang mereka perbuat selama hidup di dunia.

 

Allah s.w.t. berfirman:

Didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertaqwā pada tempat yang tiada jauh dari mereka. Inilah yang dijanjikan kepadamu, yaitu kepada setiap hamba yang selalu kembali pada Allah lagi memelihara semua peraturan-peraturan-Nya. Orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, sedang Dia tidak kelihatan olehnya dan dia datang dengan hati yang bertobat. Masukilah surga itu dengan aman, itulah hari kekekalan. Mereka di dalamnya memperoleh apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya.” (QS. Qāf: 31-35).

Surga, keindahannya memang tak bisa terjangkau oleh pikiran kita. Itu yang pernah disabdakan Rasūlullāh s.a.w. Bahwa pemandangan surga, tak pernah terlihat oleh mata, tak pernah terdengar oleh telinga, bahkan tak pernah terlintas dalam pikiran manusia. Tapi perhatikanlah saudaraku, kandungan dari ayat di atas. Betapa keindahan dan keni‘matan tak terlukiskan itulah yang bergerak mendekati orang-orang yang beriman.

Sayyid Quthb menerangkan ma‘na ayat ini dengan sentuhan yang sungguh dalam. Katanya: “Setiap kalimat dan gerakan (surga) yang ada pada ayat itu mengandung penghormatan pada penghuni surga. Mereka tidak dibebankan untuk susah payah mendatangi surga. Malah sebaliknya, surgalah yang mendatangi mereka dan berada tidak jauh dari mereka. Mereka mendapatkan ni‘mat keridhāan Allah terhadap mereka bersamaan dengan ni‘matnya surga.” (Fī Zhilāl-it-Qur’ān, IV/3365).

Jika keindahan dan keni‘matan surga tak pernah terjangkau dalam kapasitas kemanusiaan yang ada pada kita, apakah itu berarti, kengerian dan kepedihan siksa neraka tak bisa terbayang oleh kemampuan indra kita? Jika kemurahan yang diberikan Allah s.w.t. kepada kita di dalam surga tak mampu kita gambarkan, apakah itu artinya kemurkaan Allah s.w.t. atas dosa dan kesalahana kita, tak terpikirkan lagi rasanya?

Banyak firman Allah dan hadits-hadits Rasūlullāh s.a.w. yang menguraikan suasana keindahan surga dan kepedihan neraka. Allah s.w.t. menjelaskan adanya komunikasi antara penghuni surga di tengah keni‘matan dan kemurahan Allah, kepada penghuni neraka di tengah kepedihan dan ‘adzāb Allah s.w.t.

Kelak para penghuni neraka meminta-minta air kepada penghuni surga. Mereka juga meminta apa saja dari rezeki yang telah diberikan Allah kepada penghuni surga agar dapat menghilangkan dahaga mereka yang memecahkan lidah dan tenggorokan mereka. Lidah-lidah yang dahulu digunakan untuk menghina dan merendahkan orang lain yang berada di jalan kebenaran. “Penghuni neraka menyeru kepada penghuni surga: “Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang dirizkikan Allah kepadamu”.” (QS. al-A‘rāf: 50).

Renungkanlah, sebatas perenungan kita sebagai manusia. Betapa kepedihan, penderitaan dan kehinaan yang dirasakan para penghuni neraka. Saat menjelaskan firman Allah s.w.t. tersebut, Ibnu ‘Abbās mengutipkan sabda Rasūlullāh s.a.w.: “Sedekah yang paling utama adalah air. Tidakkah kamu mendengar tentang penghuni neraka yang meminta tolong pada penghuni surga. Mereka berkata: “Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau apa saja yang telah direzekikan Allah kepadamu.” (HR. Ibnu Mundzir, Ibnu Ḥātim dan al-Baihaqī).

Tapi, di surga, tak ada lagi kebencian, tak ada kemarahan. Dalam sebuah hadits yang lain, Rasūlullāh s.a.w. menggambarkan bagaimana “kemurahan para penghuni surga, kepada penghuni neraka. Lihatlah kemurahan mereka dalam hadits Rasūlullāh s.a.w.: “Demi Dzāt yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, tidak seorangpun dari orang-orang yang beriman, pada hari Kiamat nanti akan berdiam diri melihat saudaranya seiman masuk ke dalam neraka. Mereka terus-menerus berseru memohon kepada Allah menuntut hak mereka agar dapat mengeluarkan saudara-saudaranya dari api neraka. Mereka berkata: “Ya Tuhan kami, mereka juga dahulu berpuasa bersama kami, mereka juga shalat dan berhaji”.” (HR. Bukhārī dan Muslim).

Begitulah sikap orang-orang mu’min penghuni surga. Mereka tidak lupa terhadap saudaranya seiman. Bahkan, terhadap orang yang menentang ajakan kebaikan yang mereka lakukan di dunia. Mereka, hakikatnya, tidak membenci pelaku maksiat itu karena di hati mereka memang sudah tidak ada lagi ruang untuk membenci orang lain. Mereka hanya membenci perbuatan maksiat itu sendiri, yang dilakukan oleh orang-orang yang lemah imannya.

Merekalah kaum beriman yang memberi syafā‘at (pertolongan) kepada orang yang berbuat maksiat itu di hadapan Allah di hari kiamat. Merekalah orang-orang yang Allah berikan kepadanya derajat mulia serta kedudukan tinggi di surga. Merekalah yang terus-menerus meminta pada Allah agar Dia mengampunkan dosa-dosa orang yang beriman agar dapat dimasukkan ke dalam surga bersama-sama mereka. Bahkan untuk dapat mengeluarkan mereka dari dalam neraka, para penghuni surga itu menyebut-nyebut ‘amal shāliḥ yang dulu pernah dilakukan oleh orang-orang yang berbuat dosa yang kini terbakar di dalam neraka. ‘Amal apa saja yang pernah dikerjakan mereka sebutkan agar mereka selamat dari siksa neraka. Begitu seterusnya. Sungguh bersih dan indah hati para penghuni surga. Sungguh beruntunglah orang-orang berdosa di neraka, yang mendapat syafā‘at mereka.

Dalam hitungan kita, hampir bisa dipastikan kita tidak pantas merasakan keni‘matan surga Allah s.w.t. Terlebih bila keni‘matan itu kita ukur dengan seberapa besar kebaikan yang telah kita lakukan. Di samping itu, seperti dijelaskan dalam sebuah hadits, yang memasukkan seseorang ke dalam surga bukan ‘amalnya, tetapi rahmat Allah semata. Allah meng‘adzāb siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi rahmat kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan. Demikian arti firman Allah dalam surat al-‘Ankabūt, ayat 21.

Karenanya, sudah sepantasnya kita terus memohon kasih-sayang Allah, mengharap rahmat-Nya, agar dosa-dosa kita diampunkan-Nya, agar kita dimasukkan ke dalam surga-Nya. Permohonan yang tentu harus diiringi dengan ‘amal kebajikan. Permohonan yang harus dikuatkan dengan tekad hati untuk tegar meniti jalan kebaikan,

Kini, tak ada lagi waktu untuk terpedaya. Bertanyalah pada diri sendiri. Layakkah kita nanti termasuk orang-orang yang “didekati” surga? Jika masih saja kita melakukan dosa, bertanyalah, bila Allah memasukkan kita ke dalam neraka, apakah kita kelak termasuk orang-orang yang mendapat syafā‘at dari penghuni surga?

Mari perbaiki ‘amal-‘amal ‘ibādah kita. Carilah perlindungan yang paling kuat dari siksa neraka melalui taubat dari segala kelalaian dan kebodohan kita terhadap Allah s.w.t.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *