Ada begitu banyak syafā‘at yang ada dalam kehidupan kita
termasuk macam-macam syafā‘at Rasūlullāh s.a.w.
yang diberikan Allah s.w.t. kepada umat-Nya.
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas
ada syafā‘at orang mu’min yang berdosa,
syafā‘at orang mu’min yang telah
masuk neraka dan sebagainya.
Berikut ini adalah penjelasan tentang syafā‘at dilihat dari jenisnya, yaitu:
Allah s.w.t. tak pernah salah dalam memberikan syafā‘at kepada kekasih-Nya, Ia mengetahui apa yang tidak diketahui oleh manusia karenanya dalam memberikan syafā‘at pun Ia tak pernah salah. Salah satunya yaitu pemberian syafā‘at kepada para nabi a.s. Dikatakan para nabi a.s. memiliki hak untuk memberikan syafā‘at di hari kiamat.
Allah s.w.t. berfirman:
“Kami tidak mengutus seorang rasūl pun kecuali untuk ditaati (oleh kaumnya) dengan idzin Allah. Dan sesungguhnya jika setelah berbuat kesalahan dan menzhālimi diri sendiri, mereka lantas mendatangimu dan memohon ampunan daripada Allah, dan Rasūl pun memintakan ampunan untuk mereka, pasti mereka akan menemukan Allah sebagai Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.” (QS. an-Nisā’: 64).
Ada beberapa poin penting pada ayat di atas yang layak untuk kita perhatikan. Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa “menzhālimi diri sendiri” berarti merampas hak yang dimiliki oleh diri mereka dengan cara melakukan sesuatu yang dapat mendatangkan bahaya melalui perbuatan maksiat, sehingga ia berhak mendapatkan siksa, atau dengan meninggalkan suatu perbuatan yang dapat mendatangkan pahala. Sebagian lagi berpendapat bahwa menzhālimi diri sendiri itu adalah ketika seseorang berperilaku munāfiq dan kafir.
Ma‘na “mendatangimu” adalah mereka (orang yang zhālim terhadap diri sendiri itu) dalam keadaan bertaubat dan beriman kepada Rasūl, “….. dan memohon ampunan dari Allah” atas dosa-dosa yang mereka lakukan. Ma‘na “… dan Rasūl pun memintakan ampunan untuk mereka”, ya‘ni, bahwa Rasūlullāh s.a.w. juga memohon kepada Allah untuk mengampuni mereka. “Mereka akan menemukan Allah,” berarti bahwa mereka akan mendapatkan ampunan dari Allah atas dosa-dosa mereka (271).
Selain ayat di atas, ayat berikut ini menyebutkan dengan jelas syafā‘at yang akan diberikan oleh para rasūl.
Allah s.w.t. berfirman:
“Mereka berkata: “Allah Yang Maha Pemurah itu memiliki anak”. Maha Suci Dia. Tidak, sebenarnya (mereka), hanyalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka tidak mendahului-Nya dalam perkataan dan selalu bertindak atas perintah-Nya. Dia Maha Mengetahui segala apa yang ada di depan dan di belakang mereka. Mereka tidak akan memberikan syafā‘at kecuali kepada orang yang telah Dia diridhai, dan mereka takut kepada-Nya.”. (QS. al-Anbiyā’ 26-28).
Ayat di atas menunjukkan bahwa kaum kafir menyebut para rasul yang diutus oleh Allah s.w.t. sebagai anak-anak Allah. Akan tetapi al-Qur’ān dengan tegas membantah perkataan mereka dan menyebut para rasul itu sebagai hamba-hamba Allah yang dimuliakan dengan tugas kenabian dan mereka tidak akan memberikan syafā‘at yang merupakan hak yang mereka dapatkan dari Allah kecuali kepada mereka yang telah diridhai oleh-Nya.
Ma‘na yang dikandung oleh ayat ini juga sesuai untuk para malaikat. Sebab dalam banyak ayat suci al-Qur’ān disebutkan bahwa kaum kafir dan musyrik sering menyebut para malaikat sebagai putri-putri Allah. Maha Suci Allah dari segala yang mereka tuduhkan itu.
Secara umum bisa dikatakan bahwa malaikat adalah asisten atau tangan kanan Allah yang tugasnya menyampaikkan apa yang diperintahkan Allah s.w.t. kepadanya untuk umat manusia. Terlepas dari itu semua malaikat juga mempunyai hak untuk memberikan syafā‘at kepada manusia yang pada saatnya syafā‘at tersebut bisa berguna di akhirat kelak. Namun perlu diingat bahwa tak semua malaikat bisa memberikan syafā‘at kepada manusia sebab syafā‘at tersebut hanya bisa berguna setelah mendapat idzin langsung dari Allah s.w.t.
Allah s.w.t. berfirman:
“Dan berapa banyak malaikat di langit yang syafā‘at mereka tidak berguna sama sekali kecuali setelah mendapat idzin dari Allah bagi mereka yang Dia dikehendaki dan diridhai.” (QS. an-Najm: 26).
Rasūlullāh s.w.t. bersabda tentang syafā‘at para malaikat yang berbunyi:
“Sampai apabila Allah selesai menetapkan qadhā’-Nya di antara seluruh hamba, dan hendak mengeluarkan rahmat-Nya bagi para penghuni neraka yang dikehendaki-Nya, maka Ia memerintahkan kepada para malaikat untuk mengeluarkan mereka dari neraka, ya‘ni orang-orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun. Di antara orang yang hendak dirahmati Allah adalah orang yang bersaksi bahwasanya tiada Tuhan selain Allah, dan mereka dapat dikenali di neraka melalui bekas sujudnya, yang mana neraka akan memakan Anak Adam kecuali bekas (atsar) sujud tersebut, karena Allah telah mengharamkan api dari memakan atsar sujūd. Sehingga, mereka keluar dari neraka dalam keadaan telah terbakar, lalu dituangkan pada diri mereka air kehidupan, kemudian mereka tumbuh seperti tumbuhnya biji-bijian yang teraliri air. Selanjutnya, Allah selesai menetapkan qadhā’-Nya di antara seluruh makhluq, dan tersisa seorang lelaki yang menghadapkan wajahnya ke neraka, maka dialah penghuni neraka yang paling terakhir masuk surga.” (282).
Setiap orang tentunya tak menginginkan atau mengharapkan ia adalah orang yang paling terakhir masuk surga. Sebab dikisahkan bahwa mereka yang paling akhir masuk surga adalah orang yang datang atau berjalan dalam keadaan merangkak layaknya seorang bayi. Dengan adanya syafā‘at para malaikat, diharapkan bisa mendorong kita untuk senantiasa berdoa dan memohon syafā‘at-nya.
Mempunyai teman yang baik adalah suatu kebanggaan tersendiri bagi seseorang terlebih jika teman tersebut bisa memberikan kemanfaatan bagi orang-orang terdekatnya. Lain halnya dengan teman yang kerjanya hanya mengurusi kehidupan pribadi orang lain tanpa mau perduli perasaan orang tersebut. Terlebih jika hal tersebut ia publikasikan ke orang lain. Lagi pula kebenarannya belum tentu terbukti, layaknya apa yang kita lihat tak seperti apa yang kita pikirkan. Hanya orang-orang bodoh dan suka bergosip yang sanggup melakukannya.
Sebagai seorang mu’min hendaknya kita bisa memilah dalam hal bergaul yaitu mana yang patut dicontoh dan mana yang patut ditinggalkan. Karenanya berteman dengan orang-orang yang beriman akan membuahkan segala kebaikan di dunia dan akhirat.
Adapun buah kebaikan di dunia yaitu ia dapat mengingatkanmu kepada Allah membantumu patuh kepada-Nya, menolongmu tatkala engkau memerlukan pertolongan, dan mengarahkan segala kemampuannya demi kebahagiaanmu. Sedangkan di akhirat, ia dapat memohonkan syafā‘at kepada Allah s.w.t. bagimu.
Allah s.w.t. berfirman:
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwā.” (QS. az-Zukhruf: 67).
Karena itu, seharusnya kita berjanji dari sekarang apabila Allah memberikan idzin baginya untuk memberikan syafā‘at pada Hari Kiamat, maka hendaknya ia memberi syafā‘at kepada saudara (teman)nya yang beriman.
Rasūlullāh s.a.w. menjelaskan fenomena mencengangkan yang terjadi pada Hari Kiamat, tepatnya ketika kaum Mu’minīn memberikan syafā‘at kepada saudara-saudara mereka, dan berkata:
“Lalu diletakkanlah jembatan (shirāth) di atas neraka Jahannam, dan diperbolehkan adanya syafā‘at, dan mereka berkata: “Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah”.
Para sahabat bertanya: “Wahai Rasūlullāh, apakah yang dimaksud dengan jembatan itu?”
Rasūlullāh s.a.w. menjawab: “Jalan yang licin dan mempelesetkan. Di dalamnya terdapat banyak anjing, duri, dan kera. Di antara kaum mu’minīn melewati jembatan itu sekejap mata, ada yang melewatinya secepat kilat, atau secepat angin, atau secepat burung, atau kuda dan binatang tunggangan yang bagus-bagus, sehingga orang yang terangkat (dari neraka) akan selamat, sedangkan orang yang dibenamkan maka akan berada di neraka Jahannam, sampai apabila kaum mu’minin telah keluar dari neraka demi Dzāt yang jiwaku berada di tangan-Nya. Masing-masing dari kalian sangat memohon kepada Allah demi terpenuhinya hak saudara-saudara mereka yang berada di neraka pada Hari Kiamat.
Mereka memohon: “Wahai Tuhan kami, mereka telah berpuasa bersama-sama kami, mereka menunaikan shalat dan ber‘ibādah haji. Lalu, dikatakan kepada mereka: “Keluarkanlah orang yang kalian kenali.” Mereka mengeluarkan banyak orang yang telah termakan api hingga mencapai sebagian siku dan pundaknya.”
Mereka kembali memohon: “Wahai Tuhan kami, tidak ada yang tersisa di dalamnya seorang yang telah Engkau perintahkan kami untuk mengeluarkannya (dari neraka).” Allah memerintahkan: “Kembalilah, maka barang siapa yang kalian dapati terdapat kebaikan dalam hatinya sebesar satu dinar, maka keluarkanlah ia.” Mereka kembali mengeluarkan banyak saudaranya yang masih berada di neraka. Lalu, mereka berkata: “Wahai Tuhan, kami tidak meninggalkan di dalamnya seorang pun yang Engkau perintahkan kepada kami untuk mengeluarkannya.”
Selanjutnya, Allah berfirman: “Kembalilah, maka barang siapa yang kalian dapati terdapat kebaikan dalam hatinya sebesar setengah dinar, maka keluaranlah ia.” Mereka pun mengeluarkan banyak saudaranya yang masih berada di neraka. Lalu, mereka berkata: “Wahai Tuhan kami, kami tidak meninggalkan di dalamnya seorang pun yang Engkau perintahkan kepada kami untuk mengeluarkannya.”
Allah s.w.t. kembali berfirman:
“Kembalilah, maka barang siapa yang kalian dapati terdapat kebaikan dalam hatinya sebesar atom, maka keluarkanlah ia.” Mereka pun mengeluarkan banyak saudaranya yang masih berada di neraka. Lalu, mereka berkata: “Wahai Tuhan kami, kami tidak meninggalkan di dalamnya suatu kebaikan pun.” (293).