Wahai saudaraku, jika engkau diberi harta dunia, lalu engkau tidak mensyukurinya serta lalai terhadap akhirat berarti harta tersebut merupakan ujian bagimu. Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Dunia yang sedikit saja bisa membuat lalai terhadap akhirat.” Lalu bagaimana dengan harta yang banyak?
Janganlah tergila-gila dengan dunia sebab suatu saat dunia akan menceraikanmu. Engkaulah yang seharusnya menceraikannya sebelum ia meminta cerai. Jika engkau lebih mengutamakan dunia daripada akhirat, ibaratnya engkau sama seperti orang yang beristri dua; yang satu sudah tua dan suka berkhianat, sementara yang lain masih muda, cantik, dan setia. Jika engkau lebih memilih istri yang tua, jelek, dan suka berkhianat itu daripada istri yang muda, cantik, dan setia, berarti engkau sangatlah bodoh. Yang tua itu adalah dunia, sedangkan yang muda adalah akhirat.
Dunia ini seperti orang tua yang sedang menderita penyakit lepra dan kusta, tetapi penyakitnya itu dibungkus dengan baju sutra yang bagus. Orang beriman akan menjauh darinya karena mengetahui hakikat yang sebenarnya.
Ketahuilah, orang yang bisa mengetahui rahasia sesuatu adalah orang yang amanah dan bisa dipercaya. Engkau penuhi semua jatahmu dalam hal makan, minum, pakaian, dan perhiasan. Bukankah ini sudah cukup sehingga engkau tak perlu lagi mencintai dunia? Orang yang mencintai dunia berarti telah mengkhianati amanah. Sementara orang yang mengkhianati amanah, takkan diberi tahu rahasia yang ada.
Pergunakanlah dunia sebagai sarana untuk sampai ke akhirat. Perbanyaklah zikir agar cahaya Tuhan turun padamu. Dunia ini ibarat orang yang sedang pergi ke ladang. Bila ia bekerja keras di ladang tersebut sambil mengumpulkan bahan makanan untuk keperluan nanti, maka ia tergolong cerdas dan pintar. Sebab, ia bekerja untuk sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri pada saatnya nanti. Begitulah keadaan orang yang beramal saleh di dunia. Sementara engkau sibuk mengumpulkan ular-ular syahwat dan kalajengking maksiat sehingga engkau pun binasa olehnya.
Wahai saudaraku, fokuskanlah perhatian pada alam akhirat dan berpalinglah dari dunia. Waspadalah suatu saat dunia ini akan melepaskan diri dan meninggalkan para penghuninya.
Orang yang sibuk dengan dunia sehingga lalai untuk taat dan ibadah kepada Allah seperti seseorang yang diutus oleh majikannya ke daerah asing untuk membuatkan beberapa baju baginya. Lalu pelayan itu pun pergi ke daerah tersebut dan sesampai di sana ia bertanya: “Di mana saya akan tinggal? Siapa yang akan saya nikahi?” Ia sibuk dengan itu semua sehingga lalai dalam mengerjakan tugas yang diperintahkan oleh majikan. Ketika dipanggil pulang dan si majikan mengetahui bahwa ia sama sekali tidak menyediakan apa yang ia perintahkan, sebagai balasannya pelayan itu akan mendapat murka dan pemutusan hubungan darinya. Itulah balasan bagi orang yang sibuk dengan urusannya sendiri sehingga lalai terhadap hak sang majikan.
Begitu pula denganmu, wahai orang beriman. Allah telah mengirimmu ke dunia ini. Dia memerintahkanmu untuk mengabdi pada-Nya dan di lain sisi Dia yang akan mengurus semua kebutuhanmu. Namun, jika engkau sibuk mengurus diri sendiri sehingga lalai dari Tuhan berarti engkau telah menyimpang dari jalur petunjuk dan meniti jalan kebinasaan.
Manusia di dunia ini seperti seorang hamba yang disuruh majikannya untuk pergi ke daerah tertentu: “Pergilah engkau ke negeri ini. Rancanglah segala sesuatunya untuk pergi dari negeri tersebut ke negeri lain. Serta jangan lupa untuk membawa bekal.” Tentu saja ketika sang majikan memberi perintah untuk melakukan hal itu, ia membolehkan hambanya untuk memakan apa yang ia butuhkan guna mendukung tubuhnya dalam mencari bekal. Demikian pula keadaan seorang hamba bersama Allah. Allah menciptakannya di dunia ini dan memerintahkannya untuk berbekal menuju alam akhirat. Allah firman:
وَ تَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَ اتَّقُوْنِ يَا أُوْلِي الْأَلْبَابِ
“Berbekallah. Sesungguhnya bekal yang terbaik adalah taqwa. Bertaqwalah kepada-Ku, wahai orang-orang yang berakal.” (al-Baqarah [2]: 197). Jadi, ketika Allah memerintahkan manusia berbekal untuk akhirat, Dia membolehkannya mengambil dari dunia sebatas keperluan.
Ketahuilah bahwa nilaimu senilai kesibukanmu. Jika engkau sibuk memperhatikan dunia, engkau tidak mempunyai nilai. Sebab, dunia seperti bangkai yang tak berharga. Sementara jika engkau sibuk dengan akhirat berarti engkau termasuk orang yang berbahagia, yang memiliki perhatian tinggi.
Orang yang risau terhadap dunia – yang menghabiskan malamnya dengan sibuk memikirkan keadaannya – dan orang yang menyerahkan segala urusannya kepada Allah serta berlapang hati seperti dua macam pelayan. Yang satu sibuk memenuhi perintah majikannya. Ia tidak peduli kepada pakaian yang bagus atau kepada makanan yang enak. Yang ada di benaknya adalah bagaimana mengabdi kepada sang majikan. Jatah dan bagian yang diambilnya sebatas yang direstui majikan. Sementara pelayan yang lain, setiap kali dibutuhkan oleh majikan, ia malah sibuk dengan urusannya sendiri. Ia sibuk mencuci dan merapikan bajunya, sibuk mengendarai kendaraannya, sibuk memperindah bajunya, serta sibuk memasak makanannya. Pelayan yang pertama tentu saja lebih mendapat perhatian majikan ketimbang yang kedua. Si majikan tidak membeli pelayan tersebut kecuali untuk mengabdi, bukan untuk mengurus dirinya sendiri.
Pelayan yang pertama seperti hamba yang saleh dan mendapat taufik. Ia senantiasa lebih sibuk menunaikan hak-hak Tuhan dan mengerjakan perintah-Nya ketimbang memperhatikan keinginan dan tuntutan pribadi. Dalam kondisi semacam itu, Allah-lah yang akan mengurusi kebutuhannya dan memberinya berbagai karunia. Sebab, ia telah bersungguh-sungguh dalam bertawakkal, setia dalam mengabdi, ikhlas dalam melakukan ketaatan. Allah berfirman:
وَ مَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
“Siapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupinya. Sungguhnya Allah berkuasa untuk mewujudkan urusan-Nya. Telah Allah tetapkan ketentuan atas segala sesuatu.” (ath-Thalaq [65]: 3). Orang yang terbuai dengan dunia lupa kepada akhirat, ia akan selalu sibuk mencari dunia serta berupaya sekuat tenaga guna mencapai maksud dan keinginannya.
Dari Anas r.a. disebutkan bahwa Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “ORANG YANG RISAU TERHADAP AKHIRAT AKAN ALLAH BERI KEKAYAAN DALAM QALBUNYA, AKAN ALLAH KUMPULKAN KEMULIAAN PADA DIRINYA, SERTA DUNIA AKAN MENDATANGINYA TANPA DISANGKA-SANGKA. Sementara orang yang risau terhadap dunia, Allah berikan kemiskinan dalam pandangannya, Allah lucuti kemuliaannya, dan dunia akan mendatanginya sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan. Di waktu petang, ia merasa fakir, di waktu pagi juga demikian. Tidaklah seorang hamba mendatangi Allah disertai qalbunya kecuali Dia akan membuat qalbu kaum mu’min mengasihi dan menyayanginya. Selain itu, Allah sangat cepat dalam memberikan kebaikan untuknya.” (Riwayat at-Tirmidzī).
“Saat pagi, orang yang lalai berpikir tentang dunia dan berusaha mencarinya. Ia menghitung-hitung apakah dunianya bertambah atau berkurang. Sedangkan orang yang zuhud dan ahli ibadah, memasuki waktu pagi, mengevaluasi bagaimana kondisinya bersama Allah. Ia begitu perhatian untuk menambah amal ketaatan. Sementara ahli makrifat, di waktu pagi maupun sore, selalu mengevaluasi kondisi qalbunya bersama Allah.”Ibnu ‘Athā’illāh as-Sakandarī