Kalau kita teliti dari kacamata agama, peristiwa Isrā’ Mi‘rāj ini termasuk salah satu mu‘jizat Nabi Muḥammad s.a.w. yang luar biasa. Dalam bahasa ‘Arab disebut “khawāriq-ul-‘ādah.”
Tidak ada manusia yang dapat melaksanakan Isrā’ Mi‘rāj ini kecuali Nabi s.a.w. Sebab mu‘jizat itu sebenarnya datangnya dari Allah dan atas kehendak Allah. Jadi bukan hal yang biasa, yang dapat dikerjakan oleh setiap orang. Dalam peristiwa Isrā’ Mi‘rāj ini hanya Nabi sendiri yang dapat melaksanakan Isrā’ dan Mi‘rāj, lain tidak.
Kini semua telah memaklumi bahwa para rasūl pada umumnya diberi mu‘jizat oleh Allah guna menghadapi kaumnya dan untuk menguatkan serta membuktikan kerasulannya. Mu‘jizat ini digunakan untuk menghadapi prasangka dan praduga dari kaumnya, serta menangkis prasangka tersebut. Juga, untuk menangkis semua ḥujjah (alasan) dari mereka yang benar-benar ingkar kepada Rasūl. Dengan mu‘jizat itu diharapkan semua manusia dapat takluk dan percaya kepada ajaran Rasul, yang akhirnya mereka percaya benar-benar atas utusan Allah itu. Ingat mu‘jizat Nabi Mūsā yang berupa tongkat. Ternyata tongkat itu dapat berubah menjadi ular besar atas idzin Allah. Sehingga semua ahli sihir takluk dan percaya kepada Mūsā bahwa beliau adalah utusan Allah.
Kita ketahui pula bahwa Rasūl adalah manusia yang suci, terpilih oleh Allah serta selalu mengajak kepada kebaikan dan kebenaran menuju hidup bahagia dunia dan akhirat. Mu‘jizat hanya dapat terjadi karena kodrat dan iradat Allah. Apa yang dikehendaki oleh Allah pasti terlaksana. Tidak ada sesuatu pun yang menghalang-halangi . Manusia mau percaya atau tidak, Rasūl tetap berjalan di atas jalan yang benar. Orang yang tidak percaya tidak akan mengurangi ketinggian Rasūl dan ajarannya. Sebab semua itu adalah hidayah dari Allah Yang Maha Kuasa. Semua yang datang dari Allah adalah hak dan pasti benar.
Oleh karena itu, adanya peristiwa Isrā’ Mi‘rāj ini kita semua umat Islam harus yakin dengan tidak ada keraguan sedikit pun. Sebab semua sudah dicantumkan dalam al-Qur’ān dan Hadits Nabi sehingga kita tidak perlu ragu-ragu lagi. Hanya para ‘ulamā’ berpendapat berbeda-beda tentang Isrā’ Mi‘rāj itu. Apakah hanya ruhnya saja yang Isrā’ dan Mi‘rāj, apakah ruh bersama jasadnya, apakah hanya sekadar impian belaka.
Menurut hemat kami, Isrā’ dan Mi‘rāj Nabi ini dikerjakan sekaligus yaitu ruh dan jasadnya, bukan hanya dengan ruhanya saja. Hal ini memang selaras dengan mu‘jizat yang bersifat hebat dan mengherankan serta tidak bisa ditiru oleh manusia pada umumnya. Bagi Allah peristiwa seperti ini adalah hal yang biasa dan mudah terjadi. Jika Allah telah menghendaki segala sesuatu pasti terjadi, tidak akan gagal. Dalam al-Qur’ān disebutkan:
إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيْدُ. (هود: 107).
Artinya:
“Sesungguhnya Allah melaksanakan apa yang dikehendaki.” (QS. Hūd: 107).
Jadi apa yang telah dikehendaki oleh Allah pasti terlaksana dengan nyata. Jika kita perhatikan dari segi hukum akal (hukum ‘aqlī) peristiwa Isrā’ Mi‘rāj ini termasuk hukum “Jā’iz ‘aqlī” artinya termasuk sesuatu perkara yang dapat terjadi, bukan hal yang mustahil dan aneh. Lebih-lebih bagi Allah Yang Maha Berkuasa dan Berkehendak. Sebab peristiwa Isrā’ Mi‘rāj ini bukanlah semata-mata dari kehendak Nabi s.a.w. sendiri, melainkan hakikatnya dari kehendak Allah untuk mengetes iman seseorang dan menunjukkan kekuasaan Allah yang tidak terbatas itu. Allah telah berfirman:
وَ مَا جَعَلْنَا الرُّؤْيَا الَّتِيْ أَرَيْنَاكَ إِلَّا فِتْنَةً لِلنَّاسِ. (الإسراء: 60).
Artinya:
“Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia.” (QS. al-Isrā’: 60).
Jika Allah telah menciptakan alam semesta beserta isinya dengan mudah dengan kekuasaan-Nya, maka mengisra’kan dan memi‘rajkan seorang hamba-Nya tentu dapat juga terlaksana, bahkan lebih mudah.
Dalam abad modern sekarang ini kemajuan teknik boleh dikatakan luar biasa. Manusia dengan kemampuannya telah dapat pergi ke planet; dapat mengitari bumi dengan cepat; dapat menginjakkan kakinya di bulan; dapat mengambil batu-batuan dari bulan dan sebagainya. Itu baru kemampuan otak manusia, sebagai makhluq Allah. Apalagi Allah s.w.t. sebagai Khāliq (pencipta). Yang Maha Kuasa mengisra’kan dan memi‘rajkan Nabi s.a.w. ke langit, hal ini jelas tidak mustahil. Tidak mustahil pula apabila peristiwa Isrā’ dan Mi‘rāj ini dengan ruh dan jasad Nabi sekaligus.
Jika manusia dengan ilmunya dan kemampuannya dapat menimbulkan sesuatu yang hebat, yang luar biasa, maka Allah lebih hebat, lebih luar biasa. Apalagi peristiwa Isrā’ dan Mi‘rāj ini, jelas sudah tercantum dalam al-Qur’ān dan Hadits Nabi.
Peristiwa Isrā’ Mi‘rāj ini bukanlah peristiwa biasa yang tidak ada gunanya, melainkan suatu peristiwa yang penuh hikmah bagi kehidupan manusia, yaitu turunnya perintah shalat lima waktu yang sudah kita ‘amalkan sehari-hari.