Ihya Ulumiddin: Rahasia Ibadah – Bagian Tentang Dzikir dan Do‘a

Dari Buku:
Menghidupkan Kembali Ilmu-ilmu Agama
(Judul Asli: Ihyā’u ‘Ulūm-id-Dīn)
Oleh: Imam al-Ghazali
Penerjemah: Ibnu Ibrahim Ba‘adillah
Penerbit: Republika Penerbit

Rangkaian Pos: Ihya Ulumiddin: Rahasia Ibadah – Bagian Tentang Dzikir dan Do‘a

Buku ke-2
Rahasia Ibadah
Bagian Kesembilan

Dzikir dan Do‘a

Pertama, tentang keutamaan dan rahasia di seputar dzikir berdasarkan al-Qur’an, hadis serta atsar sahabat.

Kedua, tentang keutamaan dan rahasia di seputar do‘a, adabnya, berikut keutamaan istighfar serta bershalawat kepada Nabi s.a.w.

Ketiga, tentang rangkaian do‘a yang disarikan dari hadis Nabi s.a.w. (al-Ma’tsurat).

 

Bab Pertama

Rahasia dan Keutamaan Dzikir

“Berkenaan dengan keutamaan dan rahasia di seputar dzikir berdasarkan al-Qur’an, hadis serta atsar sahabat.”

Allah s.w.t. berfirman:

فَاذْكُرُوْنِيْ أَذْكُرْكُمْ

“Ingatlah kalian kepada-Ku (Allah), niscaya Aku akan ingat pula kepada kalian.” (al-Baqarah [2]: 152).

Allah s.w.t. memerintahkan hamba-hambaNya untuk memperbanyak berdo‘a dan meminta hanya kepada-Nya. Sebagaimana Allah s.w.t. telah berfirman:

اُدْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ لَكُمْ

“Berdo‘alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan do‘a kalian.” (al-Mu’min [40]: 60).

Oleh karena itu, para ulama yang taat, para pendosa (pelaku dosa), orang-orang yang dekat maupun mereka yang jauh dari Allah s.w.t. sangat dianjurkan untuk mendekatkan diri, berdo‘a serta meminta pertolongan hanya kepada-Nya. Sebab, untuk memenuhi keinginan maupun hasratnya, seorang hamba hanya membutuhkan bantuan dari sisi-Nya. Sebagaimana Allah s.w.t. sendiri yang berfirman:

فَإِنِّيْ قَرِيْبٌ أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِيْ إِذَا دَعَانِيْ

“Sesungguhnya Aku dekat. Aku akan mengabulkan permohonan orang yang berdo‘a apabila ia memohon kepada-Ku.” (al-Baqarah [2]: 186).

Dengan demikian, tidak ada amalan maupun ibadah yang lebih baik daripada berdzikir (ingat) kepada Allah ‘azza wa jalla, dan menghampiri-Nya dengan meminta atau mengharapkan bantuan-Nya.

Seorang ulama yang ahli hikmah, Tsabit al-Bannani, pernah mengatakan: “Sesungguhnya aku mengetahui kapan Rabbku, Allah ‘azza wa jalla, ingat kepadaku.” Orang-orang yang mendengar pernyataannya itu segera mengajukan pertanyaan kepadanya: “Bagaimana engkau bisa mengetahui hal itu?” Ia menjawab: “Apabila aku ingat kepadanya, maka Dia pasti akan ingat kepadaku.”

Allah s.w.t. juga berfirman:

اُذْكُرُوا اللهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا

“Berdzikirlah kalian kepada Allah dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya.” (al-Ahzab [33]: 41).

Allah s.w.t. juga berfirman:

فَإِذَا أَفَضْتُمْ مِنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ وَ اذْكُرُوْهُ كَمَا هَدَاكُمْ

“Apabila kalian telah bertolak dari ‘Arafah, berdzikirlah kepada Allah di dekat Masy‘ar-il-Haram, dan berdzikirlah kepada – dengan menyebut nama – Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu.” (al-Baqarah [2]: 198).

Allah s.w.t. juga berfirman:

فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءِكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا

“Apabila kalian telah menyelesaikan rangkaian ibadah haji, maka berdzikirlah – dengan menyebut nama – Allah sebagaimana kalian yang menyebut (membanggakan) nenek moyang kalian, atau berdzikirlah lebih banyak daripada itu.” (al-Baqarah [2]: 200).

Allah s.w.t. juga berfirman:

 

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاَةَ فَاذْكُرُوا اللهَ قِيَامًا وَ قُعُوْدًا وَ عَلَى جُنُوْبِكُمْ

“Hingga apabila kalian telah menyelesaikan shalat kalian, ingatlah Allah sambil berdiri atau duduk, atau dalam keadaan berbaring.” (an-Nisa’ [4]: 103).

Ibnu ‘Abbas r.a. pernah mengatakan: “Ingatlah Allah s.w.t. pada siang maupun malam, di darat dan di lautan, dalam perjalanan serta di tempat tinggal, dalam waktu sempit (miskin) ataupun longgar (kaya), dalam kondisi sehat juga sakit, secara terang-terangan dan rahasia.” Sebagaimana Allah s.w.t. mencela orang-orang munafik dengan firman-Nya:

وَ لَا يَذْكُرُوْنَ اللهَ إِلَّا قَلِيْلًا

“Dan mereka tidak mengingati Allah kecuali sangat sedikit.” (an-Nisa’ [4]: 142).

Allah s.w.t. juga berfirman:

وَ اذْكُرْ رَّبَّكَ فِيْ نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَ خِيْفَةً وَ دُوْنَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَ الآصَالِ وَ لاَ تَكُنْ مِّنَ الْغَافِلِيْنَ

“Dan sebutlah nama Rabbmu dalam qalbumu dengan merendahkan diri dan rasa takut, pada waktu pagi maupun petang. Dan janganlah engkauu termasuk orang-orang yang lalai – kepada-Nya – ,” (al-A‘raf [7]: 205).

Allah s.w.t. juga berfirman:

وَ لَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

“Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar – keutamaannya dari ibadah-ibadah lainnya.” (al-‘Ankabut [29]: 45).

Ibnu ‘Abbas r.a. juga pernah mengatakan: “Dzikir kepada Allah s.w.t. memiliki dua segi. Pertama, bahwa Allah s.w.t. mengingat kepadamu lebih besar (lebih baik dan lebih banyak) daripada ingatmu kepada-Nya. Kedua, mengingat Allah s.w.t. lebih besar (lebih baik) daripada setiap ibadah lainnya.”

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *