Buku ke-2
Rahasia Ibadah
Bagian Kesembilan
Dzikir dan Do‘a
Abu Hurairah r.a. pernah mengatakan: “Para penghuni langit melihat rumah para penghuni bumi yang di dalamnya nama Allah ‘azza wa jalla banyak disebut maupun diingat.”
Sufyan bin ‘Uyainah r.h. juga pernah mengatakan: “Apabila sekelompok manusia berkumpul dan berdzikir kepada Allah s.w.t., niscaya setan dan tipu-daya dunia akan menjauh dari mereka. Lalu setan akan berkata kepada dunia: “Tidakkah engkau melihat apa yang telah mereka perbuat?” Maka tipu-daya dunia menjawab: “Tinggalkanlah mereka, sampai mereka berpisah satu dengan lainnya, lalu aku akan membawa mereka kepadamu dengan mendekap leher mereka.”
Diriwayatkan, bahwa pada suatu hari Abu Hurairah r.a. masuk ke sebuah pasar seraya mengatakan: “Aku melihat kalian sibuk di sini, padahal harta pusaka dari Rasulullah s.a.w. dibagi-bagikan di masjid.” Orang-orang pun berbondong-bondong pergi ke masjid dan meninggalkan pasar. Akan tetapi, mereka tidak melihat pembagian harta apa pun di masjid. Lalu mereka menemui Abu Hurairah sambil berkata: “Wahai Abu Hurairah, kami tidak mendapati adanya pembagian harta apa pun di masjid.” Abu Hurairah bertanya: “Apakah yang kalian lihat di sana?” Mereka menjawab: “Kami melihat sekumpulan orang yang tengah berdzikir kepada Allah s.w.t. dan sedang membaca al-Qur’an.” Ia kemudian berkata: “Itulah harta pusaka yang aku maksudkan dari Rasulullah s.a.w.”
Nabi s.a.w. juga pernah bersabda: “Allah ‘azza wa jalla menyebarkan para malaikat-Nya ke segenap penjuru bumi untuk kemudian mencatat amal perbuatan manusia. Apabila mereka mendapati sekumpulan orang Mu’min yang tengah berdzikir kepada Allah s.w.t., maka mereka (para malaikat) akan berseru: “Datanglah bersama amalan kalian!” Mereka datang bersama amalan yang ada lalu dibawa ke atas langit. Kemudian Allah s.w.t. bertanya kepada mereka: “Amalan apakah yang kalian saksikan pada hamba-hambaKu?” Para malaikat menjawab: “Kami melihat mereka memuji Engkau (ber-taḥmīd), mengagungkan Engkau (ber-takbīr), dan menyucikan Engkau (ber-tasbīḥ).” Allah s.w.t. kemudian bertanya: “Apakah mereka melihat Aku?” Para malaikat menjawab: “Tidak, ya Allah.” Kemudian Allah s.w.t. bertanya: “Jika melihat Aku, akan bagaimanakah para hamba-Ku itu?” Mereka (para malaikat) menjawab: “Jika mereka dapat melihat Engkau, niscaya mereka akan membaca taḥmīd, tasbīḥ, dan (takbīr) mengagungkan Engkau jauh lebih banyak lagi.” Maka Allah s.w.t. bertanya kepada para malaikat-Nya: “Dari apakah mereka mencari perlindungan?” Mereka menjawab: “Dari siksa api neraka.” Allah s.w.t. bertanya kembali: “Apakah mereka telah menyaksikannya (kedahsyatan siksa api neraka)?” Para malaikat menjawab: “Belum, ya Allah.” Allah s.w.t. berfirman kembali: “Jika mereka telah menyaksikan kedahsyatan api neraka, apakah yang akan mereka lakukan?” Para malaikat menjawab: “Jika mereka telah melihatnya sendiri dengan mata kepala mereka, niscaya mereka akan berusaha lebih menjauh lagi darinya.” Allah s.w.t. bertanya kembali: “Apakah yang mereka cari?” Para malaikat menjawab: “Surga-Mu, ya Allah.” Lalu Allah pun bertanya kembali: “Bagaimanakah jika para hamba-Ku itu telah melihatnya (kenikmatan luar biasa di dalam surga)?” Para malaikat menjawab: “Jika mereka telah melihatnya, niscaya mereka akan lebih berhasrat lagi.” Allah s.w.t. berfirman: “Aku bersaksi di hadapan kalian, bahwa Aku akan mengampuni dosa-dosa mereka.” Para malaikat berkata: “Di antara mereka ada yang hadir karena suatu keperluan selain yang kami sebutkan tadi, ya Allah”. Allah s.w.t. berfirman: “Mereka adalah suatu majelis yang tidak merugi orang duduk bersama mereka.” (4011).
Berkaitan dengan keutamaan atas kesaksian pada ke-Esa-an Allah s.w.t. melalui bacaan (dzikir) tahlīl (Lā ilāha illallāh), Nabi Muhammad s.a.w. pernah bersabda:
.أَفْضَلُ مَا قُلْتُ أَنَا وَ النَّبِيُّوْنَ مِنْ قَبْلِيْ: لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ
“Sebaik-baik dari apa yang aku ucapkan, dan juga oleh para nabi sebelumku, ialah ucapan: “Tidak ada Ilah selain Allah” semata, yang tidak ada satu pun sekutu bagi-Nya.” (4022).
Diriwayatkan pula, bahwa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda: “Siapa saja yang membaca seratus kali sehari, Lā ilāha illallāhu wahdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-hamdu, yahyī wa yumīt wa huwa ‘alā kulli sya’in qadīr (Tidak ada Ilah selain Allah, Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan dan semua bentuk pujian, yang menghidupkan serta mematikan, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu), niscaya pahalanya sama dengan memerdekakan sepuluh orang budak, seratus pahala kebaikan diberikan kepadanya, juga seratus dosa dihapuskan darinya. Dan, ia akan terselamatkan dari tipu-daya setan sejak pagi hingga malam. Siapa saja yang melakukan lebih banyak dari itu, niscaya akan mendapatkan pahala yang lebih banyak pula, dan tidak ada amalan yang lebih baik selainnya.” (4033).
Rasulullah juga pernah bersabda: “Siapa saja yang berwudhu’ dengan baik (sempurna), lalu menghadap ke langit seraya membaca: asyhadu an lā ilāha illallāhu wahdahu lā syarīka lahu, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasūluhu (Aku beraksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah, Maha Esa, dan tidak ada sekutu bagi-Nya, serta aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba yang sekaligus utusan-Nya), niscaya pintu-pintu surga akan terbuka lebar baginya, dan ia dapat masuk dari pintu mana saja yang ia kehendaki.” (4044).
Dalam hadis lain disebutkan, bahwa Nabi s.a.w. juga pernah bersabda: “Siapa saja yang mengucapkan: Lā ilāha illallāh (Tidak ada Ilah selain Allah), maka tidak akan ada ketakutan di dalam kubur, juga setelah bangkit dari kuburnya. Aku (Nabi) menyaksikan mereka seperti ketika mereka mengucapkan kalimat itu dengan lantang, di mana kepada mereka bergerak-gerak ketika bangkit dari tanah seraya mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dan penderitaan kami. Sesungguhnya Rabb kami Maha Pemberi ampun lagi Maha Bersyukur (membalas syukur hamba).” (4055).
Rasulullah s.a.w. juga pernah berpesan kepada Abi Hurairah r.a.: “Wahai Abu Hurairah: Sesungguhnya tiap-tiap amal kebaikan yang kalian kerjakan akan ditimbang kelak di Hari Berbangkit, kecuali kalimat Lā ilāha illallāh tidak akan ikut ditimbang. Sebab, jika diletakkan di salah satu bagian pada timbangan sebelah, di mana tujuh petala langit maupun tujuh petala bumi diletakkan pada posisi timbangan yang sebelah kanan, niscaya posisi timbangan kalimat Lā ilāha illallāh masih jauh lebih berat.” (4066).
Rasulullah s.a.w. juga pernah bersabda: “Seandainya seseorang melakukan dosa seluas langit, maka setelah mengucapkan kalimat Lā ilāha illallāh, Allah akan mengampuninya.” (4077).
Nabi s.a.w. juga pernah berpesan: “Wahai Abu Hurairah, ucapkanlah Lā ilāha illallāh bagi orang yang akan meninggal dunia, niscaya dosa-dosanya akan diampuni oleh Allah s.w.t.” Abu Hurairah bertanya: “Ya Rasulullah, jika itu merupakan pahala bagi orang yang meninggal dunia, lalu bagaimana pahala bagi orang yang masih hidup dan mengucapkannya?” Rasulullah pun menjawab: “Akan lebih menghapuskan lagi, dan lebih menghapuskan dosa.” (4088).
Nabi s.a.w. juga pernah bersabda: “Siapa saja yang mengucapkan Lā ilāha illallāh dengan ikhlas, niscaya ia akan masuk Surga.” (4099).
Rasulullah s.a.w. juga pernah bersabda: “Sesungguhnya, setiap kalian akan masuk surga, kecuali orang yang mengingkari dan memalingkan muka dari Allah s.w.t., seperti berpalingnya wajah onta dari pemiliknya.” Beliau ditanya oleh para sahabat: “Ya Rasulallah, siapakah yang mengingkari dan memalingkan wajah dari Allah itu?” Beliau menjawab: “Ia adalah orang yang tidak pernah mengucapkan kalimat Lā ilāha illallāh. Oleh karena itu, perbanyaklah membaca Lā ilāha illallāh sebelum datang halangan antara engkau dan kalimat itu (kematian). Sebab, kalimat Lā ilāha illallāh merupakan pernyataan tauhid, ucapan ikhlas, ucapan taqwa, ucapan thayyibah (yang baik), yang menyeru kepada kebaikan dan merupakan bekal menuju surga.”
Sebagaimana Allah s.w.t. berfirman:
هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانِ
“Tidak ada balasan bagi kebaikan (ihsan) kecuali kebaikan juga.” (ar-Rahman [55]: 60).
Di dalam al-Qur’an dinyatakan, bahwa perbuatan ihsan di dunia adalah mengucapkan kalimat Lā ilāha illallāh, dan balasan atas amalan ihsan di akhirat kelak adalah surga. Sebagaimana Allah ‘azza wa jalla berfirman:
لِلَّذِيْنَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَ زِيَادَةٌ
“Bagi orang-orang yang berbuat baik ada balasan (pahala) yang baik, dan masih banyak lagi tambahannya.” (Yunus [10]: 26).
Rasulullah s.a.w. juga pernah bersabda: “Siapa saja yang membaca sepuluh kali sehari bacaan: Lā ilāha illallāhu waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu, yuḥyī wa yumīt wa huwa ‘alā kulli sya’in qadīr (Tidak ada Ilah selain Allah, Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan dan semua bentuk pujian, yang menghidupkan serta mematikan, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu), maka dituliskan baginya pahala sama dengan memerdekakan seorang buduk.” (41010).
Rasulullah s.a.w. juga pernah bersabda: “Siapa saja yang mengucapkan dua ratus kali sehari bacaan tersebut: Lā ilāha illallāhu waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu, yuḥyī wa yumīt wa huwa ‘alā kulli sya’in qadīr (Tidak ada Ilah selain Allah, Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan dan semua bentuk pujian, yang menghidupkan serta mematikan, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu), maka tidak seorang pun bisa melampaui keutamaannya, dan tidak seorang pun yang mampu mengejarnya kecuali orang yang melakukannya lebih banyak lagi.” (41111).
Rasulullah s.a.w. juga pernah bersabda: “Siapa saja yang pergi ke pasar serta mengucapkan Lā ilāha illallāhu waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu, yuḥyī wa yumīt wa huwa ‘alā kulli sya’in qadīr (Tidak ada Ilah selain Allah, Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan dan semua bentuk pujian, yang menghidupkan serta mematikan, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu), niscaya Allah ‘azza wa jalla akan menuliskan baginya kebajikan yang banyak, mengampuni dosa-dosanya dan mendirikan baginya rumah di surga.” (41212).
Nabi s.a.w. juga pernah bersabda: “Orang-orang yang membaca bacaan tersebut: Lā ilāha illallāhu waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu, yuḥyī wa yumīt wa huwa ‘alā kulli sya’in qadīr (Tidak ada Ilah selain Allah, Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan dan semua bentuk pujian, yang menghidupkan serta mematikan, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu), sepuluh kali, maka akan mendapatkan pahala seperti memerdekakan empat jiwa dari keluarga Nabi Isma‘il a.s..” (41313).
Nabi s.a.w. juga pernah bersabda: “Siapa saja yang bangun pada malam hari lalu membaca bacaan berikut, niscaya akan diampuni dosa-dosanya. Dan apabila ia shalat setelah berwudhu’ dengan tertib, maka shalatnya akan diterima. Bacaan itu adalah: Lā ilāha illallāhu waḥdahu lā syarīka lahu, lahul-mulku wa lahul-ḥamdu, yuḥyī wa yumīt wa huwa ‘alā kulli sya’in qadīr, subḥānallāhi wal-ḥamdulillāhi, wa lā ilāha illallāhu, wallāhu akbar, wa lā ḥaula wa lā quwwata illā billāh-il-‘aliyy-il-‘azhīm. (Tidak ada Ilah selain Allah, Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan dan semua bentuk pujian, yang menghidupkan serta mematikan, dan Dia berkuasa atas segala sesuatu, Maha Suci Allah, segala puji hanya bagi Allah, Tidak ada Ilah selain Allah, dan Allah Maha Besar, serta tidak ada daya dan upaya kecuali dengan (kekuasaan) Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Agung.), Kemudian dilanjutkan dengan membaca, Allāhummaghfir lī (Ya Allah, ampunilah aku), niscaya akan diampuni dosa-dosanya. Atau jika ia berdo‘a, maka do‘anya pasti akan diterima. Dan kalau ia berwudhu’, lalu mengerjakan shalat, maka diterimalah shalatnya.” (41414).
[menu name=”menghidupkan-kembali-ilmu-ilmu-agama” class=”modern-menu-widget”]
Catatan:
- 401). Diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dengan redaksi ini. Sedangkan dalam ash-Shaḥihain juga disampaikan dari hadis Abi Hurairah, sebagaimana telah diuraikan penjelasannya pada pembahasan yang ketiga dari bahasan mengenai ilmu. ↩
- 402). Takhrijnya telah diuraikan pada pembahasan yang kedua dari rahasia mengenai ibadah haji. ↩
- 403). Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim (Muttafaqun ‘alaihi) dari hadis Abi Hurairah r.a. ↩
- 404). Diriwayatkan oleh hadis ‘Uqbah bin ‘Amr r.a., sebagaimana telah diuraikan pada pembahasan mengenai bersuci. ↩
- 405). Diriwayatkan oleh Imam Abu Ya‘la, Imam ath-Thabrani, dan Imam al-Baihaqi dalam asy-Syu‘ab dari hadis Ibnu ‘Umar r.a. dengan sanad lemah (dha‘īf). ↩
- 406). Diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’i dalam ‘Amāl al-Yaumi wa al-Lailah, hadis nomor 1141 dengan status shaḥīh. ↩
- 407). Diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dari hadis Anas bin Malik r.a. dengan redaksi yang serupa dengan status munqathi‘. ↩
- 408). Diriwayatkan oleh Abu Manshur ad-Dailami dalam Musnad al-Firdaus dari jalur Ibnu al-Muqri dari hadis Abu Hurairah r.a. Di dalamnya terdapat seorang perawi yang bernama Musa Ibnu Wirdan sebagai perawi yang diperselisihkan. Diriwayatkan pula oleh Imam Abu Ya‘la dari hadis Anas bin Malik r.a. dengan sanad yang lemah (dha‘īf). Juga diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abi ad-Dunya dalam al-Mukhtashirīn dari hadis al-Hasan secara mursal. ↩
- 409). Diriwayatkan oleh Imam ath-Thabrani dari hadis Zaid bin Arqam dengan isnad yang lemah (dha‘īf). ↩
- 410). Hadits shaḥīh atas syarat al-Syaikhān yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. ↩
- 411). Diriwayatkan dari hadis ‘Amru bin Syu‘aib, dari ayahnya, dari kakeknya. ↩
- 412). Diriwayatkan oleh Imam Abu Ya‘la dari hadis Anas bin Malik r.a. dengan sanad yang lemah (dha‘īf). ↩
- 413). Diriwayatkan oleh Imam Bukhari (hadis nomor 6404) dan Imam Muslim (hadis nomor 2693), (Muttafaqun ‘alaih). ↩
- 414). Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan beberapa redaksi yang berbeda-beda, namun maknanya serupa. ↩