Tentang hal ini kita melihat rumusannya seperti yang telah dirumuskan oleh al-Imām Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī dalam Kalam Hikmahnya yang ke-9 sebagai berikut:
9. تَنَوَّعَتْ أَجْنَاسُ الْأَعْمَالِ لَتَنَوُّعِ وَارِدَاتِ الْأَحْوَالِ.
“Berbagai jenis ‘amal ‘ibādah (yang dikerjakan) karena berbagai rupa segala sesuatu yang datang pada gerak hati.”
Kalam Hikmah ini kita lihat pendek sekali tetapi mengandung pengertian yang mendalam. Tafsirannya ialah:
الْحَرَكَاتُ الْجَسْمَانِيَّةُ.
“AL-ḤARAKĀT-UL-JASMĀNIYYAH”
Maksudnya ialah “Gerak-gerik yang bertalian dengan tubuh jasmaniyyah (manusia)”
Misalnya: Puasa, sembahyang dan lain-lain sebagainya.
الْحَرَكَاتُ الْقَلْبِيَّةُ.
“AL-ḤARAKĀT-UL-QALBIYYAH”
Maksudnya ialah “Gerak-gerik yang berhubungan dengan hati.”
Misalnya: timbul perasaan dalam hatinya yang menyebabkan ia kasih-sayang kepada fakir-miskin, maka menonjollah dalam ‘ibādahnya mengeluarkan zakat, bersedekah membantu rumah yatim piatu, mengumpulkan dana sosial dan lain-lain sebagainya.
Andaikata apabila bermacam-macam perasaan datang sekaligus kepada hati si murid, misalnya ingin mengerjakan sembahyang sebanyak-banyaknya dan membaca al-Qur’ān sebanyak-banyaknya maka menyebabkan ia capek dan kurang khusyu‘ dalam membaca al-Qur’ān, atau apabila ia membaca al-Qur’ān sebanyak-banyaknya maka menimbulkan kurang khusyū‘ mengerjakan sembahyang sunnat. Maka bagi si guru yang ‘ārif tentang hal muridnya ia akan menasehatkan agar lebih mengutamakan sembahyang justru pula yang bersangkutan pada waktu-waktu dahulunya mungkin pernah meninggalkan sembahyang yang diwajibkan oleh Allah, jadi dengan minatnya pada mengerjakan sembahyang sebanyak mungkin haruslah didorong dan dituntun. Mudah-mudahan kealpaannya di zaman yang lalu diampuni oleh Allah dengan timbul ingatannya pada waktu sekarang. Tetapi apabila kita tidak dipimpin oleh seorang guru yang betul-betul mengerti seperti tersebut di atas tadi, maka kita harus pandai memilih ‘ibādah apakah yang harus kita dahulukan demi untuk cepat sampainya kita pada keridhaan Allah dengan selalu dekat kepada-Nya.
a). Hati kita yang penuh dengan taqwa, suci dari akhlāq-akhlāq yang tidak baik, maka hati yang begini bersinar pada akal dalam berfikir pada yang baik-baik dan menyebabkan pula terbuka sinar matahati sehingga hati selalu melihat segala sesuatu yang baik-baik dan diridhai oleh Allah. Apabila hati telah suci dari segala penyakitnya, maka dekatlah hati kepada Allah, dengan mensyukuri nikmat-nikmatNya.
Sabar dan takut kepada-Nya serta mengharapkan kasih-sayangNya, rindu dan bertawakkal kepada-Nya dan lain sebagainya. Pada waktu itu barulah hati kita tenteram, tenang dan tidak dikacau-balaukan atau digelisahkan oleh persoalan-persoalan duniawi.
Berfirman Allah s.w.t.:
الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ تَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللهِ أَلَا بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ
“Orang-orang yang beriman itu hati mereka menjadi tenteram karena mengingati Tuhan. Ingatlah, bahwa dengan mengingat Tuhan itu, hati menjadi tenteram.”
الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ طُوْبَى لَهُمْ وَ حُسْنُ مَآبٍ
“Orang-orang yang beriman dan mengerjakan perbuatan baik, mereka memperoleh untung baik dan tempat kembali yang utama.” (Surat ar-Ra‘d ayat 28 dan 29).
b). Hati yang penuh dengan gelora hawa nafsu dan penyakit-penyakit hati di mana dengannya terbuka pintu hati untuk Iblīs dan syaithān tetapi tertutup untuk malaikat-malaikat Tuhan. Hati yang begini kontak dengan akal, maka akal pada waktu itu membantu hati untuk bagaimana terlaksana hawanya dan nafsunya, maka lapanglah dan dalam menghadapi hawa nafsu. Maka kuatlah kekuasaan syaithān karena jalannya telah terbuka dengan luas. Dha‘īflah kekuatan iman, disebabkan asap yang gelap terhadap hati. Untuk ini maka Allah menggambarkan dalam firmannya dalam surat al-Furqān juz 19 ayat 43-44:
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُوْنُ عَلَيْهِ وَكِيْلًا
“Tidakkah engkau perhatikan orang yang mengambil kemauan hawa nafsunya menjadi Tuhannya? Engkaukah yang menjadikan penjaganya.”
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُوْنَ أَوْ يَعْقِلُوْنَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيْلًا
“Apakah engkau mengira bahwa kebanyakan mereka mendengar atau mengerti? Tidak! Mereka adalah sebagai binatang ternak, bahkan lebih tersesat lagi jalannya.”
Dari ayat-ayat ini dapatlah kita fahami bahwa apabila keadaan mereka sudah sedemikian rupa, maka muncullah ke alam nyata perbuatan-perbuatan anggota yang bertentangan dengan ajaran-ajaran agama disebabkan menurut hawa nafsu yang telah mendalam sedemikian rupa di dalam hatinya.
c). Hati yang terumbang-ambing antara kebaikan dan kejahatan atau dengan kata lain antara malaikat dan syaithan. Hati yang begini adalah adalah hati yang sering ragu disebabkan kadang-kadang timbul daya tarik kepada kejahatan, tetapi pada waktu itu pula datang pula daya tarik kepada kebaikan.
Pada ketika itulah yang menang adalah kehendak Allah s.w.t. sebagaimana firman Allah s.w.t. sebagaimana firman Allah dalam surat an-An‘ām juz 8, ayat 125, 126:
فَمَنْ يُرِدِ اللهُ أَنْ يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَ مَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذلِكَ يَجْعَلُ اللهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
“Maka barang siapa yang hendak dipimpin oleh Allah, niscaya dibukakan-Nya hatiya untuk Islam, dan siapa yang hendak disesatkan oleh Allah, maka Allah menjadikan dada (hati yang menghadap kepada makhluq – S.H.) orang itu sesak dan sempit seperti orang-orang yang tidak beriman.”
وَ هذَا صِرَاطُ رَبِّكَ مُسْتَقِيْمًا قَدْ فَصَّلْنَا الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَذَّكَّرُوْنَ
“Dan inilah jalan Tuhanmu, jalan yang lurus. Sesungguhnya telah kami jelaskan keterangan-keterangan kepada kaum yang mau memperhatikan.”
Maka seyogyanyalah bagi tiap-tiap kita harus mengikuti ketetapan hati yang demikian, seperti keterangan yang telah kita terangkan di atas. Untuk sampai kita kepada hakikat perasaan Tashawwuf yang begini, di samping kita taat pada perintah-perintah Allah, menjauhkan larangan-laranganNya, dan selalu minta ampun kepada-Nya, maka jangan lupa kita berdoa seperti doa ringkas Rasūlullāh s.a.w. dalam Hadits ‘Ā’isyah atau Hadits Anas dengan segala Sanad yang bagus menurut riwayat Muslim ialah:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ.
“YĀ MUQALLIB-AL-QULŪBI TSABBIT QALBĪ ‘ALĀ DĪNIKA.”
“Wahai Tuhan yang membalik-balikkan sesuatu hati makhlūq-Nya! Tetapkanlah oleh Engkau Ya Allah hatiku atas agama Engkau.”
Mudah-mudahan hati kita dipimpin oleh Allah sehingga segala ‘amal ‘ibādah lahiriyyah kita sejalan dengan hati, disebabkan Taufīq dan Hidāyah-Nya. Āmīn!
Demikianlah penjelasan Kalam Hikmah Al-Imām Ibnu ‘Athā’illāh al-Iskandarī sebagai tersebut di atas.