Hakikat Tasawwuf – Bab Tentang Dzikir

Dari Buku:
Hakikat Tasawwuf
(Judul Asli: Haqa’iq-ut-Tasawwuf)
Oleh: Syaikh ‘Abdul-Qadir ‘Isa
Penerjemah: Khairul Amru Harahap, Lc., MHI dan Afrizal Lubis, Lc.
Penerbit: Qisthi Press

Rangkaian Pos: Hakikat Tasawwuf - Bab Tentang Dzikir | Syaikh 'Abdul Qadir 'Isa

Bab II Bagian ke 4.

Dzikir

Dalam sub bab ini akan dibahas tentang arti kata dzikir, dalil-dalilnya, dan al-Qur’an dan Hadits, pendapat para ulama tentangnya, macam-macamnya, lafal-lafalnya, peringatan agar tidak meninggalkannya, gerakan dalam dzikir, dzikir di dalam masjid, dan faedah-faedah dzikir.

Dzikir membuahkan maqām-maqām dan aḥwāl yang diupayakan oleh para salik. Tidak ada jalan untuk meraih buah dzikir kecuali dari pohon dzikir. Setiap kali pohon dzikir itu tumbuh besar, maka akarnya akan semakin kuat dan buahnya akan semakin banyak.

Dzikir merupakan dasar setiap maqām yang dibangun di atasnya, sebagaimana dinding yang dibangun di atas pondasi, dan atap yang dibangun di atas dinding.

Apabila seorang hamba belum terjaga dari kelalaiannya, maka dia tidak mungkin dapat menempuh tingkat-tingkat perjalanan yang mengantarkannya untuk sampai kepada makrifatullah yang manusia diciptakan karenanya. Allah berfirman: “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar beribadah kepada-Ku.” (991) (Adz-Dzāriyāt: 56)

Dan seseorang tidak akan terjaga dari kelalaiannya melainkan dengan dzikir. Lalai, berarti tidur atau matinya hati.

Ketaatan para sufi terhadap perintah Tuhan mereka untuk memperbanyak dzikir kepada-Nya menjadikan kehidupan mereka seperti kehidupan para malaikat. Dunia tidak pernah terlintas dalam hati mereka, dan tidak melupakan mereka dari Kekasih mereka. Mereka melupakan diri mereka dengan bersimpuh di hadapan Tuhan mereka. Dan mereka melenyapkan segala sesuatu selain-Nya. Sehingga, mereka selalu mengingat-Nya di mana pun mereka berada, sebagaimana diungkapkan oleh seorang penyair sufi:

Aku mengingat-Mu bukan karena aku lupa kepada-Mu,
Dan dzikir yang paling mudah adalah dzikir lisanku.

Seorang sufi senantiasa berdzikir kepada Tuhannya di setiap situasi dan kondisinya. Dengan dzikir itu dadanya menjadi lapang, hatinya menjadi tenang dan rohnya menjadi luhur. Sebab, dia meraih keuntungan dengan menjadi teman duduk Tuhannya. Allah berfirman dalam hadis qudsi:

أَهْلُ ذِكْرِيْ أَهْلُ مُجَالَسَتِيْ

Ahli dzikir kepada-Ku adalah teman duduk-Ku.” (H.R. Ahmad)

Orang yang mengenal Allah adalah orang yang senantiasa tekun berdzikir dan memalingkan hatinya dari kesenangan-kesenangan dunia yang fana, sehingga Allah menjaganya dan melindunginya dalam semua urusannya. Hal ini tidak mengherankan. Sebab, barang siapa bersabar, dia pasti akan berhasil. Dan barang siapa terus mengetuk pintu, maka pintu itu akan dibukakan baginya.

Catatan:


  1. 99). Ibnu ‘Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan beribadah kepada-Nya adalah bermakrifat kepada-Nya. 

Sanggahan (Disclaimer): Artikel ini telah kami muat dengan izin dari penerbit. Terima kasih.

2 Komentar

  1. Jenna Joe berkata:

    Mohon share..moga kalian dikurniakan pandangan rahmat Allah hingga ke Jannah Aamiin Allahumma Aamiin

    1. Bismillah. Terima kasih banyak atas do’anya. Kami do’akan yang sama untuk sobat. Aamiiinx3 Ya Allah ?.

Tinggalkan Balasan ke Jenna Joe Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *