Hadits ke-37
Menghargai Setiap Hak Sahabat Non Muslim
عَنْ رَسُوْلِ اللهِ (ص) قَالَ: أَلاَ مَنْ ظَلَمَ مُعَاهِدًا أَوْ انْتَقَصَهُ أَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَاقَتِهِ أَوْ أَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا بِغَيْرِ طِيْبِ نَفْسٍ فَأَنَا حَجِيْجُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
Artinya:
Dari Rasulullah s.a.w. yang bersabda: “Siapa yang berlaku zalim terhadap kafir mu‘ahid, mengumpatnya, menimpakan beban di luar batas kemampuan atau merampas sesuatu darinya, maka aku adalah musuhnya di hari kiamat.” (H.R. Abu Dawud).
Keterangan:
Untuk konteks Indonesia yang majemuk dari sisi agama, kiranya hadits di atas sangat relevan. Walaupun umat Islam secara kuantitas lebih besar jumlahnya dibandingkan pemeluk agama lain, bukan berarti mereka diperkenankan untuk bertindak tiranik. Sebaliknya, penghormatan kepada pemeluk agama lain perlu ditonjolkan. Sebab, mereka juga memiliki hak-hak hidup yang harus dihargai dan dilindungi, sebagaimana wasiat Nabi di atas. Oleh karena itu, perampasan terhadap hak mereka sama dengan membantah wasiat Nabi, dan bahkan memusuhi Nabi s.a.w. sendiri.
Sungguh, tidak ada pengharaman atau larangan bagi seorang muslim untuk menjalin persahabatan dengan pemuluk agama lain. Persahabatan tersebut justru sangat berguna untuk memajukan peradaban sekaligus mengatasi berbagai problematika kehidupan. Sekat-sekat agama sudah waktunya dihilangkan. Ada persoalan yang lebih urgen daripada meributkan batasan agama, yakni bagaimana mengejawantahkan cita-cita bersama: Kemaslahatan seluruh umat manusia.