Hadits ke-36
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ (ر) يَقُوْلُ: افْتَتَحْنَا خَيْبَرَ وَ لَمْ نَغْنَمْ ذَهَبًا وَ لَا فِضَّةً إِنَّمَا غَنِمْنَا الْبَقَرَ وَ الْإِبِلَ وَ الْمَتَاعَ وَ الْحَوَائِطَ ثُمَّ انْصَرَفْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ (ص) إِلَى وَادِي الْقُرَى وَ مَعَهُ عَبْدٌ لَهُ يُقَالُ لَهُ مِدْعَمٌ أَهْدَاهُ لَهُ أَحَدُ بَنِي الضِّبَابِ فَبَيْنَمَا هُوَ يَحُطُّ رَحْلَ رَسُوْلِ اللهِ (ص) إِذْ جَاءَهُ سَهْمٌ عَائِرٌ حَتَّى أَصَابَ ذلِكَ الْعَبْدَ فَقَالَ النَّاسُ هَنِيًا لَهُ الشَّهَادَةُ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهُ (ص) بَلْ وَ الَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ إِنَّ الشَّمْلَةَ الَّتِيْ أَصَابَهَا يَوْمَ خَيْبَرَ مِنَ الْمَغَانِمِ لَمْ تُصِبْهَا الْمَقَاسِمُ لَتَشْتَعِلُ عَلَيْهِ نَارًا فَجَاءَ رَجُلٌ حِيْنَ سَمِعَ ذلِكَ مِنَ النَّبِيِّ (ص) بِشِرَاكٍ أَوْ بِشِرَاكَيْنِ فَقَالَ هذَا شَيْءٌ كُنْتُ أَصَبْتُهُ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ (ص): شِرَاكٌ أَوْ شِرَاكَانِ مِنْ نَارٍ. (رواه البخاري).
Artinya:
Bersumber dari Abū Hurairah ia berkata: Kami keluar bersama Rasūlullāh s.a.w. pada waktu penaklukan Khaibar. Kami tidak memperoleh rampasan perang berupa emas dan perak. Yang kami peroleh adalah sapi, onta, perhiasan dan barang-barang lain. Kemudian bersama Rasūlullāh s.a.w. kami berangkat menuju Wādī-l-Qurā, dan bersamanya seorang budak bernama Mid‘am yang merupakan hadiah dari salah seorang Bani Dhibāb. Tatkala Mid‘am menurunkan barang-barang bawaan Rasūlullāh s.a.w. tiba-tiba sebuah panah misterius mengenai Mid‘am. Orang-orang yang melihat mengatakan dan berdoa: “Semoga ia mati syahid.” Namun, Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Tidak, demi Tuhan yang diriku berada pada kekuasaan-Nya, sesungguhnya mantel dari rampasan perang yang diperoleh (secara korup) pada waktu penaklukan Khaibar akan menyulut api neraka yang akan membakarnya.” Maka tatkala orang-orang mendengar pernyataan Rasūl itu, seorang laki-laki datang kepada Nabi s.a.w. membawa seutas tali sepatu atau dua utas tali sepatu. Maka Nabi s.a.w. mengatakan: “Seutas tali sepatu ataupun dua utas tali sepatu juga akan menjadi api neraka.” (HR. Bukhārī).
Hadits ini muncul pada waktu perang Khaibar (tahun 6 H), dalam kasus penggelapan harta rampasan perang (ghanīmah) yang dilakukan oleh Mid‘am. Dari keremehan barang yang diambil Mid‘am, para ahli hadits menyatakan bahwa hadits ini adalah penegasan atas beratnya dosa korupsi.
Selama ini, korupsi selalu diidentikkan dengan harta yang secara nominal besar dan berharga saja. Apakah memang demikian adanya? Hukum positif barangkali berkata demikian. Akan tetapi, Islam melalui sabda Nabi s.a.w. mengatakan bahwa sekalipun nominalnya kecil, korupsi tetaplah korupsi. Dan, hadits ini dengan jelas membantah persepsi yang keliru ini. Sampai-sampai, tatkala pelakunya meninggal dunia, Rasūlullāh s.a.w. tidak mau mendoakannya. Jika demikian sikap Rasūl terhadap korupsi atas “barang sepele”, bagaimana jika barang yang diambil adalah barang berharga? Silakan jawab sendiri.