Hadits ke-31
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ (ص): لَا يَسْرِقُ سَارِقٌ حِيْنَ يَسْرِقُ وَ هُوَ مُؤْمِنٌ، وَ لَا يَزْنِيْ زَانٍ حِيْنَ يَزْنِيْ وَ هُوَ مُؤْمِنٌ، وَ لَا يَشْرَبُ الشَّارِبُ حِيْنَ يَشْرَبُ وَ هُوَ مُؤْمِنٌ يَعْنِي الْخَمْرَ. وَ الَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ وَ لَا يَنْتَهِبُ أَحَدُكُمْ نُهْبَةً ذَاتَ شَرَفٍ يَرْفَعُ إِلَيْهِ الْمُؤْمِنُوْنَ أَعْيُنَهُمْ فِيْهَا وَ هُوَ حِيْنَ يَنْتَهِبُهَا مُؤْمِنٌ، وَ لَا يَغِلُّ أَحَدُكُمْ حِيْنَ يَغِلُّ وَ هُوَ مُؤْمِنٌ فَإِيَّاكُمْ، إِيَّاكُمْ (رواه أحمد).
Artinya:
Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Seorang pencuri, ketika ia mencuri, tidaklah ia dalam keadaan mu’min. Seseorang pezina tidaklah dalam keadaan mu’min ketika ia berzina. Dan seseorang peminum khamr tidaklah dalam keadaan mu’min ketika ia minum khamr. Demi jiwa Muḥammad yang berada di dalam Genggaman-Nya, tidaklah dalam keadaan mu’min salah seorang dari kamu yang melakukan perampasan atas orang yang mempunyai kemuliaan hanya karena ia diangkat oleh orang-orang mu’min, dan tidaklah dalam keadaan mu’min salah seorang dari kamu ketika ia melakukan ghulūl (korupsi). Jauhilah, jauhilah.” (HR. Aḥmad).
Pencuri, pezina, pemabuk, perampok maupun koruptor (sebagaimana disebutkan dalam hadits ini) tidak tergolong orang-orang yang beriman, karena orang beriman tidak melakukan hal-hal yang dilarang Allah dan Rasul-Nya. Keimanan akan menjadi benteng, yang mencegah dirinya untuk melakukan perbuatan maksiat.
Hadits ini semakin menegaskan bahwa korupsi adalah dosa besar. Larangannya beriringan dengan larangan berbuat zina, dan mabuk, seakan-akan para koruptor adalah pezina dan pemabuk. Semua perbuatan dalam hadits di atas, kita tahu, adalah dosa besar. Wal-‘iyādzu billāh.