Hadits ke-30
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ نَزَلَتْ هذِهِ الْآيَةَ (مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ) فِيْ قَطِيْفَةٍ حَمْرَاءَ افْتُقِدَتْ يَوْمَ بَدْرٍ فَقَالَ بَعْضُ النَّاسِ لَعَلَّ رَسُوْلَ اللهِ (ص) أَخَذَهَا فَأَنْزَلَ اللهُ (مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ) إِلَى آخِرِ الْآيَةِ. (رواه الترمذي).
Artinya:
Bersumber dari Ibnu ‘Abbās. Ia mengatakan bahwa ayat (mā kāna lin-nabiyyin ay yaghulla), turun dalam hal raibnya beludru merah pada waktu perang Badar. Orang-orang mengatakan: “Barangkali Rasūlullāh yang mengambilnya.” Maka, Allah s.w.t. menurunkan ayat ini (mā kāna lin-nabiyyin ay yaghulla; “Bukanlah sifat Nabi untuk melakukan ghulūl/korupsi”), hingga akhir ayat.” (HR. at-Tirmidzī).
Mengenai peristiwa ini (yang menjadi sebab turunnya surat Āli ‘Imrān ayat 161), ada riwayat yang mengatakan terjadi dalam perang Badar (tahun 2 H). Ada juga yang mengatakan terjadi pada perang Ḥunain. Dan dalam riwayat lainnya dikatakan bahwa ayat tersebut turun pada peristiwa perang Uhud (tahun 3 H), di mana pasukan pemanah yang ditempatkan Rasūl di atas bukit, tergiur dan berebut ghanīmah (harta rampasan perang). Mereka turun dari bukit. Pertahanan lengah. Kemenangan yang sudah diperkirakan akhirnya berubah menjadi kekalahan. Lalu Rasūl berkata: “Bukankah kalian saya perintah untuk tidak meninggalkan posisi sampai ada perintah saya.” Mereka menjawab: “Masih ada teman kita berdiri di sana.” Pada waktu itu nabi berkata: “Sebenarnya kalian mengira bahwa kami melakukan ghulūl.” Lalu turunlah ayat ini sebagai sanggahan bahwa Nabi s.a.w. tidak melakukan ghulūl.