Bertutup ketika Melakukan Senggama
Hadits ke-29
عَنْ عُتْبَةَ بْنِ عَبْدٍ السُّلَمِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ (ص) إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ فَلْيَسْتَتِرْ وَلَا يَتَجَرَّدْ تَجَرُّدَ الْعَيْرَيْنِ (رواه ابن ماجه)
Diriwayatkan dari ‘Utbah bin ‘Abd as-Sulamiy yang berkata bahwa Rasulullah bersabda: “Ketika salah seorang di antara kalian mendatangi (menyetubuhi) istrinya, hendaknya ia memakai tutup. Janganlah ia telanjang sebagaimana sepasang kuda liar.” (HR. Ibnu Majah)
Keterangan:
Sebagaimana hadits sebelumnya, hadits ke-29 ini masih berkisar tentang etika bersetubuh suami-istri. Adapun tentang makna hadits ini, para ulama berbeda pendapat. Ada yang memaknainya sebagai larangan bertelanjang bulat ketika bersenggama (1), ada pula yang menganggap hadits ini hanya sebatas anjuran dan keutamaan bertutup yang seyogianya diamalkan ketika seseorang bersenggama. Namun, pendapat mayoritas ulama, khususnya para ulama dari mazhab yang empat, telah bersepakat tentang kebolehan seorang suami istri atau istri untuk melihat seluruh tubuh pasangannya hingga kemaluannya. Apalagi, kemaluan adalah “pusat kenikmatan” (2). Hanya saja, para ulama memakruhkan seorang suami/istri melihat kemaluan pasangannya tanpa suatu keperluan.
Hemat penulis, hadits di atas tidak harus kita maknai dengan apa adanya. Anjuran untuk bertutup ketika bersenggama, substansinya adalah anjuran agar suami-istri berhati-hati dalam melakukan aktivitas yang sangat rahasia itu. Jangan sampai, aktivitas tersebut terendus oleh orang lain di luar keduanya (baik orang lain itu adalah tetangga, saudara, tamu, ataupun anak mereka). Sebab, persetubuhan adalah sesuatu yang sangat intim dan privat, yang tidak boleh diketahui oleh pihak lain. Oleh karena itu sebelum melakukannya, keduanya harus mengunci kamar demi memastikan tidak ada orang yang mungkin tiba-tiba masuk, menutup jendela dan gordin, mematikan lampu, dan (jika dirasa perlu) juga bersembunyi di balik selimut.
Selain itu, arti ‘bertutup’ juga tidak terbatas pada ‘bertutup dari pandangan’. Sebaliknya, keduanya juga harus bertutup dari segala hal yang dapat mengauk aktivitas intim itu, entah dengan menjaga suara dari pendengaran orang lain maupun dengan tidak menceritakan hubungan intim kepada pihak lain. Dalam sebuah riwayat disebutkan:
Dari Abu Sa’id al-Khudriy, Rasulullah bersabda: “Sejelek-jelek manusia menurut Allah pada hari kiamat nanti adalah seorang lelaki yang bersetubuh dengan istrinya, kemudian ia menceritakan rahasia ranjangnya.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
Sungguh menjadi keprihatinan kita bersama ketika kemajuan teknologi informasi dewasa ini justru diselewengkan untuk mengumbar rahasia ranjang. Jika seseorang yang menceritakan rahasia ranjangnya saja sudah dilaknat demikian rupa, maka dapat dibayangkan betapa jeleknya nasib orang-orang yang menyebarkan rekama video tentang persetubuhan mereka (di hari kiamat kelak). Apalagi, yang mereka sebarkan bukannya persetubuhan yang sah, melainkan sebuah perzinaan. Maka bertumpuk-tumpuklah dosa yang kelak mereka petik: dosa berzina, dosa menyebarkan aktivitas ranjang, dan dosa orang-orang yang terpengaruh syahwatnya karena rekaman mereka. Kecuali jika mereka bertobat dengan sebenar-benar tobat, tidak ada lain “ganjaran” bagi orang-orang seperti ini kecuali neraka Jahannam. Na’ūdzu billāhi tsumma na’ūdzu billāh.
Wallāhu a’lam.