Hadits ke-28
قَالَ النَّبِيُّ (ص): مَنِ اسْتَعْمَلَ رَجُلًا عَلَى عَصَابَةٍ وَ فِيْهِمْ مَنْ هُوَ أَرْضَ اللهِ مِنْهُ فَقَدْ خَانَ اللهُ وَ رَسُوْلَهُ وَ الْمُؤْمِنِيْنَ. (رواه الحاكم).
Artinya:
Nabi s.a.w. bersabda: “Barang siapa mengangkat seseorang buat suatu jabatan kerena kekeluargaan, padahal ada orang lain yang lebih disukai Allah s.w.t., maka sesungguhnya ia telah mengkhianati Allah s.w.t., Rasūl-Nya, dan kaum mu’min.” (HR. al-Ḥākim).
Bentuk lain dari penyalahgunaan jabatan adalah mengangkat seseorang yang tidak mampu menduduki jabatan tertentu, hanya karena garis kekeluargaan atau pertemanan. Padahal sebenarnya masih banyak orang lain yang mampu dan pantas untuk menduduki jabatan itu. Dalam hadits di atas, Rasūlullāh s.a.w. menilai pelaku penyalahgunaan jabatan seperti ini sebagai pengkhianat. Ia berkhianat kepada Allah, Rasūl-Nya dan orang-orang yang beriman.
Seperti telah diungkapkan dalam hadits no. 15, jika kita menyerahkan suatu tugas kepada orang yang tidak mampu menjalankan tugas itu, hanya kegagalanlah satu-satunya kemungkinan yang rasional. Maka dari itu, selain jelas-jelas dilarang agama, tindakan ‘ashabah (kekeluargaan) dalam hal profesi sangat tidak menguntungkan.