Hadits ke-27
عَنْ مَسْرُوْقٍ قَالَ: الْقَاضِيْ إِذَا أَكَلَ الْهَدِيَّةَ فَقَدْ أَكَلَ السُّحْتَ وَ إِذَا قَبِلَ الرِّشْوَةَ بَلَغَتْ بِهِ الْكُفْرَ وَ قَالَ مَسْرُوْقٌ: مَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ فَقَدْ كَفَرَ وَ كُفْرُهُ أَنْ لَيْسَ لَهُ صَلَاةٌ. (رواه النسائي)
Artinya:
Bersumber dari Masrūq, seorang Qādhī berkata: “Apabila seseorang memakan hadiah, maka ia telah memakan uang pelicin, dan barang siapa yang menerima risywah (suap) maka ia telah mencapai kafir.” Katanya lagi: “Barang siapa meninum khamr, sungguh ia telah kafir, dan kafirnya adalah bukan kafir (meninggalkan) shalat.” (HR. an-Nasā’ī).
Salah satu penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena kufur nikmat. Dia selalu melihat orang lain mempunyai kelebihan darinya, sehingga ia senantiasa merasa ada yang kurang. Akhirnya, jalan pintas (korupsi) dilakukannya.
Hadits di atas menjelaskan bahwa ada tiga masalah yang perlu diperhatikan oleh kita. Pertama, orang yang memakan hadiah sama dengan memakan uang pelicin. Kedua, risywah (kolusi) bisa mengantarkan seseorang (pelaku-penerima) kepada kekufuran. Karena umumnya, kolusi tidak akan terjadi kecuali di tangan orang yang sudah tidak peduli pada ajaran agama. Dalam kondisi ini, tergelincirnya orang itu ke dalam kekufuran bukan perkara musykil. Dan yang ketiga, peminum khamr termasuk orang yang kafir. Akan tetapi, kafirnya tidak sama dengan kafir meninggalkan shalat secara sengaja.