24 Ada yang Lebih Dahsyat daripada Syahwat – Teladan Nabi Menyalurkan Hasrat Seksual

40 HADITS SHAHIH
Teladan Nabi Menyalurkan Hasrat Seksual
Oleh: Bintus Sami‘ ar-Rakily

Tim Penyusun:
Ust. Imam Ghozali, Ustzh. Khoiro Ummatin,
Ust. M. Faishol, Ustzh. Khotimatul Husna,
Ust. Ahmad Shidqi, Ust. Didik L. Hariri,
Ust. Irfan Afandi, Ust. Ahmad Lutfi,
Ust. Syarwani, Ust. Alaik S., Ust. Bintus Sami‘,
Ust. Ahmad Shams Madyan, Lc.
Ust. Syaikhul Hadi, Ust. Ainurrahim.

Penerbit: Pustaka Pesantren

Rangkaian Pos: Bagian 3 - Penyaluran Hasrat Seksual yang Terlarang

Ada yang Lebih Dahsyat daripada Syahwat

Hadits ke-24

عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ (ص) إِنِّي أَرَى مَا لَا تَرَوْنَ وَ أَسْمَعُ مَا لَا تَسْمَعُونَ وَاللهِ لَوْ تَعْلَمُوْنَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَ لَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا وَ مَا تَلَذَّذْتُمْ بِالنِّسَاءِ عَلَى الْفُرُشِ وَ لَخَرَجْتُمْ إِلَى الصُّعُدَاتِ تَجْأَرُونَ إِلَى اللهِ (رواه الترمذي و ابن ماجه و الحاكم)

Diriwayatkan dari Abu Dzar, ia berkata bahwa, Rasulullah bersabda: “Sungguh aku mampu melihat apa yang tidak kalian lihat. Aku juga mendengar apa yang tidak kalian dengar. Demi Allah, sekiranya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, tentu kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis, tentu kalian tidak akan bersenang-senang dengan istri kalian di atas ranjang. Sebaliknya, kalian akan keluar berhamburan ke jalanan, memohon perlindungan kepada Allah.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan al-Hakim)

Keterangan:

Sebagian orang mengklaim dan mengagung-agungkan seks sebagai kenikmatan terbesar. Karena klaim ini, para pemuda dan pemudi yang belum menikah acapkali menjadi penasaran, dan mencari tahu berbagai informasi tentangnya. Jika kebetulan mereka menerima informasi dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab, tidak jarang akhirnya mereka terjerumus ke dalam jurang perzinaan.

Padahal, sebenarnya seberapa besar sih kenikmatan hubungan seksual? Nikmat mana, misalnya, jika dibandingkan dengan makan sambal tempe goreng di saat lapar? Tidak ada yang dapat mengukurnya dengan pasti. Akan tetapi, orang-orang yang jujur tidak akan membedakan antara keduanya. Apa bedanya, antara orang yang lapar secara seksual karena menjaga nafsunya bertahun-tahun dengan orang yang perutnya lapar? Tidak ada bedanya; orang yang lapar akan mendefinisikan makanan apa pun yang ada di depannya sebagai makanan yang nikmat dan enak. Jadi, yang menjadikan enak atau tidak, bukan hanya terletak pada objek yang dinikmati, tetapi juga kondisi dari subjek yang menikmati. Oleh karena itu, kenikmatan seksual pun tidak semata-mata karena seks itu yang nikmat; sebaliknya, kondisi dan persepsi orang yang menikmati seks juga ikut menentukan.

Hadits di atas mengingatkan kepada kita bahwa ada sesuatu lain yang lebih dahsyat dari sekadar menyalurkan hasrat. Jika mata batin kita terbuka, jika kita dapat mencapai kemakrifatan yang setara—atau mendekati—dengan apa yang dicapai nabi, boleh jadi kita akan mengakui dan melihat betapa kecilnya kenikmatan seksual dibandingkan dengan kenikmatan yang terlihat oleh mata batin kita. Seorang yang biasanya tertawa dalam kesenangan-kesenangan sementara, justru akan menangis panjang lebar tiada henti. Sebab, pada saat mata hati terbuka, seolah-olah ia melihat dengan mata kepala bagaimana siksaan yang ditimpakan kepada orang yang durhaka. Ia pun akan mendengar jeritan-jeritan dari kuburan, melihat para ahli maksiat berwajah hitam legam, atau bahkan berubah wajah menjadi wajah-wajah binatang yang menjijikkan.

Orang-orang yang hatinya bersih—khususnya orang-orang yang diberi anugerah ketersingkapan spiritual (kasysyaf)—akan sepenuhnya mengakui bahwa: Pertama, ada kenikmatan yang lebih hakiki daripada sekadar kenikmatan menyalurkan hasrat seksual. Kenikmatan duniawi, apa pun bentuknya, tidak lain hanya kenikmatan yang sangat temporal dan juga semu. Sebab, kenikmatan duniawi pasti selalu membawa efek dan beban tertentu yang harus ditanggung sesudah kita menikmatinya; sedangkan kenikmatan hakiki adalah kenikmatan yang murni, yang tidak diikuti dengan konsekuensi-konsekuensi tertentu.

Kedua, orang-orang yang tinggi spiritualitasnya juga akan melihat adanya beban yang lebih berat yang ditimpakan kepada para ahli maksiat di akhirat. Seberapa beratnya menahan gejolak seksual dalam paruh waktu dunia yang sebentar ini? Tentu sangat-sangat jauh dengan beratnya adzab di akhirat yang kekal dan abadi.

Hadits di atas mengajak kita untuk berpikir kembali tentang kefanaan dunia dan kekekalan ukhrawi. Juga, tentang kedahsyatan hari kiamat. Seberapa kuat seseorang menghadapi guncangan hari kiamat, wong menghadapi gempa bumi dan tsunami saja sudah lintang pukang tak ingat anak istri? Saat bencana terjadi, tiada lain yang dipikirkan hanya lari dan lari, hanya menyelamatkan diri sendiri.

Wallahu a’lam.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *