Hadits ke-22
Menjamu Sahabat yang Bertamu
عَنْ أَبِيْ دهْقَانَةَ قَالَ: كُنْتُ جَالِسًا عِنْدَ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ فَقَالَ: أَتَى رَسُوْلَ اللهِ (ص) ضَيْفٌ فَقَالَ لِبِلاَلٍ: ائْتِنَا بِطَعَامٍ.
Artinya:
Dari Abu Duhqanah yang berkata: “Aku duduk di sebelah ‘Abdullah bin ‘Umar, dan dia menceritakan bahwa ada seorang tamu sowan (menghadap) Rasulullah s.a.w.. Segera saja, Rasulullah s.a.w. memerintahkan Bilal: “Cepat suguhkan makanan.” (H.R. Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah).
Keterangan:
Dalam kehidupan bermasyarakat, kita dianjurkan untuk senantiasa menjaga keharmonisan. Hal tersebut bisa diwujudkan dengan menggalang (to support, lay a foundation) tali silaturahim antar sesama. Melalui tali silaturahim ini, diharapkan kita dapat mempererat hubungan yang sudah renggang dan sekaligus mengokohkan tali yang sudah erat.
Berpijak pada prinsip keharusan untuk melakukan silaturahim kepada para sahabat, saudara, sanak famili, handai tolan, dan siapa saja yang memiliki hubungan dengan kita, maka diharapkan nantinya ada timbal balik antara kedua belah pihak. Artinya, kedua belah pihak menjadi gemar melakukan silaturahim. Dengan demikian, tidak hanya kita yang bertamu ke rumah sahabat untuk bersilaturahim, tetapi sahabat juga bertamu ke rumah kita untuk menambah keakraban dan keintiman hubungan. Berawal dari kegiatan saling berkunjung ke rumah famili dan sahabat ini, maka hubungan bisa semakin erat.
Melalui hadist di atas Rasulullah s.a.w. menuntun kita untuk menjadi tuan rumah yang baik. Salah satu penerjemahan dari prinsip menjadi tuan rumah yang baik adalah menghidangkan jamuan kepada tamu yang berkunjung. Hidangan itu bisa berupa apa saja, baik itu minuman ataupun makanan. Apa yang kita miliki dapat kita suguhkan. Sebab dalam riwayat berbeda, beliau bersabda bahwa setiap teguk air yang diminum oleh tamu bernilai sedekah bagi yang menghidangkannya.