21 Berpikir Seribu Kali Sebelum Berzina – Teladan Nabi Menyalurkan Hasrat Seksual

40 HADITS SHAHIH
Teladan Nabi Menyalurkan Hasrat Seksual
Oleh: Bintus Sami‘ ar-Rakily

Tim Penyusun:
Ust. Imam Ghozali, Ustzh. Khoiro Ummatin,
Ust. M. Faishol, Ustzh. Khotimatul Husna,
Ust. Ahmad Shidqi, Ust. Didik L. Hariri,
Ust. Irfan Afandi, Ust. Ahmad Lutfi,
Ust. Syarwani, Ust. Alaik S., Ust. Bintus Sami‘,
Ust. Ahmad Shams Madyan, Lc.
Ust. Syaikhul Hadi, Ust. Ainurrahim.

Penerbit: Pustaka Pesantren

Rangkaian Pos: Bagian 3 - Penyaluran Hasrat Seksual yang Terlarang

Berpikir Seribu Kali Sebelum Berzina

Hadits ke-21

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ: أَنَّ غُلامًا شَابًّا أَتَى رَسُولَ اللهِ (ص)، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، اْئذَنْ لِي فِي الزِّنَا، فَصَاحَ النَّاسُ فَقَالَ:”مَهْ”،فَقَالَ رَسُولَ اللهِ (ص): “أَقِرُّوهُ ادْنُ”، فَدَنَا حَتَّى جَلَسَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللهِ (ص)، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ (ص): “أَتُحِبُّهُ لأُمِّكَ؟” قَالَ: لا، قاَلَ: “وَكَذَلِكَ النَّاسُ لا يُحِبُّونَهُ لأُمَّهَاتِهِمْ، أَتُحِبُّهُ لِأَبْنَتِكَ؟” قَالَ لا، قَالَ: “وَكَذَالِكَ النَّاسُ لا يُحِبُّونَهُ لِبَنَاتِهِمْ، أَتُحِبُّهُ لأُخْتِكَ؟” قَالَ: لا، قَالَ: “وَكَذَلِكَ النَّاسُ لا يُحِبُّونَهُ لأَخَوَاتِهِم، أَتُحِبُّهُ لِعَمَّتِكَ؟” قَالَ: لا، قَالَ: “وَكَذَالِكَ النَّاسُ لا يُحِبُّونَهُ (رواه احمد و البيهقي و الطبراني)

Diriwayatkan dari Abu Umamah, ia mengatakan, telah datang seorang pemuda menghadap Rasul s.a.w. seraya berkata, “Wahai Rasulullah! Izinkanlah saya berzina!” Orang-orang yang ada di sekitarnya menghampiri dan memaki, “Celaka kau, celaka kau!” Akan tetapi, Rasulullah berkata: “Biarkanlah dia mendekat.” Maka mendekatlah pemuda itu dan duduk di samping Rasul. Kemudian Rasul bertanya, “Apa kau ingin zina itu terjadi pada ibumu?” Si pemuda menjawab, “Sungguh tidak akan!” Maka bersabdalah Rasul, “Begitu pula orang-orang lain. Mereka tidak ingin zina itu terjadi pada ibu mereka. Lalu, apa kau ingin zina itu terjadi pada anak perempuanmu?” Si pemuda menjawab, “Sungguh tidak.” Maka, Rasul berkata, “Demikian pula orang-orang tidak suka jika zina itu terjadi pada anak perempuan mereka. Dan, apakah engkau suka jika zina itu terjadi pada saudara-saudara perempuanmu?” Si pemuda menjawab, “Tidak!” Maka bersabdalah Rasul, “Begitu pula orang-orang lain. Mereka tidak ingin zina itu terjadi pada saudara-saudara perempuan mereka. Lalu, apa kau ingin zina itu terjadi pada bibimu?” Si pemuda menjawab, “Tidak!” Maka, bersabdalah Rasul, “Begitu pula orang-orang lain. Mereka tidak ingin zina itu terjadi pada bibi mereka.” (HR. Ahmad, al-Baihaqi, dan ath-Thabrani)

Keterangan:

“Jalan menuju surga dipenuhi dengan duri dan rintangan, sementara jalan menuju neraka dipenuhi bunga-bunga dan kenikmatan,” demikian Rasulullah pernah berwasiat kepada umatnya. Kenyataan ini memang harus diakui. Bang Haji Roma Irama pun pernah bilang, “Mengapa yang asyik-asyik itu yang dilarang? Karena itu perangkap setan.”

Oleh karena itu, seorang muslim yang beriman, apalagi ketika imannya sedang ngedrop, kadang-kadang tergoda juga untuk memetik bunga-bunga kenikmatan sesaat yang berujung ke neraka. Kerap kali, di antara kita hanya melihat kenikmatan sementara itu, dan melupakan akibat yang belakang hari dapat menimpa. Hal inilah yang tergambar pada si pemuda dalam hadits ke-21 di atas.

Yang patut kita renungkan adalah sikap Nabi yang demikian bijak menghadapi si pemuda. Beliau tahu, masa muda adalah suatu masa di mana gejolak nafsu begitu kuat, kecerobohan sering menghiasi tindakannya, dan karena minimnya pengalaman, ia belum memiliki pemikiran yang panjang ke depan. Oleh karena itu, ketika orang-orang mencela si pemuda, Nabi justru memanggil si pemuda untuk mendekat dan mendialogkan perbuatannya. Dengan metode dialog ini, si pemuda pun memiliki kesadaran tentang bahaya zina, yang kesadaran tumbuh dari dalam dirinya sehingga kuat tertancap dalam kalbunya.

Pun bila di antara kita sekali waktu terperosok oleh niat-niat kotor untuk berzina, pikirkanlah ulang pikiran-pikiran tersebut. Berpikirlah jauh ke depan, tentang harga diri kita yang tiba-tiba jatuh berkeping-keping karena perbuatan zina. Belum lagi, efek-efek negatif yang telah menunggu kita, baik yang akan menimpa diri kita secara langsung, yang terkait dengan keluarga, masyarakat secara umum, maupun azab yang nantinya akan ditimpakan kepada kita di akhirat.

Di sini, patutlah kita renungkan perkataan Imam Syafi’i yang begitu mendalam:

Zina adalah hutang. Jika engkau mengambil hutang, maka tebusannya adalah anggota keluargamu.

Barang siapa berzina, sungguh akan dizinai (anggota keluarganya) meskipun di dalam rumahnya.

Ungkapan Imam Syafi’i ini sungguh terbukti benar dalam masyarakat. Lihatlah orang-orang di sekitar Anda. Orang-orang yang pernah berzina di antara mereka, pasti akan dikenai cobaan serupa: entah anaknya yang berzina, entah saudaranya, entah cucunya. Sebab, demikianlah memang “hukum alam” atau “hukum karma” atau “sunnatullah” yang berlaku. Siapa pun yang mengoyak kehormatan orang lain, maka ia akan melihat kehormatannya terkoyak. Jika tidak anaknya, mungkin istrinya yang menghianatinya dengan berselingkuh dengan lelaki lain. Jika istrinya dapat menjaga diri, mungkin anggota keluarga yang lain terjerumus ke dalam zina. “Hukum karma” ini diisyaratkan pula oleh Rasulullah dalam hadits di atas, yakni dengan pertanyaan beliau: “Apakah engkau suka jika perbuatan zina terjadi pada saudara perempuanmu?

Wallahu a’lam.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *