Hadits ke-20
Menghormati Teman yang Berkunjung ke Rumah
عَنْ أَبِيْ شُرَيْحٍ الْعَدَوِيِّ قَالَ: سَمِعَتْ أُذُنَايَ وَ أَبْصَرَتْ عَيْنَايَ حِيْنَ تَكَلَّمَ النَّبِيُّ (ص) فَقَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ الْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ.
Artinya:
Dari Abu Syaraikh al-‘Adawi, dia berkata: Kedua telingaku mendengar dan kedua mataku melihat ketika Rasulullah s.a.w. bersabda: “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya menghormati tamunya.” (H.R. Muslim).
Keterangan:
Sesungguhnya media dalam membina hubungan silaturahim dengan sahabat ataupun saudara sangat beragam. Salah satu medianya adalah dengan berkunjung langsung (bertamu) kepada mereka. Dengan pertemuan langsung, kita bisa bertatap muka, berjabat tangan, berbincang-bincang menanyakan kabar, saling membantu dan saling mendoakan. Memang tidak menutup kemungkinan silaturahim dengan media telepon atau SMS. Akan tetapi, jelas kualitasnya berbeda dengan pertemuan langsung. Sebab, media-media tersebut memiliki beberapa keterbatasan yang tidak dapat ditutup kecuali dengan pertemuan.
Berkaitan dengan anjuran untuk berkunjung, maka Rasulullah s.a.w. mengatur tata cara menerima sahabat atau saudara yang bertamu. Bahkan beliau menjadikan sikap kita dalam menyambut tamu sebagai tolok ukur keimanan. Jika kita mengaku beriman, hendaknya penghormatan kepada tamu dilakukan secara maksimal.
Dalam hal ini, teladan kita (Rasulullah s.a.w.) menunjukkan cara menyongsong tamu secara baik. Kediaman beliau bisa diumpamakan sebagai “terminal” pertemuan para sahabat. Setiap kali ada persoalan, para sahabat senantiasa bertandang (to visit) ke sana untuk mencari pemecahannya. Ketika diperlukan musyawarah, tempat tinggal beliau pun sering dijadikan ajang (site, location) pertemuan. Dalam menghadapi para sahabat yang menjadi tamunya itu, beliau tidak pernah memilah-milah. Semua tamu diperlakukan sejajar. Tidak ada keunggulan orang kaya dibandingkan orang miskin. Demikian pula sebaliknya. Seluruhnya sama-sama dihormati dan dimuliakan. Beliau juga tidak pernah absen menyuguhkan makanan pada tamunya, walaupun beliau sendiri belum bersantap. Tamu lebih dikedepankan dibandingkan diri sendiri. Ini semua beliau jalankan dengan penuh keikhlasan tanpa pamrih apa pun.