Hadits ke-2
عَنْ مَعْقَلٍ قَالَ: إِنِّيْ مُحَدِّثُكَ بِحَدِيْثٍ لَوْ لَا أَنِّيْ فِي الْمَوْتِ لَمْ أُحَدِّثُكَ بِهِ سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ (ص) يَقُوْلُ:مَا مِنْ أَمِيْرٍ يَلِيْ أَمْرَ الْمُسْلِمِيْنَ ثُمَّ لَا يَجْهَدُ لَهُمْ وَ يَنْصَحُ إِلَّا لَمْ يَدْخُلْ مَعَهُمُ الْجَنَّةَ. (رواه البخاري).
Artinya:
Bersumber dari Ma‘qal, ia berkata: Aku beritakan kepadamu suatu hadits, jika saya mati tidak sampai berita ini. Aku mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Seorang pemimpin yang mengurusi urusan kaum muslimin kemudian ia tidak bersungguh-sungguh untuk memperhatikan urusan kaum muslimin itu, dan ia tidak mau memberi nasihat demi kebaikan mereka, maka kelak ia tidak akan masuk surga bersama mereka.” (H.R. Bukhārī).
Pemimpin dan rakyat ibarat dua keping mata uang yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Para pemimpin menjalankan semua agenda yang telah diprogramkan sebelumnya dengan sungguh-sungguh dan benar, sementara rakyat terus membuka mata, memperhatikan dan mengontrol semua kebijakan pemimpinnya. Jika terdapat kesalahan pada pemimpin atas semua kebijakannya, seperti tidak berusaha sekuat tenaga untuk memimpin rakyatnya, tidak menjalankan keadilan, tidak meluruskan kebijakan-kebijakan yang salah, maka rakyat tidak segan-segan untuk memberikan nasihat dan teguran melalui kode etik dan prosedur yang jelas dan benar.
Roda kepemimpinan akan tetap berputar dalam jalur kebaikan, selama pemimpin dan rakyat saling memberi dan menerima (take and give). Artinya, pemimpin menjalankan amanah rakyat dengan sungguh-sungguh, dan rakyat mengawasi semua kebijakan pemimpinannya dengan sungguh-sungguh pula. Jika tidak sejalan, sebagaimana pernyataan hadits di atas, maka keduanya sama-sama tidak berhak untuk masuk ke dalam surga yang telah dijanjikan.