Hadits ke-14
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ (ص) يَقُوْلُ: مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَاسْتَطَاعَ أَنْ يُغَيِّرَهُ بِيَدِهِ فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَ ذلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ. (رواه مسلم).
Artinya:
Bersumber dari Abū Sa‘īd, ia berkata: Aku mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran, hendaknya dia mengubahnya dengan tangannya, kalau tidak sanggup (dengan tangan) maka ubahlah dengan lisannya, dan bila tidak sanggup (dengan lisan) maka ubahlah dengan hatinya; dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.” (H.R. Muslim).
Dikisahkan dari Abū Sa‘īd al-Khudrī bahwa pada sebuah hari raya salah seorang sahabat yang bernama Marwān telah keluar, lalu naik ke mimbar. Ia mulai berkhutbah sebelum tiba waktunya shalat. Maka salah seorang di antara jama‘ah bertanya kepadanya: “Wahai Marwān engkau telah menyalahi sunnah, engkau keluar hari ini, dan engkau mulai khutbah sebelum waktu shalat tiba.”
Dan lanjutannya, Abū Sa‘īd mengatakan bahwa hal itu dilakukan Marwān karena kondisi tertentu, dan sudah menjadi ketetapan Rasūlullāh s.a.w.
Dalam hadits di atas, Nabi s.a.w. memerintahkan setiap orang yang menyaksikan kemunkaran untuk menghentikannya sesuai batas kemampuan masing-masing. Bagi yang mampu dengan tangan (kekuasaannya), dia harus menggunakan kekuasaan itu. Legistator menghentikan kemunkaran dengan membuat undang-undang, eksekutif dengan menjalankan amanat undang-undang, dan pejabat hukum menghentikan dengan menyidik, menuntut, mengadili, dan menghukum para pelaku kemunkaran sesuai dengan hukum yang berlaku. Seniman melawan kemungkaran dengan karyanya, dan para rohaniawan atau ulama dengan menyadarkan masyarakat dan memberi pemahaman melalui hukum agama.
Bagi yang tidak mampu menghentikan kemunkaran, dalam hal ini korupsi, dengan tangan atau kekuasaannya, dia harus menghentikannya dengan nasihat, kata-kata bijak yang dapat diterima, baik lisan maupun tulisan. Selanjutnya, bagi setiap muslim yang tidak mampu tangan dan lisannya, paling kurang dia harus mencegah dengan hatinya. Artinya tidak melakukan hal yang sama, prihatin dan terus mendoakan agar para koruptor diberikan kesadaran untuk kembali ke jalan yang benar. Untuk level yang terakhir ini adalah level yang paling rendah atau dalam bahasa Rasūlullāh s.a.w.: “selemah-lemahnya iman.”