Hati Senang

12 Menjaga Aurat – Teladan Nabi Menyalurkan Hasrat Seksual

Menjaga Aurat

Hadits ke-12

عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ (ص) احْفَظْ عَوْرَتَكَ إِلَّا مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِيْنُكَ فَقَالَ الرَّجُلُ يَكُونُ مَعَ الرَّجُلِ قَالَ إِنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ لَا يَرَاهَا أَحَدٌ فَافْعَلْ قُلْتُ وَ الرَّجُلُ يَكُونُ خَالِيًا قاَلَ فَاللهُ أَحَقُّ أَنْ يُسْتَحْيَا مِنْهُ (رواه أَحْمَدُ وَأَصْحَابُ السُّنَنَ الأَرْبَعَةِ وَالْحَاكِمُ وَالْبَيْهَقِيُّ)

Diriwayatkan dari Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya yang berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Jagalah auratmu kecuali terhadap istrimu atau budak-budakmu.Seorang sahabat berkata: Bagaimana jika lelaki terhadap lelaki lain?” Rasulullah bersabda: “Jika engkau mampu agar tidak seorang pun melihatnya, maka lakukanlah.”Aku berkata: “Bagaimana jika ia seorang diri?” Rasul bersabda: “Ia lebih berhak untuk malu kepada Allah.(HR. ahmad, Empat Imam Penulis Kitab Sunan, al-Hakim, dan al-Baihaqi)

Keterangan:

Hadits ini masih sejalan dengan beberapa hadits sebelumnya, yakni tentang menjaga mata. Jika dalam hadits-hadits sebelumnya terkait dengan “subjek yang memandang”, maka pada hadits ini Rasulullah lebih menyoroti pada “objek yang potensial dipandang”. Seakan-akan, Rasul ingin menutup pintu-pintu nafsu dengan anjuran menjaga pandangan kepada umatnya. Lalu, ketika menjaga pandangan ini tidak bisa sempurna kecuali dengan mengurangi “objek yang potensial dipandang”, maka Rasul pun memerintahkan umatnya untuk menutup “objek yang potensial dipandang” tersebut.

Dalam Islam, Menutup aurat adalah sebuah kewajiban. Ini artinya, menutup aurat termasuk perkara yang jika ditinggalkan berakibat dosa dan jika dilaksanakan berubah pahala. Orang yang mengumbar auratnya berarti ia telah melakukan dosa; sebaliknya, orang yang menutup auratnya, jika diniatkan karena Allah (bukan karena tradisi dan alasan kesopanan semata), maka ia akan mendapat pahala.

Kewajiban menutup aurat ini berlaku bagi perempuan maupun laki-laki. Berbeda dengan aurat laki-laki yang sudah jelas dan disepakati–yaitu bagian tubuh antara pusar dan lutut–batas-batas aurat perempuan yang harus ditutup menjadi perselisihan ulama. Perselisahan itu cukup panjang dan lebar sehingga tidak bijak kiranya jika diungkapkan semuanya dalam buku kecil ini. Cukuplah disebut di sini bahwa mayoritas ulama klasik berpendapat, “Aurat perempuan (di hadapan lelaki yang bukan muhrim) adalah seluruh tubuhnya, kecuali telapak tangan dan wajahnya.”(11) Wallahu a’lam.

Catatan:

  1. 1). Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa semua tubuh perempuan adalah aurat, tanpa kecuali. Pendapat yang dilontarkan para ulama klasik tersebut tentu saja banyak mendapat sorotan, khususnya dalam kajian-kajian kontemporer. Bagi yang tertarik mendalami, KH. Husein Muhammad dalam Fiqh Perempuan (LKiS, 2001) telah mengupas dengan sangat indah dan menarik. Silakan merujuk buku tersebut.
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.