Hadits ke-3
Tidak Mengambil yang Bukan Haknya
عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ (ص): مَنْ أَخَذَ مِنَ الأَرْضِ شَيْئًا بِغَيْرِ حَقِّهِ خُسِفَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى سَبْعِ أَرَضِيْنَ.
Artinya:
Dari Salim dari ayahnya dari Rasulullah s.a.w. yang bersabda: “Siapa yang mengambil tanah tanpa hak maka pada hari kiamat akan dikalungkan tujuh bumi padanya.” (H.R. al-Bukhari).
Keterangan:
Alam semesta dan segenap isinya merupakan milik Allah yang diperuntukkan bagi kemaslahatan manusia. Karena itu, manusia sebagai khalifah di muka bumi ini bertugas memakmurkan bumi ini dengan diperkenankannya mengelola seluruh jagat raya ini guna memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalankan fungsinya ini, manusia dikaruniai hak milik tertentu. Hak milik tersebut bisa berupa benda yang bergerak ataupun tidak bergerak.
Kepemilikan mutlak memang ada di tangan Allah, tetapi kepemilikan relatif berada dalam genggaman manusia. Walaupun statusnya hanya kepemilikan relatif, kedudukannya sangat dihormati oleh ajaran agama. Oleh sebab itu, Islam menggariskan aturan yang serius dan rinci ihwal hak milik tersebut. Sebagai hak dari Allah, kepemilikannya tidak boleh dilanggar oleh syara‘. Perampasan terhadap hak milik orang lain mempunyai konsekuensi dan hukum sendiri. Tindakan tersebut bahkan bisa dikategorikan dalam tindak pidana.
Jalinan persaudaraan antar muslim khususnya, antar seluruh umat manusia umumnya, menghendaki penghargaan terhadap hal miliki ini. Sebab, penjarahan terhadap hak milik orang lain jelas bertentangan dengan norma dan aturan apa pun. Bahkan, dalam Islam digariskan dua sanksi bagi siapa saja yang melanggar hak orang lain, yakni hukuman di dunia dan hukuman di akhirat nantinya. Hukuman di dunia diatur secara definitif dalam yurisprudensi Islam, sedangkan hukuman di akhirat adalah seperti penjelasan hadits di atas.