Hadits ke-25
Pengakuan atas Perbedaan Status Sosial
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ (ص) انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَ لَا تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ.
Diriwayatkan dari Abū Hurairah, ia berkata: Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Lihatlah orang yang lebih rendah statusnya darimu, jangan orang yang lebih tinggi darimu. Hal demikian itu lebih cocok bagimu agar engkau tidak meremehkan karunia Tuhanmu.” (HR. Muslim). (251).
Keterangan:
Perbedaan dan ketidakserupaan dengan yang lain justru menjadi penyebab timbulnya penggabungan, persatuan, dan persetujuan. Perbedaan merupakan sesuatu yang telah ditentukan Allah. Islam juga mengakui adanya perbedaan status sosial, baik karena kekayaan, pengetahuan, atau kedudukan. Hal ini diciptakan tidak terlepas dari hikmah agar terjadi saling bergantung dan tolong-menolong antara yang kaya dan miskin, yang bodoh dan pintar, penguasa dan yang lemah, dan sebagainya. Dengan perbedaan status sosial, kita dianjurkan saling mengasihi, bukan untuk mendengki dan berlomba memperkaya diri. Dalam persoalan dunia, Islam menganjurkan kepada kita untuk memandang yang lebih rendah agar manusia bisa mensyukuri nikmat Allah.
Selain itu, perbedaan status sosial juga mengandung hikmah bahwa manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya secara sendiri. Kesendirian manusia tidak akan menjamin kelangsungan hidupnya walau untuk sementara. Perbedaan status sosial adalah ketentuan Tuhan dan menjadi tugas setiap kelompok masyarakat untuk saling memenuhi kebutuhan mereka. Jadi, setiap manusia tidak mungkin memiliki sarana untuk menyediakan seluruh kebutuhan hidupnya sehingga mereka tak memiliki pilihan lain kecuali saling berbagi dan bekerja sama dengan manusia lainnya.
Firman Allah: “Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain dengan beberapa derajat.” (Qs. az-Zukhruf: 32). Atau firman Allah yang lain:
“Dialah yang telah menjadikan kamu penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat untuk menguji kamu atas apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (Qs. An‘ām: 165).
Selanjutnya, Islam juga telah menegaskan bahwa perbedaan status tidak ada artinya untuk kehidupan akhirat, namun Islam tetap mengakui dan tidak pernah menghilangkan perbedaan status duniawi ini. Al-Qur’ān sendiri, seperti disebut di atas, membenarkan munculnya ketidaksetaraan yang bersifat duniawi. Akan tetapi, Islam melarang perbedaan status ini membuat manusia saling menzhalimi dan berbuat tidak adil kepada sesamanya sehingga menimbulkan ketidakadilan sosial. Bahkan, Islam menganjurkan saling mengedepankan toleransi dalam masyarakat yang beragam latar belakangnya sehingga terwujud masyarakat yang makmur dan sejahtera.
Catatan: