Hadits ke-24
Universitas Akhlak
حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ حَدَّثَنَا أَبِيْ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ حَدَّثَنِيْ شَقِيْقٌ عَنْ مَسْرُوْقٍ قَالَ كَنَّا جُلُوْسًا مَعَ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو يُحَدِّثُنَا إِذْ قَالَ لَمْ يَكُنْ رَسُوْلُ اللهِ (ص) فَاحِشًا وَ لَا مُتَفَحِّشًا وَ إِنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحَاسِنُكُمْ أَخْلَاقًا.
Diriwayatkan dari ‘Umar Ibnu Ḥafsh, dari ayahnya, dari al-A‘masy, dari Syaqīq, dari Masrūq, ia berkata: Suatu ketika kami duduk santai bersama ‘Abdullāh Ibnu ‘Umar, ia berkata: Rasūlullāh itu seorang yang tak pernah melakukan hal terlarang, dan dia tak pernah ingin melakukannya; dan suatu ketika ia (Nabi) pernah berkata: “Sebaik-baik orang di antara kalian adalah yang paling baik akhlaknya”.” (HR. al-Bukhārī). (241).
Keterangan:
Nabi Muḥammad diutus Allah kepada umat manusia sebagai penyempurna ajaran para nabi terdahulu. Untuk itu, Islam yang dibawa olehnya juga bersifat universal untuk seluruh umat manusia tanpa batas wilayah dan tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, dan lain-lain. Islam juga membawa ajaran moral atau akhlak yang berlaku untuk semua manusia. Menurut Islam, akhlah adalah perbuatan terpuji yang diridhai Allah yang akan menyelamatkan dan menjauhkan manusia serta alam semesta dari kerusakan dan kehancuran.
Dalam Islam, akhlak merupakan tolok ukur dalam menentukan kemuliaan seseorang. Hadits di atas menunjukkan bahwa akhlak mulia merupakan fondasi utama yang dibangun Rasūlullāh untuk memperbaiki masyarakat Jahiliah yang dikenal memiliki kebudayaan yang sangat terbelakang. Masyarakat Jahiliah adalah contoh nyata bahwa ketiadaan budi pekerti atau akhlak yang baik akan membawa kemerosotan kebudayaan dan peradaban manusia. Hanya dengan akhlak yang baik manusia terhindar dari kerusakan dan mara bahaya. Kedatangan Islam telah membawa cahaya pada masa Jahiliah yang gelap gulita.
Urgensi akhlak mulia juga ditunjukkan Allah dalam firman-Nya: “Kau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. al-Qalam: 4). Firman Allah yang lain: “Pada diri Rasūlullāh itu terdapat teladan yang baik.” (Qs. al-Aḥzāb: 21). Dalam sebuah hadits Rasūlullāh bersabda: “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” (HR. al-Bukhārī).
Warisan yang ditinggalkan Nabi berupa al-Qur’ān dan hadits menggariskan prinsip-prinsip akhlak mulia (al-akhlāq al-karīmah), yakni akhlak kepada Sang Khāliq, kepada sesama manusia, dan kepada sesama ciptaan (alam semesta).
Di dalam mu‘āmalah dengan Sang Pencipta, Islam mengajarkan prinsip mendasar sebagai berikut:
a. Taqwā.
Taqwā adalah menjalankan perintah dan menjauhi segala larangan Allah sehingga terhindar dari perbuatan dosa. Firman Allah:
“Mereka yang memakmurkan masjid-masjid Allah itu ialah orang-orang yang beriman kepada-Nya dan Hari Akhir, mendirikan shalat, membayar zakat, dan tak takut kepada siapa pun selain kepada-Nya; mereka itu pasti beroleh petunjuk.” (Qs. at-Taubah: 18).
b. Doa dan Harapan
Allah juga memerintahkan kepada hamba-hambaNya untuk senantiasa berharap dan memohon kepada-Nya. Orang yang tidak mau berharap dan berdoa kepada Allah merupakan salah satu ciri dari orang yang sombong. Firman Allah:
“Apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, jawablah: Aku sangatlah dekat! Aku pasti mengabulkan permohonan orang yang berdoa; hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Qs. al-Baqarah: 186). “Dan berdoalah kamu kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan!” (Qs. al-Mu’min: 60).
c. Syukur
Allah memerintahkan kepada manusia agar senantiasa bersyukur atas nikmat yang telah dikaruniakan-Nya. Allah telah memberi manusia berbagai kenikmatan yang tidak terhitung jumlahnya, sehingga wajib bagi manusia untuk mengingat dan mensyukurinya. Firman Allah:
“Ingatlah, tatkala Tuhanmu memaklumkan: Jika kalian bersyukur maka Aku akan menambah nikmat-Ku; dan jika kalian kufur atas nikmat-Ku maka siksa-Ku amatlah pedih.” (Qs. Ibrāhīm: 7).
d. Taubat dan Penyesalan.
Taubat berarti tekad dan kemauan untuk tidak mengulangi kesalahan dan perbuatan dosa yang pernah dilakukan. Biasanya, taubat itu diawali dengan penyesalan dan pengakuan atas perbuatan maksiat. Sebagai manusia yang tak luput dari salah dan dosa, sebaiknya bertaubat dan memohon ampun kepada Allah dilakukan setiap saat. Allah berfirman: “Bertaubatlah kalian kepada Allah, hei orang-orang beriman, supaya kalian beruntung.” (Qs. an-Nūr: 31).
Hadits Nabi:
Diriwayatkan dari Abū Hurairah, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Demi Allah, aku beristighfar (mohon ampun) kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari 70 kali.”
Dalam mu‘āmalah dengan sesama manusia, Islam memberikan prinsip dasar sebagai berikut:
a. Rendah hati
Rendah hati merupakan sifat yang mengakui kelemahan diri di hadapan Allah, bukan di hadapan manusia. Islam menganjurkan manusia untuk senantiasa rendah hati kepada sesama demi menghilangkan sikap sombong dan congkak. Marilah simak firman Allah ini: “Janganlah kau palingkan muka dari manusia karena sombong.” (Qs. Luqmān: 18). Juga firman-Nya: “Janganlah kau berjalan di muka bumi dengan sombong.” (Qs. Luqmān: 18).
b. Sopan Santun
Islam menganjurkan sikap sopan santun terhadap sesama manusia melalui perbuatan yang baik dan tidak merugikan orang lain. Sabda Nabi: “Bergaullah dengan sesama manusia secara baik.” (HR. Tirmidzī).
c. Jujur
Dalam bergaul dengan sesama, Islam juga menganjurkan untuk menjaga kejujuran dengan menghargai kepercayaan yang telah diberikan orang lain kepada kita. Jujur termasuk prinsip dasar yang dianjurkan Islam dalam pergualan. Sebaliknya, Islam melarang manusia berbuat munafik. Rasūl bersabda: “Ciri munafik ada tiga: Bila berkata ia bohong, bila berjanji ia ingkar, bila bersumpah ia pasti berkhianat” (Muttafaqun ‘alaih).
Dalam mu‘amalah dengan sesama ciptaan Allah Islam memberikan prinsip dasar sebagai berikut:
a. Menjaga Lingkungan
Sabda Nabi: “Siapa mengambil sesuatu dari atas bumi dengan cara batil, kelak pada Hari Kiamat ia akan dibenamkan ke dalam tujuh lapis bumi.” (HR. al-Bukhārī).
b. Larangan Berbuat Kerusakan
Firman Allah:
“Telah tampak kerusakan di daratan dan lautan disebabkan oleh perbuatan manusia; supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (Qs. ar-Rūm: 41).
Catatan: