022 Kerjasama Dengan Non-Muslim Dalam Perniagaan & Pegadaian – Terapi Nabi Mengikis Terorisme

40 HADITS SHAHIH
Terapi Nabi Mengikis Terorisme
Teladan Menebar Kedamaian dan Toleransi di Muka Bumi

Oleh: Khotimatul Husna

Tim Penyusun:
Ust. Imam Ghozali, Ustzh. Khoiro Ummatin,
Ust. M. Faishol, Ustzh. Khotimatul Husna,
Ust. Ahmad Shidqi, Ust. Didik L. Hariri,
Ust. Irfan Afandi, Ust. Ahmad Lutfi,
Ust. Syarwani, Ust. Alaik S., Ust. Bintus Sami‘,
Ust. Ahmad Shams Madyan, Lc.
Ust. Syaikhul Hadi, Ust. Ainurrahim.

Penerbit: Pustaka Pesantren

Hadits ke-22

Kerjasama dengan Non-Muslim dalam Perniagaan dan Pegadaian

 

حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ قَالَ: ذَكَرْنَا عِنْدَ إِبْرَاهِيْمَ الرَّهْنَ فِي السَّلَمِ فَقَالَ: حَدَّثَنِي الْأَسْوَدُ عَنْ عَائِشَةَ (ر): أَنَّ النَّبِيَّ (ص) اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُوْدِيٍّ إِلَى أَجَلٍ وَ رَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيْدٍ.

Diriwayatkan dari Mu‘alla Ibnu Asad, dari ‘Abd-ul-Wāḥid, dari al-A‘masy, ia berkata di depan Ibrāhīm soal rahn (gadai) dan jual beli dengan sistem tempo. Maka ia berkata: Aku telah diberitahu oleh al-Aswad dari ‘Ā’isyah yang berkata: “Nabi pernah utang makanan kepada orang Yahudi, lalu ia (Nabi) membayarnya dengan menggadaikan baju perangnya yang terbuat dari besi.” (HR. al-Bukhārī). (22).

 

Keterangan:

Bisnis merupakan praktik yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan ekonomi dan sosial umat Islam. Islam menganjurkan kaum muslim untuk menjalankan bisnis secara bebas, jujur, dan adil. Bahkan, Nabi Muḥammad adalah seorang yang menjalankan usaha (bisnis) sewaktu dia muda.

Al-Qur’ān sendiri menghalalkan bisnis, meski tetap memberikan aturan atau batasan berupa perintah dan larangan berkaitan dengan sistem transaksi bisnis. Bisnis yang dibahasakan dalam al-Qur’ān dengan ‘amal selalu dikaitkan dengan iman. ‘Amal atau bisnis adalah ibadah yang juga telah diperintahkan oleh Allah dalam rangka, salah satunya, untuk menggali potensi alam yang bisa dimanfaatkan bagi kesejahteraan umat manusia. Dengan demikian, malas atau tidak produktif merupakan perbuatan yang dibenci dalam Islam.

Mari kita hayati firman Allah:

Hai orang-orang beriman, janganlah kalian memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan (bisnis) yang berlaku atas dasar suka sama suka. Janganlah kalian bunuh diri. Yakinlah, Allah sangat sayang kepadamu. (QS. an-Nisā’: 29).

Meskipun demikian, di dalam Islam, berbisnis juga harus memperhatikan norma atau etika. Kebebasan bisnis tetap dibatasi dengan beberapa catatan, seperti halnya mempertimbangkan hak-hak orang lain, keabsahan bisnis, kesapakatan bersama dengan dilandasi kejujuran, dapat saling dipercaya, tidak ada paksaan, kecurangan, dan kebohongan.

Islam juga menunjukkan bahwa di dalam bisnis harus ditekankan sikap toleransi berupa tidak melanggar hak orang lain yang sedang melakukan transaksi. Islam melarang kecurangan dalam berbisnis seperti merebut klien bisnis orang lain. Islam juga melarang memasuki wilayah bisnis pihak lain yang telah bersepakat dalam bisnis. Oleh karena itu, setiap bisnis yang dilakukan dengan cara melanggar etika dan semata mengejar keuntungan diri sendiri jelas dilarang oleh Islam. Demikian juga bisnis yang merugikan, menyakiti, dan tidak adil bagi orang lain, ini jelas dilarang Islam.

Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

Allah berfirman: Aku adalah yang ketiga di antara dua orang yang berserikat, selagi salah seorang di antara keduanya tidak berkhianat. Bila salah seorang di antara keduanya berkhianat, Aku keluar dari keduanya.” (HR. Abū Dāūd, melalui Abū Hurairah).

Rasūlullāh s.a.w. juga bersabda:

Allah mencintai seorang hamba yang mudah (berlaku baik) bila menjual sesuatu, mudah bila membeli sesuatu, mudah bila membayar utang, dan mudah pula apabila ia menagihnya.” (HR. Baihaqī, melalui Abū Hurairah).

Islam memandang sama dan seimbang dalam bidang ekonomi di antara berbagai perbedaan status sosial. Rasūlullāh memperkecil perbedaan dan memacu semua orang untuk memiliki kesempatan dan peluang yang sama dalam akses ekonomi. Transaksi perdagangan sah dilakukan antara muslim dan non-muslim dengan syarat memenuhi kaidah syar‘i. Kaidah syar‘i dalam hal perniagaan dan bisnis lainnya, termasuk pegadaian, pastilah melarang praktik riba, penipuan, dan lain-lain.

 

Catatan:

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *