Hadits ke-18
Jangan Zalimi Non-Muslim
حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الْمَهْرِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ حَدَّثَنِيْ أَبُوْ صَخْرٍ الْمَدِيْنِيُّ أَنَّ صَفْوَانَ بْنَ سُلَيْمٍ أَخْبَرَهُ عَنْ عِدَّةٍ مِنْ أَبْنَاءِ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ (ص) عَنْ آبَائِهِمْ دِيْنَةً عَنْ رَسُوْلِ اللهِ (ص) قَالَ أَلَا مَنْ ظَلَمَ مُعَاهِدًا أَوِ انْتَقَصَهُ أَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَاقَتِهِ أَوْ أَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا بِغَيْرِ طِيْبِ نَفْسٍ فَأَنَا حَجِيْجُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
Diriwayatkan dari Sulaimān Ibnu Dāwūd al-Mahrī, dari Ibnu Wahb, dari Abū Sakhr al-Madīnī, dari Shafwān Ibnu Sulaim, dari sejumlah putra sahabat, dari bapak-bapak mereka yang tersambung nasabnya, Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Siapa menganiaya seorang dzimmi, atau mengurangi haknya, atau membebaninya melampaui kekuatannya, atau mengambil sesuatu darinya tanpa kerelaan hatinya maka aku (Nabi) musuhnya pada hari kiamat nanti!” (HR. Abū Dāwūd). (181).
Keterangan:
Islam sebagai agama tauhid, sebagaimana Yahudi dan Nasrani, memiliki prinsip ‘adālah (keadilan), kebalikan dari kezaliman. Prinsip ‘adālah ini berkait dengan prinsip tauhid, seperti pernyataan Allah dalam al-Qur’ān yang menegaskan bahwa Allah itu Maha Adil dan kewajiban manusia untuk berbuat adil adalah wujud dari persaksian kepada-Nya. Itulah mengapa menegakkan keadilan adalah perbuatan yang paling mendekati taqwa.
Rasūl sendiri berlaku adil dalam segala hal, baik kepada kaumnya (umat Islam) atau kaum yang lain. Sebagai seorang negarawan, Rasūl mampu berperan sebagai penggerak prinsip-prinsip ideal dalam Islam, seperti keadilan, toleransi, persamaan, dan lain-lain. Jiwa keadilan dan populisnya telah mampu merambah semua segmen masyarakat yang dipimpinnya.
Catatan: