015 Menghormati Agama Lain – Terapi Nabi Mengikis Terorisme

40 HADITS SHAHIH
Terapi Nabi Mengikis Terorisme
Teladan Menebar Kedamaian dan Toleransi di Muka Bumi

Oleh: Khotimatul Husna

Tim Penyusun:
Ust. Imam Ghozali, Ustzh. Khoiro Ummatin,
Ust. M. Faishol, Ustzh. Khotimatul Husna,
Ust. Ahmad Shidqi, Ust. Didik L. Hariri,
Ust. Irfan Afandi, Ust. Ahmad Lutfi,
Ust. Syarwani, Ust. Alaik S., Ust. Bintus Sami‘,
Ust. Ahmad Shams Madyan, Lc.
Ust. Syaikhul Hadi, Ust. Ainurrahim.

Penerbit: Pustaka Pesantren

Hadits ke-15

Menghormati Agama Lain

 

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ عَنِ ابْنِ إِدْرِيْسَ قَالَ: أَنْبَأَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَسَّالٍ قَالَ: قَالَ يَهُوْدِيٌّ لِصَاحِبِهِ اذْهَبْ إِلَى هذَا النَّبِيِّ قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ: لَا تَقُلْ نَبِيٌّ لَوْ سَمِعَكَ كَانَ لَهُ أَرْبَعَةُ أَعْيُنٍ فَأَتَيَا رَسُوْلَ اللهِ (ص) وَ سَأَلَاهُ عَنْ تِسْعِ آيَاتٍ بَيِّنَاتٍ فَقَالَ لَهُمْ: لَا يُشْرِكُوْا بِاللهِ شَيْئًا وَ لَا تَسْرِقُوْا وَ لَا تَزْنُوْا وَ لَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَ لَا تَمْشُوْا بِبَرِيْءٍ إِلَى ذِيْ سُلْطَانٍ وَ لَا تَسْحَرُوْا وَ لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا وَ لَا تَقْذِفُوا الْمُحْصَنَةَ وَ لَا تَوَلَّوْا يَوْمَ الزَّحْفِ وَ عَلَيْكُمْ خَاصَّةً يَهُوْدُ أَنْ لَا تَعْدُوْا فِي السَّبْتِ. فَقَبَّلُوْا يَدَيْهِ وَ رِجْلَيْهِ وَ قَالُوْا: نَشْهَدُ أَنَّكَ نَبِيٌّ. قَالَ: فَمَا يَمْنَعُكُمْ أَنْ تَتَّبِعُوْنِيْ؟ قَالُوْا: إِنَّ دَاوُدَ دَعَا بِأَنْ لَا يَزَالَ مِنْ ذُرِّيَّتِهِ نَبِيٌّ وَ إِنَّا نَخَافُ إِنِ اتَّبَعْنَاكَ أَنْ تَقْتُلَنَا يَهُوْدُ.

“Diriwayatkan dari Muḥammad Ibnu al-Alā‘, dari Ibnu Idrīs, dari Syu‘bah, dari ‘Amr Ibnu Murrah, dari ‘Abdullāh Ibnu Salamah, dari Shafwān Ibnu ‘Assāl berkata: Seorang Yahudi berucap kepada temannya: Pergilah engkau bertandang ke rumah Nabi Muḥammad; seorang temannya lalu menegur: Jangan kau ucap nama nabi itu, ia punya mata-mata. Keduanya (orang Yahudi dan temannya) lalu mendatangi Rasūlullāh dan bertanya tentang Tujuh Ayat Keterangan; nabi pun lalu berucap kepada mereka berdua: “Janganlah kalian syirik kepada Allah, jangan kalian mencuri, berzina, membunuh nyawa orang lain, jangan berjalan sok-sokan di depan seorang penguasa, jangan bermain sihir, jangan memakan harta riba, jangan menuduh perempuan baik-baik melakukan seorang atau zina, jangan melanggar aturan yang ditetapkan dalam sebuah perjanjian, dan lebih khusus lagi, kalian tak boleh melanggar ritual Hari Sabtu.” Dua orang Yahudi tadi segera (mencium kedua tangan dan kaki beliau) bersaksi: Kami bersaksi, engkau adalah nabi! Nabi pun lalu menjawab: “Kalau demikian, mengapa kalian tidak ikut aku?” Keduanya menjawab: Sesungguhnya Nabi Dāūd mengklaim bahwa dari putra-putranya akan jadi nabi. Dan kami khawatir akan dibunuh oleh orang-orang Yahudi kalau kami ikut engkau! (H.R. an-Nasā’ī). (151).

 

Keterangan:

Selain hadits di atas, nabi juga mengakui hari besar yang dirayakan kaum Yahudi, yakni Hari ‘Asyura. Bahkan, bertepatan pada hari besar Yahudi ini Nabi menganjurkan umat Islam untuk berpuasa. Sabab Nabi: “Hari ‘Asyura adalah Hari Besar yang dirayakan oleh kaum Yahudi. Berpuasalah kalian pada hari itu.” (HR. al-Bukhārī).

Hari ‘Asyura tersebut merupakan hari besar kaum Yahudi untuk memperingati kemenangan dan keselamatan Nabi Mūsā atas Raja Fir‘aun sehingga mereka berpuasa pada hari tersebut. Nabi menganjurkan pengikutnya berpuasa ‘Asyura karena umat Islam lebih layak memperingati kemenangan Nabi Mūsā tersebut.

Islam berlaku adil tidak hanya kepada umat Islam saja, melainkan juga kepada yang lain. Islam membela umat lain sebagaimana membela umat Islam. Rasūl mencontohkan pada masa pemerintahannya dengan memperlakukan hukum yang sama antara kaum Muslim dan Non-Muslim. Pada saat yang bersamaan, pemerintahan Nabi menghormati keyakinan-keyakinan mereka. Nabi tidak menjatuhkan hukuman secara Islam atas mereka tentang apa yang tidak mereka haramkan, dan mereka tidak boleh dipanggil ke pengadilan pada hari-hari besar yang mereka yakini dan rayakan. Demikianlah Rasūl menghormati, menoleransi, dan menghargai Non-Muslim dalam menjalankan keyakinan dan ibadah.

Sikap toleransi dan menghormati agama lain akan menghindarkan ekstrimisme dalam beragama. Ekstrimisme adalah sebuah tindakan membahayakan umat manusia. Ekstrimisme akan menimbulkan prasangka, kekakuan, dan kebekuan. Ekstrimisme awal perpecahan umat manusia, dan menggiring pada perselisihan internal dan eksternal. Untuk itu, Islam menolak ekstrimisme dan mengajak pada prinsip-prinsip Islam seperti tasammuh (toleransi), i‘tidāl (moderasi), ‘adl (keadilan), dan lain-lain.

Selain itu, ekstrimisme dalam beragama juga bisa mengakibatkan fanatisme yang buta. Fanatisme buta disebabkan minimnya pengetahuan, wawasan, dan tujuan mengenai esensi Islam. Fanatisme buta adalah akar bid‘ah yang dilarang Islam. Fanatisme buta itulah yang menjauhkan kaum Muslimin dari sikap toleransi yang sangat dianjurkan dalam Islam.

 

Catatan:


  1. 1). Sunan an-Nasā’ī, Bab Taḥrīm-ud-Damm, hadits no. 4010; Lihat juga, Sunan at-Tirmidzī, Bab al-Isti‘dzānu wal-Adabu ‘an Rasulillāh, hadits no. 2657. 

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *