Hadits ke-14
Membalas Salam Non-Muslim
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ أَبُو الْحَسَنِ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللهِ أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ عَنْ هِشَامِ بْنِ زَيْدِ بْنِ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَنَسَ بْنِ مَالِكٍ يَقُوْلُ: مَرَّ يَهُوْدِيٌّ بِرَسُوْلِ اللهِ (ص) فَقَالَ: السَّامُ عَلَيْكَ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ (ص): وَ عَلَيْكَ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ (ص): أَتَدْرُوْنَ مَا يَقُوْلُ؟ قَالَ: السَّامُ عَلَيْكَ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَلَا نَقْتُلُهُ؟ قَالَ: لَا، إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُوْلُوْا وَ عَلَيْكُمْ.
Dari Muḥammad Ibnu Muqātil Abul-Ḥasan, dari ‘Abdullāh, dari Syu‘bah, dari Hisyām Ibnu Zaid Ibnu Anas Ibnu Mālik, ia berkata: Suatu ketika seorang Yahudi lewat di depan Rasūl dan berucap: “(As-Sāmu ‘alaik) Racun atasmu”; Rasūl menjawab: (dan) atasmu; lalu Rasūl bertanya kepada para sahabat: Bagaimana dengan ucapan dia barusan? (yaitu) ia mengucapkan “(As-Sāmu ‘alaik) Racun atasmu”?: Para sahabat berpendapat: Lebih baik kita bunuh saja orang itu. Rasūl pun menjawab: “Jangan! Lebih baik kalian jawab saja salam ahl-ul-kitāb dengan: wa ‘alaikum. (dan atasmu).” (HR. al-Bukhārī). (141).
Keterangan:
Salam merupakan ucapan tegur sapa yang meskipun terlihat sepele sebenarnya mengandung makna yang mendalam. Salam dapat menciptakan kondisi yang kondusif bagi terciptanya perdaimaian dalam hubungan antarsesama manusia. Saat ini, salam diucapkan tidak hanya dalam pertemuan keagamaan, namun juga dalam forum-forum lainnya. Salam yang dikenal dalam Islam, sebagaimana diajarkan Muḥammad ialah ucapan: “As-Salāmu ‘alaikum”. Hadits Nabi yang artinya: Nabi Muḥammad mendatangi suatu pertemuan yang di dalamnya berbaur antara kaum Muslimīn dan orang Yahudi dan dia mengucapkan salam kepada mereka. (HR. Tirmidzī).
Hadits di atas selain menunjukkan bahwa mengucapkan salam kepada Non-Muslim tidak dilarang, bahkan dianjurkan, juga mengindikasikan bahwa perbuatan ini adalah salah satu akhlak yang baik di dalam pergaulan.
Islam yang artinya mengandung makna salam (kedamaian/keselamatan) menganjurkan kita menjaga keharmonisan hubungan dengan sesama (ḥablun min-an-nās). Dengan demikian, Islam tidak hanya mementingkan hal-hal yang berkaitan dengan akidah (keyakinan) semata, melainkan juga dimensi sosial yang tidak eksklusif dan membuka diri dengan mengedepankan persahabatan sesama umat manusia.
Musa Syahin Lasyin, seorang guru tafsir dan hadits di Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar, Kairo, mengatakan bahwa di antara cabang iman yang penting dan perangai yang paling menonjol adalah memberikan makanan dan menyebarkan salam. Dengan dua perangai ini (memberikan makanan dan menyebarkan salam) persahabatan dan persaudaraan akan terwujud, umat Islam menjadi seperti tubuh yang satu, anggota-anggotanya saling menolong demi kebaikan, satu sama lain saling memberi kedamaian dan saling menolong kesusahan dari anggota-anggota itu, dan satu bagian benar-benar mengokohkan bagian lain untuk kekuatan dan keteguhan. Sebuah hadits Nabi berbunyi: “Seseorang bertanya kepada Rasūl tentang Islam yang terbaik. Nabi menjawab: Berikan makanan dan ucapkan salam kepada yang kau kenal dan yang belum engkau kenal.”
Ucapan salam yang dianjurkan Islam bukanlah semata-mata hanya berlaku bagi sesama Muslim, melainkan juga untuk Non-Muslim sebagai cermin sikap toleransi. Salam bukan hanya simbol perdamaian, salam juga merupakan cerminan sikap kasih-sayang dan ketulusan. Membiasakan diri mengucapkan salam merupakan latihan untuk melunakkan kekerasan hati sehingga suburlah perasaan kasih-sayang. Meskipun tidak dibalas, salam tetap berpahala bagi yang mengucapkannya. Hadits Nabi yang artinya:
“Salam merupakan salah satu nama Allah yang Dia letakkan di bumi ini; sebarkanlah salam di antara kalian karena seorang Muslim yang memulai salam kepada kaum yang ia lewati, lalu kaum tersebut menjawab salamnya maka baginya keutamaan satu derajat di atas mereka karena dialah yang mengingatkan mereka dengan salamnya. Jika mereka tidak menjawab salamnya maka para malaikat akan menjawabnya.” (HR. Baihaqī, melalui Ibnu Mas‘ūd).
Ucapan salam juga bisa dijadikan sebagai media menjalin dan memelihara persaudaraan. Ucapan salam yang disampaikan dengan tulus dan penuh kasih-sayang, akhirnya menimbulkan simpati yang dapat mendekatkan dan mempererat silaturrahim antarsesama manusia. Sabda Nabi:
“Ada tiga hal yang bisa menjernihkan kecintaan saudaramu, yaitu hendaknya engkau mengucapkan salam bila bersua, meluaskan tempat duduk baginya dalam majelismu, dan panggil dia dengan nama yang paling disukainya.” (HR. Baihaqī, melalui ‘Umar).
Selain itu, ucapan salam juga merupakan bentuk penghormatan kepada sesama manusia. Ucapan salam menunjukkan penghargaan eksistensi dalam hubungan antarsesama manusia. Untuk itu, sudah selayaknya setiap ucapan salam yang disamapaikan hendaknya dibalas atau dijawab dengan semestinya atau bahkan lebih baik lagi. Firman Allah dalam surat an-Nisā’ ayat 86:
“Apabila kamu diberi penghormatan dengan suatu penghormatan maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah penghormatan itu dengan yang serupa. Allah selalu membuat perhitungan atas tiap-tiap sesuatu.”
Ayat tersebut menegaskan bahwa penghargaan, penghormatan, dan toleransi melalui pengucapan salam adalah etika dalam pergaulan yang sangat dianjurkan dalam Islam. Banyaknya sabda Nabi Muḥammad s.a.w. yang menganjurkan untuk menyebarluaskan salam menunjukkan bahwa ucapan salam adalah bagian penting dalam dakwah Islam.
Catatan: