Hadits ke-12
Balas Jasa Kepada Orang Tua
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ (ص): لاَ يَجْزِيْ وَلَدٌ وَالِدًا إِلاَّ أَنْ يَجِدَهُ مَمْلُوْكًا فَيَشْتَرِيَهُ فَيُعْتِقَهُ.
Artinya:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah s.a.w. pernah bersabda: “Seorang anak belum dianggap membalas jasa orang tuanya sebelum mendapati orang tuanya dijadikan budak (orang lain) lalu si anak membeli dan memerdekakannya.” (H.R. Muslim).
Keterangan:
Pola hubungan antara anak dan orang tua harus dibangun sampai kapan dan di mana pun serta dalam kondisi apa pun, dan hubungan ini tidak boleh dibatasi ruang dan waktu. Kita perlu mengingat kembali kisah Nabi Yusuf; ketika ia menduduki singgasana kerajaan, ia tetap patuh, hormat, dan bakti kepada ayahnya. Ini merupakan salah satu teladan bagi umat manusia yang ingin bakti kepada orang tuanya.
Rasul mengingatkan (secara kuantitatif) bahwa nilai jasa anak pada orang tua (meski tak sepadan) dapat diukur dari sistem perbudakan. Kalau orang tuanya dijadikan budak, lalu si anak membeli dan memerdekakannya, kata Rasul, itu baru terjadi balas jasa antara anak dan orang tua. Sedangkan dari sisi kualitatif, hubungan baik, kepatuhan, atau berbakti kepada orang tua merupakan ukuran balas jasa antara anak dan orang tua. Penekanan aspek kuantitatif atau kualitatif tidak bisa dipisahkan dan harus disatupadukan kalau kita mengukur tingkat kebaikan hubungan antara anak dan orang tua.