Hadits ke-11
Larangan Fanatisme Golongan
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ (ص): أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ وَ لَا فَخْرَ….. (الحديث).
“Diriwayatkan dari Abū Sa‘īd, ia berkata, Rasūlullāh s.a.w.. bersabda: “Saya raja (penghulu) dari keturunan Ādam, namun tak ada alasan bagiku untuk menyombongkan diri…..” (HR. Ibnu Mājah). (11)
Keterangan:
Islam tidak membedakan antara suku satu dengan lainnya, antara kelompok satu dengan lainnya, bangsa satu dengan lainnya karena Islam memandang semua manusia sama dan berasal dari satu keturunan, yakni Nabi Ādam a.s. Firman Allah:
“Sungguh, Kami (Allah) telah memuliakan kedudukan umat manusia di daratan dan lautan, mereka Kami cukupi dengan rezeki yang baik. Kami unggulkan mereka melebihi makhluk lainnya.” (QS. al-Isrā’: 70).
Kedatangan Islam yang dibawa oleh Nabi Muḥammad s.a.w. telah menempatkan manusia pada kedudukan yang semestinya sebagai ciptaan Allah yang paling sempurna di antara makhluk lainnya. Allah berfirman: “Sungguh, Kami telah ciptakan manusia dalam bentuk yang sangat baik dan sempurna.” (QS. at-Tīn: 5).
Islam melarang membanggakan kesukuan karena sikap tersebut bertentangan dengan prinsip Islam yang menghargai perbedaan. Perbedaan bukan alasan untuk saling memusuhi dan berpecah-belah. Justru, perbedaan itu bermanfaat bagi manusia demi menjalin silaturrahim antarmanusia. Perbedaan tercipta bukan untuk dipisahkan, melainkan untuk saling mendekatkan. Tidak ada satu suku atau bangsa yang lebih mulia dari suku atau bangsa lainnya. Tidak ada satu kelompok yang lebih mulia dari kelompok lainnya. Islam hanya membedakan manusia dari sisi amal perbuatan dan ketaqwaannya. Firman Allah:
“Hai manusia, Kami telah menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian ialah yang paling bertaqwa kepada Allah.” (QS. al-Ḥujurāt: 13).